logo Kompas.id
UtamaStandar Kompetensi Mendesak
Iklan

Standar Kompetensi Mendesak

Oleh
· 3 menit baca

DEPOK, KOMPAS — Indonesia harus menyiapkan sumber daya manusia yang tepat dengan berbasis kompetensi. Jika tidak, negeri ini dipastikan sulit menuai manfaat bonus demografi dan mewujudkan cita-cita menjadi delapan negara ekonomi terbesar dunia pada 2045.Karena itu, perlu dipertegas standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) yang bisa menjadi acuan lembaga pendidikan dan pelatihan, termasuk perguruan tinggi dan vokasi.Hal itu disampaikan Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Sumarna F Abdurahman dalam orasi ilmiah pada Dies Natalis IX Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat, Senin (22/5). Menurut Sumarna, belakangan ini terjadi pergeseran peta kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja. Pada dekade 1980-an, Indonesia menghadapi krisis tenaga kerja di tingkat operator dan teknis. Saat ini bergeser ke sulitnya mencari tenaga tingkat manajerial ke atas.Berdasarkan pengamatan bursa kerja yang dilaksanakan Kementerian Tenaga Kerja dan kementerian lainnya, ujar Sumarna, hanya sekitar 40 persen tenaga kerja yang bisa direkrut. Di pasar kerja daring juga hanya sekitar 40-55 persen yang memenuhi persyaratan perusahaan."Pengembangan pendidikan vokasi juga masih terseok-seok karena Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta Kementerian Koordinator Perekonomian belum mengoptimalkan sinergi pemerintah-industri-pendidikan/pelatihan," ujarnya.Standar kompetensi Sumarna mengatakan, selama lebih dari 10 tahun implementasi sistem pengembangan tenaga kerja berbasis kompetensi belum seperti yang diharapkan. Penyusunan standar kompetensi (pencerminan dari kebutuhan industri terhadap kemampuan tenaga kerja) yang seharusnya dilakukan asosiasi industri tidak berjalan. Justru kementerian/lembaga pemerintah yang menyusun.Kondisi itu, lanjut Sumarna, mengakibatkan lembaga pendidikan/pelatihan belum semua mengacu pada standar kompetensi, khususnya SKKNI. Akibatnya, ketimpangan kompetensi antara hasil pendidikan dan kebutuhan industri terus terjadi. Selain itu, proses pembelajaran, pelatihan terkendala kualitas guru, instruktur, serta ketersediaan sarana belajar atau pelatihan.Sumarna mengatakan, sudah saatnya pemerintah mengalokasikan anggaran pada industri untuk mengembangkan SKKNI. "Kami mendorong dibentuknya sistem pendanaan pengembangan keahlian untuk mempercepat penyediaan SDM tenaga kerja berkualitas," ujarnya.Dalam menghadapi tantangan bonus demografi dan negara ekonomi delapan terbesar dunia, Indonesia harus menyiapkan SDM berkualitas di sektor maritim, pariwisata, dan ekonomi kreatif dengan didukung pembangunan sektor infrastruktur.Di sektor perikanan, sebagian besar SDM belum memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Sampai 2019, Indonesia butuh sekitar 1,9 juta tenaga kerja kompeten dari tingkat operator, teknisi, dan manajemen. Di sektor pariwisata, pada 2017 butuh 2,4 juta tenaga kerja baru bidang perhotelan.Demikian pula pembangunan infrastruktur. Khusus konstruksi dibutuhkan 750.000 tenaga kerja bersertifikat. Kenyataannya, tenaga kerja di bidang konstruksi masih berijazah SMP ke bawah. Direktur Program Pendidikan Vokasi UI Sigit Pranowo Hadiwardoyo mengatakan, dunia pendidikan berupaya keras untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja/wirausaha. Lulusan vokasi dibekali dengan sertifikat kompetensi sebagai bukti kesesuaian kompetensinya dengan dunia kerja. "Karena itu, Program Vokasi UI mendirikan Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Kesatu (LSP-P1) agar semua lulusan disertifikasi. Nantinya juga untuk program sarjana," ujarnya. (ELN/YUN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000