Bahaya Longsor di Setu
Terakhir, longsor terjadi pada Selasa sekitar pukul 20.00 di Kampung Koceak, Keranggan. Empat rumah jatuh ke jurang sedalam 20 meter. Tepat di tepi tebing baru yang terbentuk saat ini, ada dua rumah yang masih berdiri, tetapi fondasi rumah menggantung di sisi tebing.
Menurut Nur Hidayat, berdasarkan penelitian sementara, longsor disebabkan kondisi tanah di wilayah itu. Banyak warga tinggal di atas tebing-tebing curam dengan kemiringan 80-90 derajat. Kemiringan yang sangat curam itu, ditambah lapisan tanah bagian atas yang gembur dan mudah menyerap air, semakin memperkuat potensi longsor. Apalagi, curah hujan sepekan terakhir di kawasan itu sangat tinggi sehingga membuat tanah menjadi jenuh dan rawan longsor.
”Seharusnya, sejak awal, proses penambangan atau penggalian tanah yang dilakukan memperhatikan kaidah lingkungan. Pemotongan tebing seharusnya tidak tegak lurus seperti itu, tetapi berundak. Jika sekarang banyak kondisi seperti itu, topografinya harus dikembalikan, atau atur sistem tata airnya,” kata Nur Hidayat. Untuk itu, katanya, diperlukan kajian lebih mendalam untuk mengetahui kondisi tanah sesungguhnya.
Salah seorang warga di Kampung Koceak yang rumahnya kini hancur, Madzuki (57), mengatakan sudah memperkirakan rumahnya akan longsor. Sejak Senin malam, rumahnya mulai miring serta retak pada lantai dan dindingnya. Kondisi itu berlanjut hingga Selasa. Sedikit demi sedikit rumahnya yang berjarak sekitar 4 meter dari jurang terus bergerak hingga sekitar pukul 20.00 rumahnya longsor.
Warga lain, Sopiah (60), yang rumahnya kini berada di tepi jurang, mengatakan sudah mengosongkan rumahnya dan menempati rumah kerabatnya yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Ia bercerita, tahun 1990-an banyak warga menjual tanahnya kepada pengusaha yang lalu menambang tanah tersebut. ”Dulu harganya paling Rp 50.000 per meter. Banyak yang menjual tanah tidak bilang-bilang, akhirnya kami terus terdesak, yang rumahnya jadi di pinggir menjual lagi. Akhirnya yang tadinya tidak di pinggir jadi ke pinggir,” tuturnya.
Sopiah kini hanya berharap pemerintah memperhatikan tempat tinggalnya yang tidak lagi aman ditinggali. Padahal, itu satu-satunya tanah miliknya.
Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie mengatakan, pemerintah kota siap membiayai sewa kontrak rumah warga yang rumahnya longsor. Ada empat keluarga di Kampung Sengkol, Muncul, dan empat keluarga di Kampung Koceak. Sebanyak 21 keluarga lain berpotensi menjadi korban longsor.
”Kami masih memikirkan bagaimana solusi jangka panjang untuk tempat tinggal warga dan untuk menangani lokasi rawan longsor seperti ini. Dulu memang tanah-tanah di kawasan ini banyak ditambang dan digunakan untuk proyek-proyek di daerah lain. Setelah kejadian ini, kami akan memetakan kerawanannya,” ujar Benyamin. (UTI)