Penguasaan Aset untuk Menekan Kesenjangan
”Mengenai aset besar yang dahulu dikuasai asing sekarang terus didorong untuk dikuasai negara. Blok Mahakam yang dulu dikuasai Jepang (melalui Inpex Corporation) sudah dimiliki negara dan diserahkan sepenuhnya kepada Pertamina untuk dikelola,” papar Presiden Joko Widodo saat pembukaan Kongres Ekonomi Umat yang diadakan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Sabtu (22/4), di Jakarta.
Kongres Ekonomi Umat yang akan berlangsung hingga Senin ini merupakan rangkaian Kongres Umat Islam di Yogyakarta pada 2015. Kongres akan membahas kebijakan fiskal, ekonomi makro, dan keuangan.
Presiden mencontohkan penguasaan kembali aset strategis, yakni akuisisi saham PT Newmont Nusa Tenggara, perusahaan tambang asal Amerika Serikat yang beroperasi di Nusa Tenggara Barat, oleh perusahaan swasta nasional PT Medco Energi Internasional Tbk. Medco mengakuisisi 82,2 persen saham Newmont sejak Juni 2016. PT Newmont Nusa Tenggara juga berganti nama menjadi PT Amman Mineral Nusantara.
”Saya keluar-masuk kampung, berbicara dengan petani dan nelayan. Mereka ingin ikut merasakan bagian kue nasional. Maka dari itu, kebijakan redistribusi aset dan reforma agraria serta kemitraan akan terus didorong,” lanjut Presiden.
Presiden Jokowi menginginkan masukan dari Kongres Ekonomi Umat tentang upaya menekan kesenjangan dan mewujudkan pemerataan melalui program redistribusi aset dan reforma agraria serta kemitraan. Khusus soal kemitraan, pengusaha besar didorong bermitra dengan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Kemitraan harus menguntungkan kedua pihak.
”Pengusaha besar akan saya paksa untuk ambil untung kecil saja. Yang untung besar biarkan pengusaha yang kecil-kecil. Tidak akan saya ajak lagi, tetapi benar-benar akan saya paksa,” kata Presiden.
Presiden menyatakan, iklim ekonomi global belum pulih benar dari terpaan krisis. Namun, situasi Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan banyak negara lain di dunia. Dengan angka pertumbuhan ekonomi 5,02 persen di 2016, Indonesia berada di peringkat ketiga dunia setelah India dan China. Namun, rasio gini, yang menunjukkan kesenjangan di Indonesia, sebesar 0,397 tahun 2016. Presiden ingin rasio gini turun lebih banyak.
Persoalan
Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin menyampaikan, selama ini hasil pembangunan masih belum dinikmati banyak orang. Selain itu, pembangunan masih menyisakan sejumlah persoalan, seperti kemiskinan, pengangguran, dan akses kelompok miskin yang terbatas. Ketimpangan ekonomi yang mengusik rasa keadilan harus terus dikurangi.
”Kesenjangan harus dihilangkan. MUI terus mencermati masalah ini. Koperasi sebagai soko guru ekonomi nasional belum berperan maksimal. Indonesia dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia adalah potensi besar di sektor perekonomian,” kata Ma’ruf.
Mengenai penguasaan aset strategis nasional, lanjutnya, MUI mendorong pemerintah untuk menata ulang penguasaan aset strategis di Indonesia. Penguasaan aset strategis harus diperuntukkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Konstitusi mengamanatkan, cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara.
Ma’ruf menambahkan, kongres ini merupakan wujud keprihatinan umat yang selaras dengan kebijakan pemerintah. Penguatan ekonomi umat diharapkan menjadi tonggak baru bagi perekonomian di Indonesia. Ekonomi umat tidak beraliran liberal atau sosialis, tetapi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
”Apabila negara hadir dan berpihak, sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, benar-benar dapat diwujudkan,” ujarnya.
MUI menggagas empat pilar ekonomi umat yang akan diperdalam melalui kongres, yaitu koperasi dan UMKM, lembaga keuangan syariah perbankan dan nonperbankan, jaringan ekonomi umat, dan kajian ekonomi umat.
Ketua Panitia Kongres Ekonomi Umat Lukmanul Hakim mengatakan, salah satu pemikiran yang melatarbelakangi MUI menyelenggarakan kegiatan itu adalah mengurangi kesenjangan di masyarakat. Perlu upaya dalam memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh lapisan masyarakat agar kesenjangan bisa ditekan. Kesenjangan yang kian lebar akan menyebabkan disharmonisasi di masyarakat.
”Pertumbuhan ekonomi Indonesia membanggakan di tengah perekonomian global yang lesu. Namun, pemerataan belum sempurna. Kesenjangan masih tinggi. Sekitar 1 persen penduduk Indonesia menguasai kekayaan sebanyak 49 persen dan 10 persen penduduk menguasai kekayaan sebesar 70 persen,” kata Lukmanul Hakim.
Akses lahan
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan, pemerataan ekonomi dibagi dalam tiga titik tumpu, yaitu lahan, kesempatan usaha, dan sumber daya manusia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkepentingan menyediakan akses lahan bagi masyarakat.
Program reforma agraria dan hutan sosial dijalankan untuk memperkuat daya beli masyarakat dan menata sektor pertanahan. Harapannya, kelompok masyarakat kecil dapat menjangkau perbankan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.
”Program ini bukan sekadar bagi-bagi tanah, melainkan untuk mengarahkan rakyat kecil memiliki akses permodalan,” kata Siti Nurbaya kepada Kompas, Sabtu, di Jakarta.
Adapun hutan sosial tidak boleh menjadi hak milik warga karena fungsi hutan tidak boleh terganggu. Prinsipnya, warga mendapatkan izin pengelolaan. (APO/IVV/NDY)