JAKARTA, KOMPAS — Kalangan pengusaha mengapresiasi ketegasan pemerintah yang akan berpegang pada konstitusi dalam menghadapi kelompok-kelompok yang mencoba menentang konstitusi dan mengganggu keberagaman. Langkah tersebut dibutuhkan untuk menjamin kepastian usaha.
"Kalau dibiarkan dan timbul ketidakpastian, pengusaha pasti akan selalu waswas ketika mau produksi, distribusi, dan jualan," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono ketika dihubungi untuk dimintai tanggapan di Jakarta, Kamis (18/5).
Fajar mencontohkan, maraknya unjuk rasa beberapa waktu lalu pun mengganggu distribusi produk. "Biasanya sehari bisa dua kali, ada yang akhirnya cuma sekali ketika diblok," ujarnya.
Menurut Fajar, isu-isu di media sosial yang memanaskan suasana pun menjadi perhatian pengusaha karena menimbulkan ketidakpastian. "Dihadapkan pada ketidakpastian, yang dipikirkan pengusaha adalah akan mengurangi atau menghentikan produksi," katanya.
Fajar mengatakan, jaminan kepastian menjadi perhatian pula bagi rekanan pengusaha dari negara lain. Dia mencontohkan, ketika ke luar negeri ada investor yang mempertanyakan berlarutnya pertentangan meskipun pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta sudah selesai.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, belakangan masyarakat secara psikologis dihadapkan atau diganggu isu yang sifatnya mempertentangkan, wacana dari satu kelompok yang hendak mengganti sistem pemerintahan, dan lainnya.
"Hal seperti ini menciptakan instabilitas," katanya.
Menurut Hariyadi, dunia usaha membutuhkan stabilitas karena hal tersebut penting dalam memberikan kepastian berusaha.
Ketua Umum Asosiasi Perajin Alas Kaki Taufiq Rahman yang dihubungi Kompas berpendapat, program-program pembangunan perekonomian tidak boleh terganggu oleh masalah politik.
"Persoalan politik atau siapa pun yang berusaha mengganggu stabilitas ekonomi perlu ditindak. Kami para perajin alas kaki menagih janji Presiden untuk dapat menciptakan stabilitas pertumbuhan industri dan perdagangan," ujarnya.
Menurut Taufik, masih banyak masalah industri, terutama alas kaki, yang menuntut perhatian pemerintah. Sebagai gambaran, sejak 2015 asosiasi diminta terlibat dalam pengembangan peta jalan kemajuan industri alas kaki 2015-2019. Isi peta jalan mencakup beberapa hal, misalnya pelatihan kualitas sumber daya manusia perajin, peremajaan mesin, perbaikan rantai pasok, dan program promosi.
"Peta jalan, kan, sifatnya komitmen negara membangun industri alas kaki. Akan tetapi, sampai sekarang masih banyak isi peta jalan tidak diimplementasikan," katanya.
Sekitar 600 perajin alas kaki terdaftar di asosiasi. Taufik menyebut ada sejumlah perajin gulung tikar karena tidak mampu bersaing.