Energi Gelap, Si Penyokong Ekspansi Alam Semesta
Sejak 1990-an, energi gelap dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam ekspansi alam semesta yang dipercepat. Namun hingga kini, wujud energi gelap itu belum diketahui. Demikian pula nasib akhir dari ekspansi alam semesta itu.
Peran energi gelap dan masa depan ekspansi alam semesta itu disampaikan astrofisikawan dari Sekolah Riset Astronomi dan Astrofisika, Universitas Nasional Australia, Brian P Schmidt, dalam kuliah umum bertajuk "The Accelerating Universe" di Universitas Indonesia, Depok, Senin (29/5).
Schmidt adalah pemenang Hadiah Nobel Fisika 2011 bersama Adam G Riess dan Saul Perlmutter, keduanya dari Amerika Serikat. Mereka bertiga dianugerahi Hadiah Nobel atas penelitian yang membuktikan alam semesta mengembang atau berekspansi dengan percepatan yang terus meningkat.
Mengembangnya semesta sebenarnya sudah diketahui sekitar seabad lalu sebagai konsekuensi dari teori Dentuman Besar (Big Bang) yang memicu terbentuknya ruang dan waktu. Basis empiris pertama ekspansi semesta itu diperoleh Vesto Slipher pada 1916 yang mengamati pergeseran spektrum sejumlah galaksi. “Hasilnya, semua galaksi itu bergerak menjauhi Bumi,” kata Schmidt.
Selanjutnya, pengamatan Supernova Tipe Ia yang dilakukan Schmidt-Riess dan Perlmutter secara terpisah menunjukkan cahaya supernova itu terlalu lemah jika diukur berdasar jaraknya. Kondisi itu menunjukkan, galaksi jauh tempat supernova itu berada, bergerak makin jauh dan makin cepat dari Bumi. Temuan inilah yang membuktikan semesta mengembang dipercepat.
Dalam astronomi, supernova dijadikan patokan pengukuran jarak karena cahayanya yang terang membuatnya mudah diamati dari galaksi lain. Sedangkan Supernova Tipe Ia adalah ledakan bintang katai putih yang berasal dari bintang ganda.
Belum bisa dipastikan
Lantas, apa yang mendorong ekspansi semesta? Berdasar perhitungan matematis, ekspansi ini hanya mungkin terjadi jika didorong massa yang sangat besar. Namun, analisis dari seluruh materi tampak, seperti bintang, galaksi, hingga debu antarbintang, hanya menyumbang 5 persen dari massa yang seharusnya ada untuk membuat alam semesta mengembang seperti saat ini.
Schmidt mengatakan, penelitian lanjutan menunjukkan pendorong terbesar ekspansi alam semesta yang dipercepat itu adalah energi gelap (dark energy), yakni sebesar 70 persen, dan materi gelap (dark matter) sebesar 25 persen. Dikatakan gelap karena ujud dari energi dan materi itu belum diketahui pasti dan menjadi topik riset utama ahli kosmologi saat ini.
“Materi tampak dan materi gelap bersifat menarik sedangkan energi gelap justru mendorong semesta,” tambahnya.
Banyak perkiraan tentang materi gelap muncul. Salah satunya, obyek-obyek masif tetapi berukuran kompak, seperti bintang katai merah, katai coklat, bintang neutron, hingga lubang hitam berukuran kecil. Dugaan lainnya adalah partikel-partikel masif dengan interaksi gaya nuklir lemah. Kesamaan dari semua materi itu adalah sama-sama tidak terlihat.
Sementara dugaan energi gelap pun beragam, mulai dari konstanta kosmologi, bentuk energi yang belum diketahui dan mengisi semesta, dan sejumlah kandidat lain yang semuanya belum bisa dipastikan. Namun, menurut Schmidt, energi gelap sepertinya terikat pada ruang. Akibatnya, saat semesta mengembang akan menciptakan energi gelap dan ruang.
“Makin besar ekspansi semesta, makin banyak energi gelap yang tercipta untuk melawan gravitasi. Makin banyak ruang tercipta, makin besar pula energi gelapnya,” katanya.
Mengubah pandangan
Diketahuinya keberadaan energi gelap mengubah pandangan para ahli tentang nasib masa depan alam semesta. Dalam model standar kosmologi, nasib semesta ditentukan oleh geometrinya. Namun, dalam model itu, apa pun bentuk geometri semestanya, kecepatan ekspansi semesta akan semakin kecil.
Jika geometri semesta berbentuk membulat (spherical), semesta akan terus mengembang sampai pada satu titik tertentu akhirnya berhenti dan runtuh. Pada geometri semesta datar, semesta akan mengembang terus hingga kecepatannya mendekati nol. Selanjutnya, jika geometri semesta berbentuk hiperbola, semesta akan terus mengembang dengan kecepatan mendekati nilai tertentu yang bukan nol.
Namun keberadaan energi gelap membuat geometri semesta tak lagi menentukan nasib semesta sepenuhnya. Energi gelap lah yang akan menentukan nasib akhir semesta. Artinya, meski geometri semesta datar, semesta bisa mengembang hingga akhirnya runtuh, kecepatan pengembangannya mendekati nol, atau mendekati angka tertentu yang bukan nol.
Membangun jaringan
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) UI, Abdul Haris, mengatakan, kehadiran sejumlah peraih Hadiah Nobel memberikan kuliah umum di Indonesia bisa dimanfaatkan untuk membangun jaringan riset bagi para mahasiswa dan dosen. Terlebih, para pemenang Hadiah Nobel itu biasanya memiliki kelompok-kelompok riset.
Selain itu, upaya mereka mengembangkan lembaga riset dan membangun riset juga bisa dipelajari untuk memperkuat proses riset universitas-universitas di Indonesia. Tak menutup kemungkinan pula, kegigihan mereka melakukan riset hingga menghasilkan anugerah paling bergengsi dalam ilmu pengetahuan, Hadiah Nobel, juga bisa ditiru.