Sebar Damai di Atas Papan Permainan
Senyum tersungging di wajah Arrazi Nur Insan Arafah (11). Bocah asal Kota Cimahi, Jawa Barat, itu yakin strategi badai yang diterapkan akan membawanya tiba lebih dulu ketimbang tiga kompetitornya pada permainan papan Festival Lembah Baliem, Papua. Namun, hasilnya seperti bumerang. Badai justru menyulitkan langkahnya.
Permainan di atas papan berjudul The Festivals itu diluncurkan di Bandung, Sabtu (20/5) lalu. Pembuatnya adalah Manikmaya, penerbit board game asal ”Kota Kembang”.
Bersama ayah, adik, dan puluhan peserta lain, Arrazi menjadi kelompok pertama yang bermain board game tentang penjelajahan 20 festival budaya Nusantara itu. Pada Hari Kebangkitan Nasional Indonesia, mereka diajak berkenalan dengan Festival Danau Toba (Sumatera Utara), Festival Erau (Kalimantan Timur), hingga Festival Teluk Jailolo (Maluku Utara).
The Festivals bukan yang pertama dibuat Manikmaya. Beberapa judul lain sudah dirilis. Salah satunya Mahardika, yang mengisahkan perjuangan pendiri bangsa melahirkan republik ini. Kini, Manikmaya dalam proses pembuatan permainan papan bertema rempah-rempah dan terumbu karang.
”Kami ingin mengembangkan permainan sebagai sarana pendidikan yang menyenangkan,” kata Manajer Bisnis Manikmaya Andre Dubari.
Tema Indonesia
Permainan papan ini mirip catur atau monopoli. Dimainkan di atas papan khusus untuk tempat bergerak bidak. Permainan bisa dilakukan dua orang atau lebih. Awalnya populer di Jerman dan Amerika Serikat, board game merambah Indonesia. Permainan ini mulai populer di Indonesia tahun 2014. Kompas pernah menyelenggarakan pelatihan pembuatan permainan papan di beberapa kota bekerja sama dengan perusahaan pengembang board game.
Setidaknya ada tujuh judul permainan papan bertema Tanah Air dibuat penerbit mancanegara. Namun, tak banyak informasi dan promosi Indonesia yang bisa digali.
Andre mencontohkan Batavia buatan perancang permainan papan asal Swedia. Kisahnya lebih banyak mengulas ekspansi kongsi dagang negara Eropa tempo dulu. Hal itu mendorong pencinta permainan papan Indonesia berkreasi. Banyak informasi dan pengetahuan digelontorkan dalam permainan papan yang mereka ciptakan. Peserta diajak mengetahui Indonesia lebih dalam lewat cara menyenangkan.
”Sambutan masyarakat sangat baik. Board game lokal kini terus berkembang,” kata Andre.
Data Asosiasi Penggiat Industri Board Game Indonesia, tahun 2015 baru ada empat pembuat permainan papan. Kini, jumlah mereka 14 orang dan telah menghasilkan 25 permainan papan beragam judul.
”Penggemarnya dari dalam dan luar negeri. Waktu mengikuti Essen Spiel 2014 di kota Essen, Jerman, 400 unit permainan papan berjudul Mat Goceng dan Mashup Monster ludes dalam sehari,” ujarnya.
Essen Spiel atau Essen Bermain adalah pameran permainan papan terbesar di dunia. Tiga tahun lalu, Manikmaya menjadi wakil Indonesia di sana. Mereka pergi bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
”Oktober tahun ini, kami berencana pergi mewakili Indonesia dengan biaya sendiri. Kami yakin The Festivals, Aquatico, Keris Tanding, dan Mahardika akan diminati seperti Mat Goceng,” katanya.
Desainer Mat Goceng, Brendan Satria, tengah menyempurnakan permainan papan itu agar lebih menyenangkan saat dimainkan. Tema yang diambil tetap sama. Mat Goceng membawa pesan damai dan keragaman.
”Kerukunan antaretnis saya alami di sekitar rumah di Matraman. Tetangga saya ada orang Melayu, China, hingga Arab. Saya asli Betawi. Nama Brendan diambil orangtua sebagai singkatan dari berkah di bulan Ramadhan,” katanya.
Dari Solo, Jawa Tengah, Inspira Creative Labs juga menyiapkan diri membawa pesan damai Indonesia ke Jerman. Pendiri Inspira Creative Labs, Erwin Jarot Skripsiadi, akan membawa permainan papan berjudul Senggal Senggol Gang Damai (SSGD) ke Jerman.
Erwin mengatakan, misi utama SSGD yang dibuat tahun 2015 adalah menciptakan kerukunan di tengah perbedaan. Pemain harus bersama-sama menjaga 20 tokoh untuk tidak pindah rumah. ”Jika ada lima tokoh pindah, berarti misi semua pemain dianggap gagal. Keberhasilan adalah buah kerja bersama semua pemain,” katanya.
Setengah jam kemudian, The Festivals usai dimainkan Arrazi dan keluarga. Melihat wajah anak-anaknya masih ingin bermain, Sandri Justiana (40), ayah Arrazi, mengizinkan mereka membeli satu permainan papan lain. Monas Rush jadi pilihan.
Monas Rush adalah juara favorit Board Game Challenge 2015 dan permainan papan keempat yang diproduksi harian Kompas setelah Waroong Wars (Surabaya), Pagelaran Yogyakarta (DI Yogyakarta), dan Perjuangan Jomblo (Bandung).
Monas Rush bercerita tentang kota metropolitan bernama Hewanesia, tempat tinggal hewan yang majemuk. Misi utamanya, setiap peserta berlomba naik puncak Monas.
”Permainan ini bagus untuk anak-anak memahami kebersamaan di Indonesia. Kekhawatiran disintegrasi bangsa diharapkan tidak terjadi saat permainan papan ini dimainkan,” katanya.