BANYUMAS, KOMPAS — Penyebaran informasi, terutama melalui media sosial, secara bijaksana menjadi tanggung jawab setiap orang. Media pun berperan penting untuk menjaga toleransi serta harmoni masyarakat Indonesia yang beragam.
Persoalan itu mengemuka dalam Seminar Hari Komunikasi Sosial Nasional yang digelar Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (27/5). Sebagai narasumber adalah Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama Eusabius Binsasi, Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Komputer Prof Dr Richardus Eko Indrajit, Pemimpin Suara Surabaya Media Errol Jonathans, dan Wakil Pemimpin Redaksi Kompas Trias Kuncahyono.
Menurut Eko, mengutip pesan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), teknologi pada dasarnya netral. Tinggal siapa yang menggunakannya. ”Internet itu teknologi yang diciptakan manusia untuk mempermudah pekerjaan. Jika sampai ada salah guna dari teknologi itu, jangan salahkan teknologinya, tetapi salahkan manusianya,” kata Eko dalam seminar bertemakan ”Jangan Takut, Aku Bersamamu: Komunikasikan Harapan dan Iman”, di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Yos Sudarso, Purwokerto.
Menurut Eko, tujuan komunikasi mengalami pergeseran, yaitu dahulu untuk menyampaikan pesan. Namun, dengan paradigma baru, tujuan komunikasi lebih dari itu, yaitu membuat orang mau melakukan apa yang kita inginkan. Ketika tujuannya untuk memengaruhi, media sosial menjadi sangat strategis dipakai untuk kampanye atau menyebarkan sesuatu yang dipercayai.
Eko mengatakan, maraknya penyebaran informasi berkonten negatif bisa diatasi dengan memperbanyak penyebaran informasi dengan konten positif. ”Pikirkan sebelum Anda klik. Pikirkan sebelum forward. Pikirkan sebelum download atau upload,” ujarnya.
Sikap kritis
Errol menuturkan, untuk bisa membedakan hoaks atau bukan, antara lain diperlukan sikap kritis dan tidak mudah percaya atas informasi yang diterima. Perlu juga bertanya kepada diri sendiri, apakah siap untuk bertanggung jawab atas informasi yang akan disebarkan itu. ”Pertanyakan dan cari kebenarannya di media mainstream (arus utama),” ujarnya.
Trias menambahkan, informasi yang benar dapat mencerahkan kehidupan, menjadi sarana pendidikan yang efektif, menghindarkan salah paham, dan sarana penting untuk menciptakan perdamaian. Informasi yang benar juga membuka peluang untuk memperbaiki nasib.
Trias menyebutkan pula, pengaruh media massa dalam masyarakat amat dahsyat sehingga pengelola media perlu mempertimbangkan agar yang dipublikasikan itu bisa turut menciptakan kedamaian, kerukunan, dan memberikan nilai kehidupan yang baik. Setiap berita atau foto yang ditampilkan pasti akan ada dampaknya.
Adapun Eusabius mengatakan, informasi adalah ”makanan” yang diperlukan manusia. Informasi dapat memberikan dampak positif, tetapi juga bisa sebaliknya. Berkembangnya berita bohong kini dalam masyarakat merupakan tanggung jawab bersama. Kementerian Agama mengajak umat beragama untuk bijaksana memanfaatkan media sosial. (dka)