SEMARANG, KOMPAS — Sebanyak 14 taruna Akademi Kepolisian Semarang, Jawa Tengah, tingkat III ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan yang berujung kematian Mohammad Adam (20), taruna tingkat II. Para tersangka berbagi peran agar tindakan kekerasan tidak diketahui petugas.
”Peran masing-masing tersangka berbeda. Ada yang memukul, memberi instruksi, dan mengawasi pintu atau akses masuk agar tidak diketahui pembina di Akpol,” kata Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah Inspektur Jenderal Condro Kirono dalam keterangan pers di kantor Polda Jateng, Sabtu (20/5).
Sebanyak 14 taruna tingkat III yang ditetapkan sebagai tersangka adalah CAS, RLW, GCN, EA, JED, MB, CAE, HA, AKU, GJN, RAP, RK, IZ, dan PDS. Mereka bakal dijerat dengan Pasal 170 subsider 351 Ayat 3 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Atas perbuatannya ini, tersangka berada di bawah pengawasan provos dan sementara tidak dizinkan mengikuti pendidikan di Akpol.
Condro mengatakan, penetapan tersangka dilakukan setelah polisi melakukan tiga kali olah tempat kejadian penganiayaan di gudang berukuran 4 meter x 8 meter, flat A taruna tingkat III Akpol, Semarang.
Penyidik menyita 18 barang bukti, antara lain aluminium sepanjang 56 sentimeter dan berdiameter 2 sentimeter, kunci sepeda, sarung tangan, kopel rem, raket badminton, dan tongkat kayu.
Dari pemeriksaan 35 saksi yang terdiri dari 21 taruna tingkat II dan 14 taruna tingkat III, korban berkali-kali dipukul dengan benda tumpul di bagian dada hingga kejang dan pingsan. Para tersangka berusaha menyadarkan korban dengan menggunakan obat gosok dan kipas angin. Pada Kamis sekitar pukul 02.30, korban dibawa ke Rumah Sakit Akpol, tetapi akhirnya meninggal.
”Hasil otopsi, ditemukan luka di bagian dada yang membuat korban lemas dan tidak bisa bernapas,” kata Condro.
Gubernur Akpol Inspektur Jenderal Anas Yusuf mengatakan, tersangka tidak langsung dikeluarkan dari Akpol. Mereka akan menjalani sidang dewan akademik yang dihadiri Dewan Kehormatan Kepolisian Negara RI. Putusan sidang tersebut akan menentukan tersangka dikeluarkan atau tidak dari Akpol. Meski demikian, para tersangka terbukti melakukan pelanggaran berat.
Permohonan maaf
Anas menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga korban dan semua orangtua taruna Akpol atas peristiwa tersebut. Pihaknya akan mengevaluasi sistem pendidikan terutama pengajaran, pelatihan, dan pengasuhan. Anas mengimbau orangtua tidak perlu cemas karena ia memastikan kejadian serupa tidak akan terulang.
”Berkali-kali sudah kami sampaikan, tidak diperbolehkan tindakan kekerasan di Akpol,” ujar Anas.
Menurut komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Andrea H Poeloengan, penyidikan kasus ini hanya sebagian kecil dari akar permasalahan. Akpol perlu berbenah dengan kajian mendalam mulai dari fasilitas hingga sumber daya manusia. Ia menyarankan agar penempatan taruna Akpol dipisahkan setiap klusternya agar tidak ada lagi tindak kekerasan antara senior dan yunior.
”Pembenahan dilakukan agar kualitas pendidikan Akpol semakin baik di masa depan,” ucap Andrea.
Andrea juga menekankan, tidak ada perilaku militeristik dan kekerasan di Akpol. Kalaupun hal itu terjadi, hanya oknum-oknum tertentu yang melakukannya.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.