MANILA, KOMPAS — World Street Food Congress atau Kongres Makanan Jalanan Dunia menyemarakkan Manila, Filipina, dari Rabu (31/5) hingga Kamis (1/6). Kongres ini didatangi ribuan wisatawan dari lokal Filipina hingga penjuru dunia. Martabak buyung san fransisco yang menjadi salah satu representasi Indonesia di ajang makanan jalanan dunia itu tampil sebagai favorit.
Kongres Makanan Jalanan Dunia diadakan oleh Makansutra, organisasi nonpemerintah dari Singapura yang aktif mengangkat kuliner warisan dunia. Tahun ini, mereka didukung oleh Kementerian Pariwisata Filipina. KF Seetoh, pendiri Makansutra, mengatakan, ada 13 negara yang terlibat dalam acara itu dan ada 28 macam makanan jalanan yang ditawarkan. Berbagai makanan yang terpilih itu datang dari penjuru dunia, mulai dari Benua Asia, Eropa, hingga Amerika.
Dari sejumlah macam jajanan itu, tiga macam dari Indonesia, yakni martabak buyung san fransisco dan siomay putri dari Bandung, serta iga babi bakar dari Bali. Ketiga jajanan itu dipilih karena cita rasa yang mereka miliki, adanya keterikatan dengan warga lokal, serta sejarah jajanan itu sendiri.
Pada hari pertama, martabak buyung menempati peringkat teratas. Pembeli mengantre untuk bisa mencicipi martabak yang mereka sebut sebagai ”Indonesian’s pancake” tersebut.
Sisig paella, salah satu makanan khas dari Filipina, juga laris manis. Makanan itu disajikan oleh Cafe de Fleur milik Sao Del Rosario, chef ternama dari Filipina.
Selain Indonesia, Malaysia, dan Filipina, ada pula makanan dari Thailand, China, Jerman, Spanyol, serta Amerika Serikat. Mereka menawarkan sosis, fish and chips, pizza, tortilla, dan empanada. Semua makanan itu dibuat sendiri oleh hawker atau koki jalanan dan koki restoran dari negara asalnya.
Berkreasi
Tahun ini, kongres tersebut mengambil tema ”Re-Imaginating Possibility” yang artinya membuka pancaindra dan pikiran dari pencinta dan kreator makanan untuk berkreasi mengembangkan jajanan warisan leluhur.
Katherin De Castro, mewakili Pemerintah Filipina, dalam pidatonya mengatakan, Filipina kini giat menggenjot kuliner mereka untuk tujuan turistik. Mereka mempunyai banyak festival makanan dan tawaran berwisata kuliner ke penjuru Filipina. ”Kami juga ingin mengawetkan warisan leluhur kami yang berupa kekayaan kuliner,” katanya.
Dalam kongres itu, dibuka pula dialog tentang ide dan kreativitas dalam pengembangan kuliner jalanan yang lebih berkualitas, penuh ide, dan tentu saja aman dan teratur. Para pembicara hadir dari berbagai latar belakang profesi dan negara, di antaranya Greg Drescher, wakil presiden dari Institut Kuliner Amerika; Andy Yang, chef penerima bintang Michelin asal Thailand; dan bloger kenamaan Anton Diaz.
Odilia Winneke, penulis buku resep, editor dari Detik.com, dan juga eksekutif produser dari berbagai program memasak di televisi, mewakili Indonesia sebagai pembicara dalam forum tersebut. Odilia mengenalkan potensi jajanan berlabel halal. Odilia juga mengenalkan Gibran Rakabuming Raka, pemilik bisnis martabak Markobar, dalam forum tersebut.
Gibran berbagi pengalaman tentang mengelola bisnis martabaknya. Tahun lalu, berdasarkan data dari Makansutra, jambore dan kongres makanan dunia itu didatangi 75.000 pengunjung. Ada 24 jenis makanan dari sembilan negara yang ditawarkan, dan martabak Markobar Indonesia, menurut KF Seetoh, merupakan stall terlaris saat itu. Antrean pembeli bahkan dilaporkan mencapai satu kilometer lebih. (SIWI YUNITA CAHYANINGRUM dari Filipina).