Perusahaan Raih Pendapatan Tinggi walau Ekonomi Lamban
Oleh
Simon Saragih
·3 menit baca
ADA hal menarik. Sebagian korporasi AS mengalami peningkatan tinggi dalam pendapatan kuartal I-2017 meski pertumbuhan ekonomi sangat lambat. Sebagian perusahaan-perusahaan AS yang terdaftar dalam indeks S&P 500 meraih pendapatan rata-rata 19,9 persen pada kuartal I-2017. Di sisi lain, rata-rata kenaikan pendapatan korporasi AS adalah 10 persen pada kuartal pertama.
Ternyata sebagian perusahaan-perusahaan S&P 500 meraih pendapatan tinggi berkat bisnis mereka di seberang. Ini didasarkan pada data FactSet, sebuah perusahaan bidang riset keuangan. ”Kita melihat pertumbuhan pendapatan lebih tinggi pada perusahaan-perusahaan AS yang juga berbisnis di seberang,” kata Nick Raich, CEO dari The Earnings Scout.
Pendapatan ini melampaui kenaikan pendapatan kuartalan tertinggi sebelumnya, yang pernah dicapai pada kuartal ketiga 2011. Pendapatan ini juga sangat berbeda jauh dari tingkat pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal pertama 2017. Berdasarkan data dari Departemen Perdagangan AS, Jumat (28/4), pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2017 hanya 0,7 persen.
Hal serupa juga dialami perusahaan-perusahaan AS yang tergabung dalam Dow Jones Industrial Averages (DJIA). Kelompok ini mengalami kenaikan 12 persen penjualan di Asia Pasifik, terutama Tiongkok.
Perusahaan alat-alat berat AS, Caterpillar, untuk divisi Asia Pacific turut mengalami kenaikan pendapatan. Perbankan AS seperti Bank of America, JPMorgan Chase dan Morgan Stanley, bagian dari S&P 500, mengalami kenaikan pendapatan pada kuartal pertama 2017 berkat bisnis di seberang.
Perusahaan-perusahaan AS lainnya seperti Adidas, Amarin Corporation Plc, ArcelorMittal, Canon Inc menikmati bisnis di seberang. Tentu ada penyebab lain kenaikan pendapatan bisnis di seberang, yakni karena kurs dollar AS yang lebih stabil. Namun faktor perkembangan bisnis di seberang menjadi salah satu warna utama.
”Kami memang lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi global ketimbang pada efek ’perdagangan Trump’,” kata Dan Loeb, seorang manajer hedge fund.
Efek ”perdagangan Trump”, merujuk pada eforia pasar setelah Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS pada November 2016.
Perusahaan-perusahaan AS lain yang lebih fokus ke pasar domestik seperti Procter & Gamble dan PepsiCo melaporkan penjualan lebih lemah karena lemahnya permintaan domestik.
Manajer melirik Asia
Informasi lain menunjukkan perusahaan pialang saham di AS juga semakin mengembangkan sayap ke seberang. Alasannya, harga-harga saham di AS sudah terlalu mahal. Bank of America Merrill Lynch melaporkan sekitar 83 persen manajer investasi di AS menyimpulkan harga saham di AS sudah terlalu tinggi, mencapai rekor tertinggi sejak 1999. Oleh sebab itu, para manajer investasi portofolio asal AS semakin melirik Asia.
Kisah di AS ini juga dialami perusahaan-perusahaan pialang Jepang, yang disebutkan meraih untung lebih besar dari aktivitas di seberang, sebagaimana dituliskan di situs Nikkei Asian Review edisi 2 Mei 2017. Perusahaan-perusahaan pialang Jepang yang memiliki cabang di seberang meraih untung lebih besar ketimbang perusahaan-perusahaan pialang yang lebih fokus ke pasar domestik. Hal ini dikonfirmasikan oleh Mikita Komatsu, eksekutif senior di Daiwa Securities.
Akan tetapi, pasar manakah di seberang yang memberi keuntungan lebih tinggi? Prospektif terbesar ada di negara-negara berkembang, menurut data dari JPMorgan Cazenove.
Hal ini diperkuat ahli strategi pasar AS, Michael Power dari Investec Asset Management. ”Pusat gravitasi ekonomi terus bergerak dari Barat ke Timur,” katanya kepada CNBC pada 12 April.
Miliaran dollar AS telah mengalir ke Asia, khususnya kawasan negara berkembang. ”Saya kira kita akan terus menyaksikan kinerja bagus pasar negara berkembang,” kata Richard Ross, Kepala Analisis Teknikal Evercore ISI.
Barangkali inilah yang menjadi dasar mengapa Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia konstan menekankan bahwa sikap proteksionisme Amerika Serikat tidak tepat. Jika AS menindak mitra dagang, termasuk negara-negara di Asia, dengan alasan bersikap curang dalam perdagangan, kemungkinan akan muncul balasan. Ini bisa berupa hambatan bagi investasi AS yang menjamur di Asia.
Dengan demikian, tampaknya sikap Presiden AS Donald Trump dengan menekankan "America First” harus dimodifikasi. Perbaikan ekonomi AS bisa dilakukan tanpa harus menghukum mitra dagang. Opini Trump yang dianggap tak berdasar kemungkinan mendapatkan perlawanan serta berpotensi menganggu arus modal global yang turut menguntungkan korporasi AS.