Seribu Lilin untuk Menjaga Persatuan Indonesia
Di Surabaya, Jawa Timur, sejumlah tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha semalam bergabung dengan massa yang mayoritas mengenakan baju merah putih. Massa yang membeludak membuat Jalan Pahlawan, tempat acara berlangsung, ditutup.
Salah satu anggota panitia Fajrin Ma’arij mengatakan, acara yang bertajuk ”1.000 Lilin untuk NKRI Damai” tersebut tak hanya untuk menunjukkan simpati terhadap Basuki. ”Aksi solidaritas ini juga sebagai refleksi terhadap keadilan di Indonesia. Semoga warga bisa menjaga keindahan perbedaan suku dan agama di Indonesia,” ujarnya.
Saat memimpin doa, Ketua Umum Badan Musyawarah Antar Gereja Jawa Timur M Sudhi Dharma mengingatkan, ”Bhinneka Tunggal Ika itu anugerah dari Tuhan yang harus dijaga.”
Dalam aksi bertajuk ”1.000 Lilin untuk Kesatuan Bangsa” di Semarang, pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Pamutang Rembang, Ubaidillah atau Gus Ubaid, mengatakan, jangan sampai Indonesia dirusak oleh segelintir orang. Indonesia besar karena perbedaan suku, agama, budaya, dan tradisi.
Saat ini persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sedang diuji. Masyarakat seolah digiring kepada sikap berlawanan dan bermusuhan antarkelompok. ”Melalui lilin yang kami nyalakan, cahaya ini untuk jiwa dan kebinekaan,” kata Gus Ubaid.
Dalam aksi itu juga ditegaskan dukungan kepada pemerintah untuk menindak tegas oknum atau organisasi intoleran.
Warga Palembang, Sumatera Selatan, semalam juga berkumpul di halaman Monumen Perjuangan Rakyat, Palembang, untuk menyalakan lilin sebagai simbol harapan agar persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap terjaga. Mereka berharap gejolak yang belakangan ini menimpa Indonesia bisa segera berlalu dengan aman dan damai.
Koordinator kegiatan Eka Syahrudin mengatakan, dinamika di media sosial ataupun di kehidupan nyata sudah sangat meresahkan. ”Melalui kegiatan ini, kami ingin tidak ada perpecahan di negara ini karena perbedaan ras, etnis, agama, dan sejenisnya. Marilah kita jaga persatuan kita,” ujarnya.
Kegiatan di Palembang itu, lanjut Eka, diinisiasi setelah melihat kegiatan serupa di daerah lain, seperti Jakarta, Bali, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara. (ETA/BRO/ADY/DRI/KRN/PRA)