Sistem Zonasi Diterapkan, Siswa Harus Mendaftar di Sekolah Terdekat
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerimaan peserta didik tingkat SD, SMP, dan SMA sederajat mulai tahun ajaran 2017/2018 harus mengikuti ketentuan mengenai zonasi. Peserta didik harus diterima di sekolah yang terdekat dengan rumah. Namun, ketentuan soal zonasi ini dapat dilakukan secara bertahap, bergantung kesiapan pemerintah daerah masing-masing.
"Ada semangat untuk membuat mutu sekolah sama baiknya. Karena itu, sistem zonasi mulai diterapkan dalam penerimaan siswa baru mulai tahun ajaran baru nanti, yang pendaftaran untuk sekolah negeri pada Juni-Juli. Ketentuan ini mengacu pada Peraturan Mendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang baru diterbitkan Mei ini. Nanti, pemda yang menindaklanjuti sesuai kondisi di daerah nasing-masing," kata Kepala Subbagian Hukum pada Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan M Hartono dalam acara diskusi publik bertema "Menyoal Kebijakan Penerimaan Siswa Baru Kemdikbud dan Kemenag 2017" di Jakarta, Kamis (18/5). Diskusi digelar Network for Education Watch (NEW)/Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Indonesia, Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transformasi Pendidikan (KMSTP).
"Ada hal baru soal zonasi. Pemda harus menetapkan zonasi sesuai kondisi daerah dan daya tampung sekolah. Terkait zonasi, paling sedikit 90 persen menerima siswa yang tinggal di daerah yang masuk zonasi supaya jarak rumah dan sekolah terjangkau," kata Hartono.
Sekolah tetap bisa menerima siswa di luar zonasi dari jalur prestasi sekitar 5 persen dari daya tampung. Demikian pula siswa yang pindah dari daerah lain karena mengikuti orangtua yang pindah atau karena bencana alam sekitar 5 persen.
Mengacu pada permendikbud terbaru soal PPDB, ditetapkan untuk SD diutamakan menerima siswa baru yang sudah berumur 7 tahun dan mempertimbangkan jarak rumah dan sekolah. "Tidak boleh ada tes membaca, menulis, dan menghitung untuk siswa SD," ujar Hartono.
"Tidak boleh ada tes membaca, menulis, dan menghitung untuk siswa SD."M Hartono
Adapun untuk siswa SMP dan SMA, soal jarak sekolah dan rumah jadi pertimbangan utama, selain pertimbangan lain, seperti nilai saat lulus di sekolah sebelumnya atau prestasi lainnya. SMK tidak mengikuti zonasi karena bidang keahlian yang beragam.
Jumlah siswa
Menurut Hartono, penerimaan siswa baru juga harus mengikuti ketentuan jumlah siswa per kelas dan jumlah rombongan belajar per sekolah. Untuk SD, setiap kelas menampung 20-28 siswa, SMP 20-32 siswa, SMA 20-36 siswa, serta SMK 15-36 siswa. Untuk SD luar biasa ditetapkan maksimal lima siswa serta SMP dan SMA luar biasa masing-masing maksimal 8 siswa per kelas.
Sekolah pun, ujar Hartono, harus mulai mengikuti ketentuan soal jumlah rombongan belajar atau kelas. Di SD ditetapkan 6-24 rombongan belajar, SMP 3-33 rombongan belajar, SMA 3-36 rombongan belajar, dan SMK 3-72 rombongan belajar.
"Ketentuan ini supaya ada pemerataan siswa di sekolah-sekolah. Apalagi, ke depannya dengan sistem zonasi, pemerintah harus menjamin mutu sekolah yang setara di daerahnya," kata Hartono.
Selain itu, diatur bahwa sekolah negeri dan swasta yang menerima dana bantuan operasional sekolah (BOS) tidak boleh memungut dana PPDB. Meski demikian, sekolah diperbolehkan membuka sumbangan yang besarannya tidak diatur serta tidak memaksa.
Sekolah diperbolehkan membuka sumbangan yang besarannya tidak diatur serta tidak memaksa.
Memastikan kualitas
Koordinator JPPI Ubaid Maraji mengatakan, semangat dalam permendikbud soal PPDB terutama zonasi patut diapresiasi. Namun, pemerintah dan pemda harus memastikan sekolah yang ada di pinggiran pun, yang diakses siswa miskin, punya kualitas yang sama baik dengan sekolah-sekolah di kota. "Ketentuan ini harus dipastikan bisa diimplementasikan pemda. Soal peningkatan mutu sekolah, bisa dilakukan dengan merotasi guru-guru berkualitas ke sekolah yang butuh dukungan dalam peningkatan mutunya," ujar Ubaid.
Koordinator KMSTP dan Peneliti ICW, Febri Hendri, mengatakan, penerimaan siswa baru harus transparan dan akuntabel, bebas dari intervensi pejabat hingga politisi yang mau menitipkan anak atau kenalannya di sekolah tertentu yang dianggap favorit. Selain itu, perlu juga mengawasi sekolah swasta yang semakin mahal mematok biaya sekolah demi melindungi masyarakat untuk benar-benar mendapatkan layanan pendidikan bermutu seperti yang dijanjikan pengelola.
Sekretaris Asosiasi Orangtua Murid Peduli Pendidikan Indonesia Jumono mengatakan, masyarakat, terutama siswa miskin, sering terhambat urusan administrasi dan biaya dalam penerimaan siswa baru. "Harus dipastikan siswa baru tidak terhambat dalam penerimaan," kata Jumono.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.