JAKARTA, KOMPAS — Salah satu anggota DPR periode 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar, Markus Nari, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Markus diduga menjadi salah seorang yang terlibat menyuruh politikus Hati Nurani Rakyat, Miryam S Haryani, melakukan pencabutan berita acara pemeriksaan yang dibuatnya di hadapan penyidik saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta beberapa waktu lalu.
”MN juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan kasus indikasi pemberian keterangan tidak benar dengan tersangka MSH. MN juga berusaha mencegah upaya penyidikan dan penuntutan kepada terdakwa dalam kasus KTP elektronik,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Jumat (2/6).
Sebelumnya, Miryam juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga memberikan keterangan tidak benar di persidangan perkara korupsi pengadaan KTP-el. Miryam mencabut keterangannya di berita acara pemeriksaan (BAP). Padahal dalam BAP tersebut, Miryam dengan gamblang menerangkan aliran dana dari pengadaan KTP-el mengalir ke sejumlah politikus di Senayan.
Saat keterangan Miryam dikonfrontasi di persidangan dengan keterangan penyidik KPK, Miryam bergeming. Dia tetap mencabut keterangannya. Penyidik KPK yang bersaksi di persidangan dan dikonfrontasi dengan Miryam, antara lain Novel Baswedan, Ambarita Damanik, dan Irwan Santoso. Menurut keterangan Novel saat bersaksi di persidangan tersebut, Miryam kepada penyidik KPK pernah mengaku ditekan sejumlah anggota Komisi III DPR saat tahu dirinya dijadikan saksi dalam penyidikan kasus korupsi KTP-el.
Buntut dari penetapan tersangka Miryam inilah KPK kemudian mengusut siapa saja anggota DPR yang diduga menekan politisi perempuan dari daerah pemilihan Cirebon dan Indramayu tersebut. KPK pun kemarin secara resmi menetapkan Markus Nari sebagai tersangka. KPK menduga Markus menjadi salah seorang yang berada di balik pencabutan BAP Miryam.
Atas perbuatannya tersebut, Markus disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Markus sudah dicegah bepergian ke luar negeri oleh KPK sejak 20 Mei lalu.