Hormati Proses Hukum
Pernyataan ini disampaikan Presiden terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, kemarin, yang menjatuhkan vonis dua tahun penjara untuk Basuki. Dalam persidangan yang berlangsung di Aula Kementerian Pertanian, Jakarta, majelis hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto menyatakan, Basuki telah melakukan penodaan agama Islam melalui pidatonya di Kepulauan Seribu, 27 September 2016, yang menyitir Surat Al-Maidah Ayat 51. Basuki mengajukan banding atas putusan itu.
Reaksi
Vonis terhadap Basuki yang sering dipanggil Ahok ini menimbulkan berbagai reaksi. Kata kunci ”Ahok” menjadi topik terhangat atau trending topic Twitter dunia, kemarin sejak sekitar pukul 12.00, dan hingga sekitar pukul 18.00 masih bertahan.
Media luar negeri juga banyak yang memberitakan vonis terhadap Basuki. Aljazeera.com, misalnya, dalam edisi bahasa Inggris menurunkan tulisan dengan judul ”Gubernur Jakarta Ahok Dinyatakan Bersalah Penistaan Agama”. Dalam artikel itu, wartawati Al Jazeera yang berada di Jakarta, Step Vaessen, antara lain menulis, ”Sudah tentu, banyak orang di Indonesia akan mempertanyakan putusan ini.”
Sejumlah reaksi juga muncul di dalam negeri terkait vonis Basuki. Massa simpatisan Ahok kemarin mendatangi Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang di Jakarta, tempat Basuki ditahan. Mereka meminta bertemu dengan Basuki, yang setelah menghadiri persidangan langsung menuju rutan itu untuk ditahan.
Pada pukul 21.40, Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mendatangi massa yang ada di depan Rutan Cipinang. Di hadapan massa, Djarot menyatakan telah mengajukan penangguhan penahanan Basuki ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hal ini sebagai upaya untuk mengeluarkan Basuki dari penjara.
Oleh karena itu, Djarot meminta kepada para pengunjuk rasa untuk membubarkan diri dengan tertib. ”Jika kalian cinta Pak Ahok dan Jakarta, maka jangan sampai mengganggu warga lain. Tolong kembali ke rumah masing-masing dengan damai,” kata Djarot yang pada siang harinya juga menemui Basuki di dalam rutan.
Djarot menerima penugasan sebagai Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta pada Selasa petang dari Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Penugasan ini berlaku sampai akhir masa jabatan Oktober 2017 atau hingga ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena Basuki mengajukan banding atas vonis yang diterimanya.
Tjahjo mengatakan, langkah Kementerian Dalam Negeri ini sesuai dengan Pasal 65 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan kepala daerah yang sedang menjalani masa tahanan tidak bisa melaksanakan tugasnya.
Tjahjo mengatakan, Kemendagri akan mengirimkan surat ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk meminta salinan putusan untuk dilaporkan ke Presiden. ”Keputusan presiden untuk pemberhentian sementara (Basuki dari jabatan gubernur DKI Jakarta) menunggu salinan resmi keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara,” ujar Tjahjo.
Pertimbangan hukum
Putusan majelis hakim terhadap Basuki berbeda dengan tuntutan jaksa. Tim jaksa yang dipimpin Ali Mukartono pada 20 April lalu menuntut Basuki dengan Pasal 156 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perasaan kebencian dan permusuhan terhadap suatu golongan rakyat Indonesia. Pasal 156 KUHP itu merupakan dakwaan alternatif kedua yang ditujukan kepada Basuki.
Dalam persidangan kemarin, majelis hakim memilih untuk membuktikan dakwaan Pasal 156 a Huruf a KUHP tentang penodaan agama yang merupakan dakwaan alternatif pertama kepada Basuki. Pasal itu berbunyi: ”Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”.
Majelis hakim menguraikan empat unsur di dalam Pasal 156 a Huruf a, yakni barangsiapa; dengan sengaja; di muka umum; mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Sebelumnya, dalam tuntutannya, jaksa berpendapat, Pasal 156 a Huruf a dinilai tak dapat diterapkan dalam perkara Basuki. Ini karena unsur kedua, yaitu kesengajaan atau niat untuk melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan agama terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, tidak terbukti. Jaksa menuntut Basuki dengan hukuman satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
Namun, hakim Abdul Rosyad dalam pertimbangan hukumnya menilai terdapat kesengajaan dalam perkataan Basuki di Kepulauan Seribu untuk menghina dan menodakan kitab suci umat Islam. Selain itu, Basuki juga dinilai beberapa kali mengatakan tentang Al-Maidah 51 itu dalam pernyataannya.
Hal itu, menurut majelis hakim, telah terpenuhi sehingga Basuki secara sah dan meyakinkan telah melakukan penodaan agama Islam melalui pidatonya di Kepulauan Seribu, 27 September 2016. Oleh karena itu, majelis hakim memvonis Basuki dengan dua tahun penjara dan perintah untuk ditahan.
Ditahan
Seusai pembacaan putusan itu, Basuki langsung dibawa ke Rutan Cipinang untuk mengurus administrasi penahanan dirinya. Sebelum ditahan di ruang orientasi, Basuki menjalani cek kesehatan.
”Selama tiga hari, Pak Basuki menjalani masa admisi dan orientasi untuk mengenal lingkungan rutan. Setelah dirasa memadai, ia baru ditempatkan di dalam blok bersama dengan tahanan lain,” kata I Wayan Kusmiantha Dusak, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kepala Rutan Cipinang Asep Sutandar mengatakan, Basuki bakal menempati sel kriminal umum Rutan Cipinang.
Mengenai lamanya masa penahanan, Dusak mengatakan, hal itu akan disesuaikan dengan upaya banding yang ditempuh oleh Basuki. ”Biasanya untuk tahanan banding, waktu penahanan 50 hari. Jika perkaranya di tingkat banding belum selesai, akan ditambah dengan 60 hari. Begitu juga jika mengajukan kasasi, akan ditahan tahap pertama 60 hari dan selanjutnya diperpanjang 60 hari lagi,” ujarnya.
Jaksa Agung HM Prasetyo menghormati putusan tersebut. Namun, terkait tepat atau tidaknya putusan yang diambil pengadilan tingkat pertama itu, Prasetyo menyerahkan kepada pengadilan tingkat selanjutnya.
”Dalam perkara ini, hakim yang memutuskan dengan berdasarkan keadilan. Hakim sudah memutuskan seperti itu, kami hormati. Namun, terdakwa sudah memutuskan untuk mengajukan banding. Sementara jaksa masih pikir-pikir. Benar atau salah putusan itu akan diuji lagi di tingkat selanjutnya,” kata Prasetyo.