MARAWI, SABTU — Untuk mengalahkan kelompok ekstrem Maute, militer Filipina mulai mengerahkan kekuatan yang lebih besar. Setelah sebelumnya menurunkan sejumlah tank dan helikopter serbu, pada Sabtu (27/5) militer Filipina mulai mengirim jet-jet tempur ke medan pertempuran.
Jet-jet itu menembakkan roket ke posisi kelompok Maute yang bersembunyi di rumah-rumah. Untuk mencegah militer salah sasaran, sejumlah warga sipil Marawi melambai-lambaikan bendera Filipina dari jendela rumahnya. Cara itu dilakukan untuk menunjukkan mereka bukanlah anggota kelompok Maute.
”Saya melihat dua jet menukik ke bawah dan mengebom posisi Maute berulang kali,” ujar Alexander Mangundatu, petugas keamanan di Marawi.
”Saya kasihan kepada warga dan wanita yang berada di dekat daerah sasaran. Mereka terjebak dalam konflik. Saya harap ini segera berakhir,” kata Alexander lagi.
Menekan pemberontak
Penggunaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) berat dilakukan karena tentara Filipina kian yakin tokoh utama kelompok Maute yang mereka kejar, Isnilon Hapilon, masih berada di Marawi. ”Kami mencoba menggunakan kekuatan semaksimum kami,” ucap Mayor Jenderal Carlito Galvez, yang memimpin komando militer di wilayah Mindanao Barat.
”Tujuan utama serangan ofensif ini adalah untuk menekan pelanggaran hukum dan menjaga normalitas di Marawi sehingga warga dapat kembali beraktivitas, terutama pada bulan Ramadhan,” tutur Carlito.
Juru Bicara Militer Filipina Brigadir Jenderal Restituto Padilla mengatakan, pasukan pemerintah berusaha membersihkan kota dari sisa-sisa kelompok Maute. Beberapa warga sipil menolak untuk mengungsi karena ingin menjaga rumahnya. Sikap itu memperlambat operasi militer yang digelar pemerintah. ”Tak apa-apa, asalkan warga sipil tidak terluka,” katanya.
Sejauh ini, operasi militer yang digelar sejak Selasa lalu menewaskan 44 orang. Sebanyak 31 orang di antaranya anggota kelompok ekstrem. Hingga saat ini, belum jelas berapa jumlah warga sipil yang menjadi korban. Namun, pertempuran di Marawi mengakibatkan ribuan warga sipil melarikan diri atau mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Keberadaan kelompok Maute, yang menyatakan kesetiaannya kepada Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), membuat Presiden Filipina Rodrigo Duterte semakin yakin atas keberadaan sel teroris itu di kawasan, terutama di Filipina. ”Bisa dikatakan, NIIS sudah ada di sini,” kata Duterte.
Terkait situasi itu, selain memerintahkan pemberlakuan darurat militer di Mindanao, Presiden Duterte juga memberikan keleluasaan kepada aparat untuk merebut Marawi. ”Anda bisa menangkap seseorang atau menggeledah tanpa surat perintah,” ujar Presiden Duterte.
Meskipun demikian, ia masih membuka ruang untuk berdialog dengan kelompok militan yang menguasai sebagian kota Marawi. Namun, Duterte menegaskan, jika mereka tak dapat diyakinkan untuk berhenti bertempur, tentara Filipina siap bertarung melawan para teroris.
Awal serangan
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, operasi militer digelar di Marawi, Selasa lalu, untuk menangkap salah satu pemimpin teroris di Filipina, Isnilon Hapilon. Saat itu, komandan salah satu kelompok bersenjata Abu Sayyaf itu diyakini bersembunyi di Marawi setelah sebelumnya diketahui terluka akibat pertempuran pada Januari lalu.
Meski demikian, operasi tidak berjalan dengan lancar. Mengetahui kedatangan tentara Filipina, kelompok Isnilon meminta bantuan kelompok militan lain, termasuk Maute.
Mereka kemudian menyerang balik tentara dan polisi Filipina serta memaksa mereka keluar dari Marawi. Kelompok itu mulai menduduki sebagian kota Marawi, memasang bom di sudut-sudut jalan, dan menyandera sekelompok warga, termasuk seorang pastor. Sidney Jones, ahli keamanan regional, mengatakan, meskipun Isnilon dapat dibunuh, gerakan Maute tidak akan berhenti.
Seorang perwira tinggi militer Filipina, Jenderal Eduardo Ano, mengatakan, operasi militer di Marawi tersebut kemungkinan akan membutuhkan waktu sekitar seminggu. ”Kami akan menjadikannya sebagai tempat pemakaman bagi mereka,” ucap Ano.
Menurut Ano, di antara para teroris yang bersembunyi di Marawi, ada sejumlah warga asing, seperti dari Indonesia dan Malaysia.
”Kami menduga hal itu, tetapi kami masih memastikannya,” ujar Ano lagi. (AP/AFP/Reuters/JOS)