Bur Maras: Kepemilikan 51 Persen Saham Freeport Kurang Tepat
Oleh
R ADHI KUSUMAPUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepemilikan 51 persen saham Freeport oleh Pemerintah Indonesia mungkin baik untuk kepentingan jangka pendek, terutama untuk mendapatkan keuntungan. Namun, apabila untuk kepentingan jangka panjang, kebijakan tersebut dinilai kurang tepat.
”Jika semua keputusan penting dikuasai Indonesia, yang akan terjadi adalah korupsi akan merajalela di perusahaan tersebut. Jika pasokan barang mulai didikte manajemen Indonesia, dampak lanjutannya adalah efisiensi perusahaan akan runtuh. Freeport yang semula perusahaan baik akan menjadi sarang korupsi oknum-oknum pejabat yang berkuasa,” demikian pendapat Burhanuddin Maras, pengusaha swasta Indonesia di bidang minyak dan gas bumi (migas), kepada Kompas, Selasa (25/4).
”Manajemen Freeport selama ini sudah terbukti baik dan berhasil mendatangkan uang untuk negara (Indonesia), memberikan lapangan pekerjaan bagi ribuan penduduk Papua, dan memberikan pelajaran bagi karyawan-karyawan bangsa Indonesia,” tutur Bur Maras.
Semestinya Freeport meneruskan usahanya dengan pemegang saham mayoritas. ”Apa yang bisa Indonesia mintakan kepada Freeport adalah supaya Freeport memberikan sejumlah beasiswa bagi pegawai-pegawai Freeport untuk disekolahkan di Amerika Serikat,” kata pengusaha asal Sumatera Selatan ini.
”Dengan demikian, putra-putra Indonesia mampu menjadi tenaga ahli di bidang geology, mining engineering, chemical engineering, process engineering, business management, computer application, dan sebagainya. Kalau dalam satu tahun disekolahkan lima orang, misalnya, dalam waktu 10 tahun Indonesia akan mendapatkan 50 tenaga ahli, semuanya putra-putri Indonesia,” papar Bur Maras.
Bur Maras yang telah puluhan tahun berkecimpung dalam bisnis migas berpendapat, semestinya Pemerintah Indonesia menjadikan perusahaan Freeport sebagai perusahaan percontohan untuk perusahaan-perusahaan pertambangan Indonesia lainnya. ”Dalam jangka panjang, transfer of technology lebih baik daripada keuntungan uang, yang nantinya penggunaannya masih dipertanyakan,” ujarnya.