Produk Pangan Bermasalah Masih Ditemui Jelang Ramadhan
Oleh
Didit Putra Erlangga Rahardjo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Obat dan Makanan menjumpai produk pangan ataupun tempat distribusi dan penjualan makanan yang bermasalah saat menggelar penyisiran satu minggu menjelang bulan puasa dimulai. Angka tersebut kemungkinan terus meningkat menjelang bulan puasa dan Idul Fitri, termasuk satu minggu sesudahnya.
”Pada bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri lumrah terjadi peningkatan permintaan produk pangan dari masyarakat. Momen tersebut dimanfaatkan pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab untuk menjual produk yang tidak memenuhi syarat keamanan dan mutu,” kata Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito di Jakarta, Rabu (24/5).
Hanya dalam minggu pertama pengawasan dengan 712 sarana distribusi pangan yang didatangi, diketahui 40 persen dari angka itu dikategorikan tidak memenuhi ketentuan karena menjual produk pangan kedaluwarsa, rusak, dan tidak memiliki izin edar. Dari 177 sarana bermasalah itu, didapatkan 152.065 kemasan, 74 persen didominasi produk tanpa izin edar, 23 persen sudah habis masa berlakunya, dan 3 persen dalam keadaan rusak.
Kawasan Indonesia timur pun ditengarai menjadi lokasi peredaran produk pangan yang disebut BPOM bermasalah. Manokwari, misalnya, memimpin dalam jumlah temuan produk kedaluwarsa dengan jumlah 28.222 kemasan dan diikuti Jayapura 1.973 kemasan.
Jayapura menjadi daerah dengan kasus temuan produk dalam keadaan rusak di Indonesia dengan jumlah 4.032 kemasan dan diikuti Padang dengan 244 kemasan. Lampung menjadi daerah dengan kasus produk tanpa izin edar terbanyak, yakni 76.060 kasus.
Penny menjelaskan bahwa mendistribusikan produk pangan yang tidak memiliki izin edar, kedaluwarsa, nomor izin palsu, ataupun rusak memiliki sanksi sendiri yang diatur dalam UU Nomor 18/2012 tentang pangan. Sanksi maksimal untuk pelanggaran-pelanggaran tersebut adalah penjara 2 tahun dan denda Rp 4 miliar.
”Cara terbaik untuk memastikan keamanan produk adalah mengunjungi situs kami dan memasukkan nomor registrasi atau nama produk dan bisa dilakukan secara mudah lewat perangkat bergerak seperti ponsel pintar,” kata Penny.
Selain produk pangan dalam kemasan, BPOM juga meminta masyarakat untuk mewaspadai pangan takjil yang dipakai untuk membatalkan puasa. Berdasarkan pengalaman selama tiga tahun terakhir, masih ditemui pangan yang mengandung formalin, boraks, dan rhodamin.
Formalin kerap dipakai untuk makanan, seperti bakso, bubur sumsum, es buah, dan agar-agar, sedangkan boraks ditemui pada bakso, cincau, cimol, lontong, tahu, sotong, kerupuk, dan mi. Rhodamin-B yang biasa dipakai sebagai bahan pewarna sering ditemui pada mutiara, pacar cina, cendol, es delima, agar-agar, bolu, kue lapis, sambal, terasi, kerupuk, dan sirup.
Deputi Bidang Pengawasan Kemasan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Suratmono mengatakan, pelanggaran untuk pangan takjil umumnya dilakukan pengusaha yang tidak mengerti larangan penggunaan bahan tersebut. Motifnya adalah menjaga makanan mereka tetap awet serta berwarna cerah agar menarik minat para konsumen.
Dalam kesempatan yang sama juga dilaporkan hasil operasi pemberantasan pangan ilegal yang dipelopori International Criminal Police Organization (ICPO), Interpol, dan Europol. Indonesia baru mengikuti dua kali operasi dengan sandi Opson ini yang berlangsung dari Januari hingga Maret lalu.
Hasilnya, terdapat 146 sarana yang menyimpan atau memproduksi produk pangan bermasalah. Dari sana disita 13,2 juta kemasan produk yang nilainya ditaksir mencapai Rp 18,8 miliar.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.