Wisata Religi yang Kian Bernilai
”Jadikan kunjungan Anda bernilai ibadah. Bacalah Al Quran walau satu ayat.”
Kutipan pesan ini menyambut Kompas dan orang yang berkunjung ke obyek wisata religi Al Quran Al Akbar di kawasan Gandus, Palembang. Siang yang panas, Senin (22/5), tidak menyurutkan langkah pengunjung untuk menyaksikan kumpulan kaligrafi ayat-ayat Al Quran yang diukir dengan tinggi 15 meter dan bentang sekitar 8 meter. Dengan ukuran tersebut, Al Quran ini diklaim sebagai Al Quran terbesar di dunia.
Ukuran kaligrafi bertingkat yang sangat tinggi menciptakan kekaguman bagi setiap pengunjung yang baru datang untuk pertama kali. Dengan cat warna emas, Al Quran raksasa itu menarik minat pengunjung untuk mendekat dan membaca dari dekat dari setiap tingkat yang tersedia.
”Ini pertama kali saya ke sini, bersama anak-anak. Ukiran Al Quran-nya sangat besar dan mengagumkan,” kata Farida, pengunjung dari Prabumulih.
Ratusan orang datang ke tempat itu setiap hari untuk melihat kemegahan kaligrafi yang mulai dibuat sejak tahun 2002 itu. Sejak diresmikan 30 Januari 2012, obyek wisata ini menjadi salah satu tujuan wisata religi populer di Palembang.
Tingkat kunjungan akan semakin ramai menjelang bulan puasa atau mendekati Idul Fitri. Setidaknya ada 500 orang datang berkunjung ke tempat ini setiap hari. Jumlah ini akan bertambah hingga 1.000 orang pada akhir pekan. Bahkan, pada momen Tahun Baru 2017, ada 5.000 orang yang datang berkunjung.
Pemandu wisata Al Quran Al Akbar, Asri, menerangkan, untuk datang ke tempat ini, pengunjung hanya dikenai biaya masuk Rp 5.000. Biaya itu pun bersifat sukarela. ”Tiket masuk merupakan infak, kalau tidak mau membayar, tidak apa-apa, tetapi nama pengunjung tetap harus dicatat,” ujarnya.
Pembuatan kaligrafi ini bermula dari inisiatif Syofwatillah Mohzaib Hafiz, yang merupakan anggota DPR RI, yang berkeinginan membuat mushaf Al Quran terbesar di dunia dengan menyematkan ornamen dan ukiran khas Palembang. Kaligrafi tersebut diukir di atas kayu tembesu. Dipilihnya kayu ini karena dinilai kuat dan tahan lama.
Niat itu kemudian terealisasi pada 15 Maret 2002 saat Syofwatillah menciptakan satu keping Al Quran Al Akbar (Surat Al Fatihah) yang terbuat dari kayu tembesu berukuran 177 cm x 140 cm dengan ketebalan 2,5 cm.
Pembuatan Al Quran ini dilanjutkan di Jalan Pangeran Sido Ing Lautan Lorong Budiman, No 1.009, Kelurahan 35 Ilir Tangga Buntung, Palembang. Awalnya, pembuatan Al Quran raksasa ini menurut rencana diselesaikan pada tahun 2004, tetapi rencana penyelesaian itu meleset ke tahun 2009.
Molornya waktu pembuatan disebabkan oleh keterbatasan dana. ”Harga kayu tembesu saat itu naik signifikan sehingga berpengaruh pada peningkatan biaya produksi,” ujar Asri.
Selain biaya produksi, rumitnya pembuatan kaligrafi juga menjadi penyebab lamanya pembuatan Al Quran ini. Untuk membuat karya akbar ini, dibutuhkan ketelitian dan juga kesabaran. Sebelum diukir di atas papan, ujar Asri, tulisan ayat Al Quran ditulis di atas karton. Lalu, tulisan tersebut dijiplak di atas kertas minyak.
Kemudian, kertas minyak tersebut ditempel di atas papan kayu tembesu yang sudah disiapkan. Huruf-huruf di atas kertas minyak ini menjadi patokan bentuk huruf kaligrafi yang harus diukir. Dalam menukir kaligrafi Al Quran ini, pengukir menggunakan kaligrafi Khat Naskhir standar tulisan Al Quran yang dijadikan standar terbitan Arab Saudi dan Kementerian Agama RI.
Asri menerangkan, untuk mengukir semua Al Quran ini, dibutuhkan tim 27 orang. Selain itu, pembuatan kaligrafi ini juga diawasi ulama, tim pentashih (ulama ahli Al Quran), dan para hafidz sehingga apabila terjadi kesalahan langsung diperbaiki.
Meski sudah diawasi dan dibaca berulang-ulang, masih ada kesalahan yang ditemukan. Kesalahan itu ditemukan oleh Hidayat Nur Wahid. ”Saat itu juga kesalahan langsung diperbaiki,” ujarnya.
Tepat tahun 2008, Al Quran Al Akbar yang bernilai Rp 1,4 miliar ini rampung. Al Quran ini terdiri dari 630 halaman, 315 lembar, terdiri dari juz 1 sampai juz ke 30. ”Berat di setiap lembar mencapai 50 kilogram,” ujar Asri.
Setelah rampung, awalnya Al Quran ini dipamerkan di Masjid Agung Palembang. Namun, sejak 2012, Al Quran ini dipindahkan ke lokasi yang sekarang. Tujuannya agar mempermudah proses perawatan.
Asri mengatakan, walaupun sudah rampung, sampai saat ini baru 1-15 juz Al Quran yang dipajang. Itu karena keterbatasan ruang. Namun, dalam waktu dekat, pengurus akan memasang juz ke 16-30. ”Ruang sudah dipersiapkan tinggal waktu dan pemenuhan biaya pemasangan,” ujar Asri.
Setelah diresmikan, setidaknya wisatawan dari 51 negara dunia sudah mengunjungi Al Quran Al Akbar. Bahkan, keberadaannya sudah diakui qori Dan qori’ah internasional. ”Karena itu keberadaannya perlu dijaga,” ujar Asri.
Asri mengatakan, dengan adanya obyek wisata ini, diharapkan meningkatkan minat masyarakat, terutama pemeluk agama Islam untuk lebih gemar membaca Al Quran. ”Ini juga menjadi salah satu media syiar dan kesenian Islam,” katanya.
Saat memasuki bulan puasa, beragam kegiatan dilaksanakan. Mulai dengan berbuka puasa bersama sampai dengan shalat bersama. Selain dengan anak yatim piatu, buka puasa bersama ini juga melibatkan para siswa Pondok Pesantren Al Ihsaniah yang bersebelahan dengan obyek wisata ini.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Palembang Isnaini Madani mengatakan, kawasan pariwisata Al Quran Al Akbar menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang ke Palembang. ”Kawasan ini menjadi salah satu obyek wisata religi di Palembang,” kata Isnaini.
Ia mengutarakan, Kota Palembang dianugerahi potensi pariwisata religi yang sangat besar. Potensi itu muncul berkat ada akulturasi sejumlah budaya yang tumbuh di dalamnya, mulai dari budaya Arab, Melayu, dan Tionghoa. ”Ketiganya memiliki peran penting sebagai pendongkrak pariwisata di Palembang,” katanya.
Misalnya untuk kebudayaan Arab ada beberapa kebudayaan yang menjadi pendongkrak jumlah wisatawan seperti Ziarah Kubroh. Sementara untuk kebudayaan Tionghoa, Palembang memiliki Pulau Kemaro yang menyimpan sejarah terkait kebudayaan Tionghoa. ”Jika ini dapat dikelola dengan baik, akan memberikan potensi pariwisata yang besar,” katanya.
Karena itu, ujar Isnaini, pihaknya akan terus mempromosikan wisata religi kepada wisatawan. Khusus untuk kawasan pariwisata Al-Quran Al Akbar, pihaknya berencana membenahi kawasan tersebut dengan membangun gapura, trotoar, dan penunjuk arah menuju obyek kawasan wisata. Pantauan Kompas, akses untuk menuju kawasan tersebut cukup sempit. Wajar karena kawasan itu berada di tengah permukiman warga.
Dengan pengelolaan ini, kata Isnaini, target wisatawan pada tahun 2017, yakni 2,1 juta wisatawan Nusantara dan 12.000 wisatawan mancanegara, dapat tercapai. ”Tahun 2016, jumlah wisatawan Nusantara mencapai 1,9 juta orang, sedangkan wisatawan mancanegara mencapai 8.000 orang. Dengan pengoptimalan wisata religi, saya yakin target wisatawan tahun ini bisa tercapai,” katanya.