MEDAN, KOMPAS – PT Pertamina (Persero) akan berekspansi mencari cadangan minyak bumi di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Cadangan minyak dalam negeri diperkirakan tinggal 6 miliar barrel. Jika tidak menemukan sumur baru, produksi minyak dalam negeri yang hari ini 800.000 barrel per hari akan turun menjadi 400.000 barrel per hari pada tahun 2025.
“Pertamina juga hanya menguasai 25 persen dari total produksi dalam negeri. Sisanya dikuasi oleh perusahaan asing,” kata Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Syahrial Mukhtar dalam seminar bertajuk Penguatan Perusahaan Minyak dan Gas Nasional dalam Meningkatkan Kedaulatan Energi Indonesia, di Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, Jumat (19/5).
Hadir dalam seminar itu Rektor USU Runtung Sitepu, Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali, dan Guru Besar Ilmu Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana.
Syahrial mengatakan, dalam mewujudkan kedaulatan energi, kebutuhan energi dalam negeri tidak harus dipenuhi dari eksplorasi dalam negeri. Hal yang paling penting, negara dapat menjamin kebutuhan energi dalam negeri terpenuhi dengan cara berdaulat.
Menurut Syahrial, Indonesia sesungguhnya bukan negara yang mempunyai cadangan minyak bumi yang berlimpah. Produksi minyak dalam negeri memang pernah mencapai puncak 1,6 juta barrel per hari. Ketika itu, Indonesia mengekspor minyak bumi karena produksi melebihi kebutuhan. Namun, produksi itu terus turun hingga kini tinggal 800.000 barrel per hari, hanya setengah dari konsumsi nasional 1,6 juta barrel per hari.
Syahrial mengatakan, cadangan minyak Indonesia (6 miliar barrel) sangat sedikit dibanding cadangan minyak milik negara-negara penghasil minyak utama di dunia. Iran dan Venezuela mempunyai cadangan minyak sedikitnya 250 miliar barrel.
Gus Irawan mengatakan, Komisi VII DPR RI sudah selesai membahas revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Drafnya sudah diserahkan ke Badan Legislasi DPR RI. Pada Prinsipnya, kata Gus, revisi itu untuk memperkuat posisi PT Pertamina agar dapat menguasai produksi minyak dalam negeri.
“Di sejumlah negara, perusahaan migas milik negara paling tidak menguasai 50 persen dari total produksi dalam negeri. Sementara, Pertamina hanya menguasai 25 persen,” kata Gus.
Menurut Gus Irawan, selama ini, PT Pertamina diposisikan sebagai perusahaan migas biasa sebagaimana perusahaan lain. Saat tender, posisinya sama dengan perusahaan lain. Padahal, pertamina memiliki tugas ganda. Selain mencari profit, Pertamina juga harus menjamin kedaulatan energi.
Rhenald Kasali mengatakan, tantangan perusahaan migas saat ini semakin berat. Pada beberapa tahun lalu, harga minyak mentah di atas 100 dollar AS per barrel. Saat ini, harganya cuma sekitar 50 dollar AS per barrel.“Hanya perusahaan yang bisa melakukan efisiensi yang bisa bertahan dan memperoleh keuntungan,” katanya.