Real Madrid melaju ke final meski kalah 1-2 dari Atletico pada laga kedua semifinal di Stadion Vicente Calderon, Rabu (10/5). Cristiano Ronaldo dan kawan-kawan unggul agregat gol 4-2. Sementara Juventus lolos setelah menekuk Monako 2-1 di Turin, Selasa lalu, dan unggul agregat gol 4-1.
Real Madrid, tak ayal, adalah klub bola paling komplet dengan barisan pemain kelas galaksi lain, ”Los Galacticos” dalam arti yang mendekati fakta, bukan fiksi. Sementara Juventus, tim paling stabil dengan pertahanan khas maestro Italia dipadu kombinasi serangan balik mematikan.
Laga puncak dipastikan menampilkan dua gaya bertolak belakang akan beradu strategi untuk memenangi gelar sepak bola antarklub paling bergengsi ini. Real Madrid adalah tim dengan barisan pemukul paling menakutkan, terutama pada sosok Ronaldo, pemain terbaik dunia yang sudah melesakkan 10 gol dari 12 laga Liga Champions musim ini.
Di sisi lain, pertahanan Juventus adalah hasil mahakarya seniman gaya bertahan Italia pada diri trio Leonardo Bonucci-Andrea Barzagli-Giorgio Chiellini.
Real Madrid—mengejar torehan sejarah menjadi klub pertama pada era Liga Champions (dimulai 1992) yang mampu mempertahankan gelar—seperti biasa lebih diunggulkan. Sebagian besar skuad yang diarsiteki Zinedine Zidane ini memperkuat”Los Blancos” saat merebut gelar tahun lalu di Milan.
Tim peringkat ketiga terkaya versi Deloitte ini juga mengejar ambisi merebut gelar akbar ini untuk ke-12 kalinya, sebuah pencapaian yang mungkin tidak akan pernah bisa dikejar klub lain dalam dua dekade ke depan.
Juventus berada pada kutub berbeda. Benar, tim berjuluk ”Nyonya Besar” ini adalah penguasa Liga Serie A Italia—dan tinggal selangkah merebut gelar keenam beruntun—tetapi sejarah mereka di Liga Champions tak segemilang Madrid.
Ini adalah final kesembilan Juventus sepanjang sejarah dengan enam di antaranya berakhir dengan linangan air mata. Terakhir kali mereka ke final pada 2015 di Berlin sebelum pulang dengan tangan hampa setelah dihantam Barcelona, rival abadi Real Madrid di Liga Spanyol.
Lembaran hitam Juventus di Liga Champions juga ditorehkan oleh Real Madrid pada final 1998 di Amsterdam. Kala itu Zidane masih berkostum zebra Juventus dan pulang dengan hati pedih setelah Pedrag Mijatovic melesakkan satu-satunya gol kemenangan Madrid.
Kiper Gianluigi Buffon paham benar kesedihan gagal di laga puncak Liga Champions. Dia tertunduk lesu di final Berlin. Skuad Juventus dua tahun lalu pun sudah banyak berganti meski masih dengan pelatih yang sama, Massimiliano Allegri.
Meski demikian, Juventus adalah klub paling stabil tanpa kalah dalam 12 laga Liga Champions musim ini. Pertahanan solid adalah ciri utama klub asal Turin ini dengan mantra, ”bahkan angin pun tak boleh menerobos gawang mereka”.
Barcelona pun mejan
Barcelona, klub paling produktif di La Liga, mereka bungkam tanpa bisa mencetak gol di perempat final. Catatan 108 gol Barcelona musim ini yang sebagian besar dicetak trio MSN, Lionel Messi-Luis Suarez-Neymar, seolah tak berarti apa pun.
Gambaran lain, saat bintang muda Monako, Kylian Mbappe, mencetak gol ke gawang Buffon pada menit ke-69, itu adalah pertama kalinya gawang Juventus bobol lewat permainan terbuka sepanjang 12 laga.
Kekuatan pertahanan Juventus tidak melulu pada poros trio Barzagli-Bonucci-Chiellini. Juga dua pemain sayap asal Brasil-nya, Dani Alves dan Alex Sandro. Alves, lama bermain untuk Barcelona, ibarat mobil bermesin turbo, tak kenal tempo lambat dan selalu berirama cepat saat Juventus memulai serangan.
Filosofi bertahan solid ini menuntut peran seimbang lini tengah dalam menyerang dan bertahan, saat memegang bola ataupun saat kehilangan bola. Gaya permainan Allegri yang mengedepankan pertahanan solid ini dipahami secara utuh oleh para gelandangnya.
Kelebihan kemampuan bertahan inilah yang tak dipunyai para gelandang Real Madrid. Itulah sebabnya, mereka gagal menahan laju gempuran Atletico pada laga di Vicente Calderon.
Kelemahan inilah yang akan dieksploitasi habis-habisan oleh barisan pemukul Juventus, yakni Gonzalo Higuain, Mario Mandzukic, dan Paulo Dybala.
Akhir pekan ini, Juventus punya peluang memastikan gelar keenam mereka di Serie A dan berpeluang merebut gelar di Coppa Italia. Ini berarti mereka punya peluang meraih treble winner jika sukses di semua laga final. Satu-satunya tim Italia yang mampu meraih prestasi ini hanyalah Inter Milan pada 2010.
Real Madrid masih bertarung ketat dengan Barcelona di puncak La Liga. Jika pada ujung lorong perseteruan abadi ini Madrid gagal, plus tumbang di Cardiff, itu berarti satu musim mereka lewati tanpa gelar. Sebuah fakta yang sulit diterima manajemen Bernabeu.
Maka, pertemuan puncak dua tim berbeda gaya dan filosofi ini layak dinantikan sebagai final terbaik dalam satu dekade lebih setelah final epik Liverpool versus AC Milan di Istanbul pada 2005. (AP/AFP/JOY)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.