JAYAPURA, KOMPAS — PT Freeport Indonesia untuk sementara menghentikan kebijakan furlough atau merumahkan pekerja. Perusahaan menilai kebutuhan akan jumlah pekerja dan hasil produksi telah seimbang.
Hal itu disampaikan Juru Bicara PT Freeport Indonesia (FI) Riza Pratama saat dihubungi dari Jayapura, Papua, Rabu (3/5/2017). Diketahui sejak Maret lalu sekitar 1.000 pekerja yang telah dirumahkan manajemen perusahaan pertambangan tembaga dan emas itu demi efisiensi karena tersendatnya proses ekspor.
”Saat ini rata-rata jumlah produksi ore atau bebatuan yang mengandung unsur tembaga dan emas mencapai 160.000 ton per hari. Dengan jumlah karyawan sebanyak 11.000 setelah furlough sudah sesuai kebutuhan kami,” kata Riza.
Riza mengakui, produksi ore di lokasi tambang Grasberg dan tambang bawah tanah berjalan kurang optimal karena aksi mogok kerja ribuan karyawan sejak Senin (1/5/2017).
”Saat ini kami masih mendata jumlah karyawan tetap PT FI yang mogok kerja. Sesuai Peraturan Kerja Bersama (PKB) Tahun 2015, apabila tidak masuk kerja selama lima hari akan diberikan surat panggilan sebanyak tiga kali. Apabila tidak memenuhi panggilan pihak manajemen, pekerja dikenai sanksi terakhir, yakni pemutusan hubungan kerja,” tutur Riza.
Meskipun begitu, Riza mengatakan, pihak perusahaan belum menggunakan PKB 2015 untuk menghadapi aksi mogok massal para pekerja. Perusahaan masih menggunakan upaya persuasif untuk membujuk para karyawan kembali bekerja.
”Hingga saat ini kami masih terus berupaya mengimbau mereka agar kembali bekerja sehingga target produksi ore bisa tercapai kembali,” ujar Riza.
Sementara itu, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Papua Wilhelmus Pigai berpendapat, harus ada komunikasi yang konstruktif antara Pemerintah Indonesia dan Freeport. Penyelesaian masalah pengurusan izin usaha pertambangan khusus yang belum jelas akan menyebabkan 32.000 pekerja menjadi resah dan berpotensi menimbulkan kegaduhan atau konflik di Kabupaten Mimika, lokasi pertambangan PT FI.
”Pemerintah pusat sebagai regulator di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan yang bersifat diskresi untuk menyelesaikan masalah ini. Kebijakan furlough maupun PHK telah menyebabkan banyak keluarga kehilangan mata pencarian,” ujarnya.
Jangan di-PHK
Pengurus advokasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia PT FI Tri Puspital mengatakan, masih terdapat satu poin yang diajukan pihaknya yang belum disepakati pihak manajemen. Hal itulah yang menyebabkan para pekerja masih memilih mogok kerja.
Poin itu adalah jangan memberikan sanksi PHK bagi sekitar 5.000 pekerja yang telah meninggalkan tempat tugas sejak 12 April 2017 lalu.
”Mereka meninggalkan tempat tugas bukan karena malas bekerja, melainkan karena mereka resah dan tidak nyaman bekerja karena adanya kebijakan furlough yang ditetapkan pihak perusahaan,” kata Tri.
Sementara itu, Riza menegaskan pihaknya belum menyetujui poin tersebut karena para karyawan itu meninggalkan tempat kerja di Tembagapura tanpa alasan yang jelas.