Harimau Sumatera Terjebak Jeratan Babi, 11 Kilometer dari Danau Toba
Oleh
Aufrida Wismi Warastri
·3 menit baca
PEMATANG SIANTAR, KOMPAS — Seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) terjebak jeratan babi hutan warga di Dolok Parmonangan, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, sekitar 35 kilometer dari Pematang Siantar atau 11 kilometer dari Parapat, Danau Toba. Hutan di atas Danau Toba yang telah rusak mendesak harimau sumatera turun tak jauh dari kawasan permukiman.
Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah II Pematang Siantar Seno Pramudita yang dihubungi dari Medan, Sabtu (6/5), membenarkan temuan itu. Pihaknya mendapatkan laporan dari warga, Jumat sekitar pukul 14.00. Setelah berkoordinasi dengan berbagai pihak, tim bergerak ke lokasi sekitar pukul 16.00 bersama petugas dari Taman Hewan Pematang Siantar, Polsek Tiga Dolok, dan Petugas Pengendali Perubahan Iklim, serta warga.
Di Dolok Parmonangan, petugas menemukan harimau jantan berusia sekitar tujuh tahun meraung-raung terjebak jerat babi. Kaki kiri depan harimau terjerat dan badannya tersangkut di pohon dengan kontur tanah yang miring. Lokasi jebakan ada di dalam kawasan Hutan Tanaman Industri PT Toba Pulp Lestari. Lokasi berjarak sekitar dua kilometer dari permukiman.
Setelah dibius dengan menulup, harimau dievakuasi sekitar pukul 17.30, lalu dititipkan ke Taman Hewan Pematang Siantar. “Kondisinya baik, masih dalam pemulihan karena kaki kanan dan kirinya luka-luka,” kata Seno. Saat ini sudah ada dokter hewan yang menangani harimau itu. Berat harimau mencapai 150 kilogram dengan tinggi satu meter dan panjang 1,5 meter. Menurut rencana, harimau akan dibawa ke sanctuary Suaka Margasatwa Barumun.
Seno bersyukur masyarakat cepat melaporkan temuan itu sehingga harimau terselamatkan. “Saat kami datang, masyarakat sudah berkumpul di lokasi temuan,” kata Seno.
Tahun lalu, seekor harimau juga ditemukan terjebak jeratan babi hutan di Desa Silatom Tonga, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Harimau itu ditembak mati warga, lalu dicincang. Dagingnya dibagi-bagi kepada warga desa untuk disantap (Kompas, 10 Maret 2016).
Semakin seringnya hewan-hewan yang posisinya berada di puncak rantai makanan itu muncul, itu menunjukkan bahwa habitatnya sudah rusak.
Aktivis lingkungan, Rinaldi Hutajulu, mengatakan, warga sering bercerita bertemu harimau di sekitar Parmonangan karena kawasan hutan di sekitar Danau Toba sudah rusak. Kondisi ini terjadi sekitar tiga tahun terakhir. Selain bertemu langsung, warga juga menemukan jejak harimau tak jauh dari permukiman warga. Seno membenarkan hal itu. Berdasarkan keterangan dari rekannya di Balai Penelitian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Aek Nauli, banyak jejak harimau ditemukan di wilayah Balai Penelitian.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara Dana Tarigan mengatakan, semakin seringnya kemunculan hewan yang posisinya berada di puncak rantai makanan itu menunjukkan bahwa habitatnya sudah rusak. Habitatnya sudah dikuasai oleh hutan tanaman industri (HTI). Hewan-hewan mangsanya punah sehingga ia mencari mangsa ke luar kawasan yang bukan wilayahnya. Dana mengkhawatirkan lama-lama harimau akan masuk ke permukiman penduduk dan membahayakan, baik hewan yang dilindungi itu maupun warga.
Oleh karena itu, Dana meminta pemerintah meninjau ulang konsesi HTI di kawasan Danau Toba. “Pemerintah yang memberikan izin HTI. Perusahaan hanya menjalankan apa yang sudah diizinkan pemerintah. Dan selama ini terbukti tidak ada HTI yang ramah lingkungan,” kata Dana.