Seruan dari Jantung Negeri, Ayo Bangkit!
Rangkaian acara memperingati lahirnya organisasi kepemudaan Budi Utomo ini dirayakan di beberapa tempat nyaris seharian penuh.
Upacara yang diselenggarakan resmi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Taman Monumen Nasional (Monas) di kawasan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, mengawali rangkaian peringatan hari spesial, Sabtu (20/5).
Selanjutnya, warga Ibu Kota diajak menyelami semangat kebangkitan bangsa dengan beramai-ramai bersenang-senang di konser Kebangkitan Nasional Indonesia yang digelar di Taman Kota Waduk Pluit, Jakarta Utara, pukul 14.30-17.30.
”Engkau lilin-lilin kecil, sanggupkah kau mengganti, sanggupkah kau memberi seberkas cahaya. Engkau lilin-lilin kecil, sanggupkah kau berpijar, sanggupkah kau menyengat seisi dunia....”
Suara Once Mekel yang menyanyikan ”Lilin-lilin Kecil” itu disambut penonton yang kompak ikut bersenandung bersama. Seusai memainkan emosi penonton dengan lirik lagu yang sendu, Once langsung menggebrak panggung dengan lagu penuh semangat, ”Bendera”, yang dipopulerkan oleh grup band Cokelat.
Meski panas terik, warga tetap memadati konser. Sebagian warga memakai setelan baju merah-putih yang melambangkan nasionalisme dan kebinekaan. Mereka juga membawa poster bertuliskan NKRI harga mati. Mereka bergembira, menikmati sajian musik, dan berswafoto bersama.
Di taman seluas 10 hektar yang berada di Penjaringan, Jakarta Utara, itu warga juga menghabiskan waktu luang di akhir pekan dengan bercengkerama. Mereka duduk di gelaran tikar-tikar sewaan. Di atas rumput hijau subur, mereka melempar pandang ke Waduk Pluit yang luas meski airnya masih menebar bau kurang sedap.
Konser Kebangkitan Nasional Indonesia sengaja dibuat Pemprov DKI Jakarta yang berkolaborasi dengan sukarelawan dan musisi tersohor Indonesia, seperti Once Mekel, Maia Estianty, Giring Ganesha, Tompi, Katon Bagaskara, Cherrybelle, dan Pasto.
Konser mengusung tema ”Satukan Semangat untuk Satu Negeri dan Jadilah Bagian dari Meriahnya Kebangkitan Indonesia”. Sejumlah lagu bertema nasionalisme dilantunkan, di antaranya ”Indonesia Pusaka” dan ”Maju Tak Gentar”.
Di waktu bersamaan, di Taman Aspirasi Monas, tepat di seberang Istana Presiden, juga digelar acara meriah. Tidak hanya diisi dengan orasi tentang kebinekaan oleh perwakilan lintas agama, tetapi juga ada sajian lagu-lagu daerah, tarian Nusantara, dan marching band. Kegiatan itu diselenggarakan oleh kelompok Gerakan Cinta Bangsa dan Pancasila (Genta Pancasila) serta mendapat pengamanan dari Banser NU.
Seusai membacakan doa yang dibacakan bergantian oleh perwakilan setiap agama, massa menerbangkan balon warna merah putih yang membawa spanduk bergambar Garuda Pancasila dan kelima sila Pancasila. Penyanyi Melanie Subono memeriahkan suasana dengan ikut menyumbangkan lagu.
Monas-Waduk Pluit
Tugu Monas dan Waduk Pluit menjadi simbol penting kembalinya rasa asli Indonesia. Monas dibangun semasa era kepemimpinan Presiden Soekarno. Lewat Monas dan bangunan lain yang didesain penuh ciri keindonesiaan itu, Soekarno mengkristalkan semangat nasionalisme, bangga menjadi satu bangsa Indonesia.
”Pekerjaan belum selesai, mari kita terus menjaga semangat untuk menjaga persatuan bangsa. Hidup berdampingan dengan menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945,” ujar Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.
Lalu, apa nilai penting Waduk Pluit?
Waduk Pluit dulu adalah salah satu tangkapan air di Jakarta yang diokupasi hunian liar. Sekitar empat tahun lalu, saat Presiden Joko Widodo masih menjabat Gubernur DKI Jakarta, pembenahan pun dilakukan. Warga direlokasi ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dan waduk direvitalisasi. Kini, waduk kembali berfungsi sebagai daerah tangkapan air.
Perlu diingat bahwa masih banyak pekerjaan rumah Pemprov DKI dalam menata rusunawa agar makin manusiawi sebagai tempat relokasi warga sasaran penertiban. Namun, dampak lain, seperti terciptanya ruang publik baru yang luas yang bisa dinikmati siapa saja serta kembalinya waduk sebagai pengendali banjir, tidak bisa ditepikan.
”Tempat ini sekarang bisa menampung ribuan orang, tempat parkirnya juga bagus, dan juga di sini digelar berbagai macam produk unggulan dari ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM),” kata Djarot.
Perbedaan itu kekuatan
Sabtu malam seakan menjadi penutup serangkaian acara kebangkitan nasional di Ibu Kota. Doa bersama digelar di Kompleks Makam Mbah Priok, Koja, Jakarta Utara. Aliran warga dari banyak tempat di Jakarta dan sekitarnya menuju kompleks ini sudah berlangsung sejak sore hari. Mereka datang untuk bersama-sama memanjatkan doa keselamatan bangsa agar kedamaian hadir di Indonesia.
Salah satu yang hadir adalah Haryanto Arbi. Ia turut naik ke panggung dan membacakan puisi tentang kebinekaan Indonesia. Haryanto mengisahkan perjuangannya di ajang Piala Thomas 1998 saat Indonesia dilanda kerusuhan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Beban memikirkan nasib keluarga di Tanah Air tidak menyurutkan semangat tim.
”Semangat kami tidak sirna, demi berkibarnya Merah Putih kami melupakan perbedaan SARA. Tim bulu tangkis terdiri atas berbagai perbedaan, kami berbeda tetapi justru perbedaan yang membuat kami juara,” katanya. (Dian Dewi Purnamasari/Wisnu Aji Dewabrata)