Menyebar Virus Membaca dari ”Pinggiran”
SUARA keras saling bersahutan terdengar dari 40-an anak usia sekolah dasar yang sedang membaca buku. Suasana pasar seolah hadir di halaman Taman Baca Kampung Kertas, Desa Taman Sari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Rabu (12/4/2017) sore. Taman itu pun penuh sesak, ada anak yang duduk di teras, berjubel dekat rak buku, duduk di bale-bale—singkat kata, mereka sibuk membaca buku.
”Beginilah kalau sore hari. Mereka datang membaca buku dan bermain di sini meski fasilitasnya sederhana,” ujar Adi Jupardi (30), Ketua Kampung Kertas, seusai menerima 600 buku sumbangan dari pembaca Harian Kompas melalui Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas.
Sumbangan buku juga diberikan kepada Klub Baca Perempuan (KBP) di Dusun Prawira, Desa Sokong, Lombok Utara, dan Kelompok Cinta Baca (KBC) Roemah Karya di Jalan Melati Raya, Kelurahan Rembiga, Kota Mataram.
Kampung Kertas didirikan di atas lahan 100 meter persegi di halaman rumah Adi. Taman baca itu mempunyai koleksi sekitar 100 buku atau majalah, tempat baca bersama, arena bermain dan belajar. Tiap Senin, Kamis dan Sabtu, Adi serta beberapa relawan juga memberikan les Matematika dan Bahasa Inggris kepada anak-anak pada sore hari.
Didirikannya Kampung Kertas pada tahun 2014 merupakan wujud ”balas dendam” bagi Adi karena dulu dirinya sempat dilarang orangtuanya untuk sekolah. Apalagi kini, Adi melihat ada orangtua, yang umumnya lulusan atau putus saat sekolah dasar justru membiarkan anaknya keluyuran seusai jam sekolah. Baru menjelang shalat Maghrib, anak-anak mengaji di mushala kampung.
Nah, waktu luang setelah jam belajar dan salat Maghrib itu diisi Adi dengan kegiatan literasi. Namun, untuk mewujudkannya tidak sederhana. Sejak tahun 2007, Adi mulai bekerja keras untuk merintis taman baca.
Adi pun mengumpulkan dana dengan membantu penelitian dan survei di kampusnya ataupun sejumlah lembaga survei saat kuliah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Bahasa Inggris di Universitas Mataram.
Seusai lulus kuliah pada tahun 2013, Adi menjadi cowboy pada perusahaan peternakan sapi di Nusa Tenggara Timur, lalu bekerja pada perusahaan fast boat di obyek wisata Gili Terawangan. Dari upah kerjanya dia menyisihkan satu buku dan beragam majalah per bulan.
Selama tiga tahun, Adi bergerilya bahkan menjemput anak-anak di rumahnya masing-masing untuk meluangkan waktu di Kampung Kertas. Kini, anak-anak itu menjadi pengunjung tetap Kampung Kertas. ”Orangtua yang tidak menemukan anaknya di sini, pasti mencari anaknya sampai ketemu lalu digiring ke sini,” ujarnya.
Menjadi “Orang gila”
Kisah lebih menakjubkan terdapat pada perjuangan Afrizal Sulton Rasyid alias Ical (26), yang mendirikan KBC “Roemah Karya” pada bulan Desember 2015. KCB ini pun menyasar para mahasiswa yang sering terlibat aksi unjuk rasa tetapi kurang memiliki pengetahuan akademik. “Mereka bagus dalam memobilisasi massa, tetapi ketika saya sebutkan para tokoh mahasiswa ternyata mereka tidak paham,” ujarnya.
Ical kemudian merangkul mereka untuk kegiatan literasi meski tidak banyak yang bertahan. Dengan enam personil, Ical kini mengobarkan semangat membaca dengan membawa dus-dus buku untuk digelar di sejumlah taman rekreasi. Ia “buka warung” di tempat anak muda biasa berkumpul tiap hari Sabtu pukul 16.00-18.00.
Selain dapat dibaca di tempat, buku-buku yang dibawa Ical dapat dipinjam anak-anak dan kalangan ibu rumah tangga tanpa bayaran. “Kalau bawa 100 buku, yang 20 diantaranya dipinjam anak-anak dan ibu rumah tangga,” ujar Ical.
Namun, tidak mudah untuk menggaet minat baca orang di sekitar taman rekreasi. Ical pun mengaku pernah berperilaku seperti “orang gila” untuk menarik perhatian orang di sekitar taman rekreasi. “Saya gelar buku-buku di hadapan saya, lalu saya baca keras-keras. Orang-orang ternyata memperhatikan dan mendekati saya,” ujar lulusan Fakultas Syariah Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur, tahun 2015 itu.
Kini, KCB yang dipimpin Ical mempunyai 40 anggota yang rutin meminjam buku termasuk ada 15 siswa SD yang menjadi relawan untuk bersama-sama menularkan minat baca kepada anak-anak.
Beruntung, KCB tidak lagi harus menyewa tempat untuk kegiatan literasi karena ada seorang warga yang meminjamkan satu ruangan kos-kosan untuk disulap menjadi ruang koleksi buku-buku dan kantor KCB. Bangunan ini juga dilengkapi halaman dan bale-bale sebagai tempat membaca. “Si empunya rumah tidak mau disewa dengan uang tetapi dalam bentuk karya. Itulah sebabnya KCB kami namai Roemah Karya,” kata Ical.
Relawan Buku
Dari segi fasilitas, Klub Baca Perempuan (KBP) yang diketuai Nursida Syam lebih memadai dibandingkan KCB. Kini, KCB mempunyai 15.000 koleksi buku. Dari sebuah gubuk beratap ilalang milik warga, KBP berkembang hingga mempunyai 24 cabang di Lombok Utara.
Bila tadinya hanya KBP, kini banyak dibangun gerakan sayap Kanak Pencinta Baca (Kanca) yang digagas anak-anak dan remaja yang rutin berkunjung ke taman baca KBP.
Kanca diinisiasi oleh Baiq Keisha Theana Rosalba (10 tahun), putri dari Nursida Syam pada bulan Juli 2015. Siswa kelas IV SDN 8 Sokong ini, bulan Juli 2015, diam-diam membawa buku cerita rakyat, dongeng dan ensiklopedia anak-anak untuk rekan-rekannya ke sekolah. Buku-buku itu laris dipinjam rekannya karena berbeda dengan koleksi perpustakaan sekolah yang berisi buku paket pelajaran.
Kiprah Keisha itu menginspirasi Nursida Syam untuk membentuk Relawan Buku di sekolah. Kini, bahkan ada 25 relawan yang tersebar di sejumlah SD, SMP dan SMA di kabupaten itu. Sedikitnya, ada 500 buku tiap bulan yang diedarkan para relawan di masing-masing sekolah.
Anggota Kanca, Denda Putri Ashada (Puput), siswa kelas IX SMP Negeri I Tanjung, Lombok Utara, mengaku senang menjadi relawan buku. Dia senang dapat membantu rekannya mendapatkan bahan bacaan selain ia sendiri memiliki hobi membaca. ”Target saya, tiga buku harus saya baca dalam seminggu,” kata Puput, yang mewakili NTB dalam Festival Literasi Nusantara tahun 2016 di Palu, Sulawesi Tengah.
Menurut Puput, buku atau kegiatan literasi lainnya adalah ”jendela dunia” dan ”gudang ilmu” yang dapat membangun intelektualitas. Karena itu, ia mencoba menyebarkan virus kebiasaan membaca dari lingkungan kampungnya.