DALAM perjalanan panjangnya, Surabaya telah mengalami perbaikan dan perkembangan di berbagai sektor. Menjelang ulang tahun ke-724, yang jatuh setiap 31 Mei, Surabaya mendapat kado berupa 25 karya seni visual dengan potret kondisi ”Kota Pahlawan” terkini. Karya-karya tersebut mengandung kritik dan harapan agar Kota Pahlawan tumbuh semakin dewasa.
Semua karya itu merupakan ekspresi dari 25 orang, terdiri dari mahasiswa, dosen, dan alumnus Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Kristen Petra Surabaya. Karya-karya tersebut ditampilkan dalam pameran karya seni visual bertajuk ”Kotakukotakita”, 5 Mei-3 Juni 2017, di galeri House of Sampoerna, Surabaya, Jawa Timur.
Di galeri itu, pengunjung bisa melihat berbagai karya seni visual, meliputi lukisan, ilustrasi, instalasi, foto, dan video. Salah satu yang menarik perhatian adalah karya instalasi berjudul ”Menjadi Surabaya” buatan Rebecca Milka Natalia (38), dosen Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Kristen Petra.
Dari jarak sekitar 5 meter, karya berukuran 60 cm x 60 cm yang tergantung di dinding itu terlihat seperti peta Kota Pahlawan pada umumnya. Namun, saat kaki melangkah mendekat, karya instalasi itu ternyata hanya menampilkan guntingan beberapa bagian peta Surabaya yang telah difotokopi.
Guntingan peta itu ditata secara acak dan diwarnai dengan cat poster tiga warna, yakni merah, kuning, dan hijau. Di samping instalasi tersebut, terdapat kertas berisikan penjelasan ketiga warna itu. Merah berarti kawasan itu tengah berkembang, kuning berarti kawasan padat, dan hijau berarti kawasan yang masih banyak lahan kosong.
”Saya becermin dari pengalaman pribadi setelah tinggal di Surabaya selama 35 tahun. Meski Surabaya mengalami perbaikan, ada beberapa kawasan yang penataannya bisa diperbaiki. Ada pula kawasan yang belum sepenuhnya tersentuh,” ujar Milka, yang juga koordinator pameran tersebut, Kamis (4/5).
Selain menaruh kertas berisi penjelasan, Milka menyiapkan stiker dengan sejumlah gambar seperti berbagai moda transportasi, pusat perbelanjaan, jalan, perpustakaan, serta taman. Pengunjung diajak menempelkan stiker pada peta untuk menyampaikan fasilitas apa yang ingin dikembangkan di suatu lokasi pilihannya.
Salah satu pengunjung yang hadir, misalnya, menempelkan stiker taman pada guntingan peta Kecamatan Karangpilang. Kawasan itu berwarna hijau, atau masih memiliki banyak lahan kosong.
Generasi muda
Dalam pameran itu, kritik juga ditujukan pada generasi muda di Surabaya, yang tertuang dalam karya berjudul ”Menjaga Kearifan Lokal Bisa Terasa Nikmat” milik Anisa Nada (19), mahasiswa Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Kristen Petra. Pada kertas berukuran 42 cm x 30 cm, Anisa menampilkan gambar piring berisi tahu petis dengan latar belakang gedung-gedung tinggi. Di sela-sela tahu petis itu, terselip gambar uang kertas.
Anisa menuturkan, karya yang digores menggunakan pulpen itu dibuat berdasarkan keresahannya terhadap teman-temannya yang enggan berkumpul di angkringan. Menurut dia, pemuda di Surabaya lebih memilih berkumpul di kafe-kafe modern karena mengutamakan gengsi salah satunya untuk dipamerkan di media sosial.
Padahal, Surabaya menyajikan berbagai macam pilihan kuliner lezat di sejumlah angkringan yang tersebar di sejumlah kawasan. ”Generasi muda seharusnya bisa mendukung para pedagang tradisional dengan membeli makanan mereka,” kata Anisa.
Melalui 25 karya yang ditampilkan, ke-25 perupa itu ingin mengingatkan pemkot beserta masyarakatnya untuk terus memperhatikan dan menjaga kota yang sama-sama dicintai itu. Sebab, meski sudah berevolusi, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan bersama-sama untuk menjadikan Surabaya kota yang semakin nyaman bagi warganya. Selamat Ulang Tahun Ke–724 Kota Surabaya!