JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyambut baik fatwa dari Majelis Ulama Indonesia terkait pemakaian media sosial. Kementerian Komunikasi dan Informatika pun segera menyiapkan sosialisasi untuk menindaklanjuti fatwa tersebut.
”Kami tadi malam (Senin, 5/6) sudah membuat infografisnya, (harus) melakukan apa, (yang) enggak boleh apa,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/6).
Sehari sebelumnya, MUI menyebutkan bahwa dalam bermuamalah menggunakan media sosial, Muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan, persaudaraan, saling wasiat akan kebenaran, serta mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dalam bermuamalah, fatwa MUI itu juga mewajibkan setiap pengguna media sosial mempererat hubungan persaudaraan, kebangsaan, dan persaudaraan kemanusiaan.
Setiap pengguna media sosial juga diminta membangun kerukunan, baik internal umat beragama, antarumat beragama, maupun antarumat beragama dan pemerintah.
Beberapa pedoman yang dikeluarkan antara lain terkait menyebarkan konten/informasi melalui media sosial. Setiap orang tidak boleh langsung menyebarkan informasi tanpa verifikasi dan proses tabayun serta memastikan manfaatnya.
Adapun pembuatan konten/informasi harus benar, terverifikasi, tidak menyakiti orang lain, dan bermanfaat. Konten juga tak boleh berisi hoaks, fitnah, gibah, namimah, bullying, dan ujaran kebencian.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, peranan media sosial dalam kehidupan masyarakat sangat luar biasa. Namun, penggunaan yang salah akan mengacaukan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah harus menghentikan, termasuk apabila teroris menggunakan media sosial dan teknologi siber dalam menyebarkan radikalisme.
Hal serupa dilakukan untuk penyebaran hoaks. Saat ini, kata Wiranto, ada langkah-langkah yang dilakukan satuan tugas antiprovokasi, agitasi, dan propaganda (pro A pro) kendati institusi ini belum diresmikan. Namun, setidaknya, menurut Wiranto, perlu ada kesadaran masyarakat yang bisa ditumbuhkan melalui pemantapan Pancasila dan pemantapan bela negara. Hal ini diharapkan bisa memagari masyarakat dari pelanggaran hukum dan menimbulkan suasana tidak tenteram di masyarakat.
Empat bulan
Tak hanya soal penggunaan media sosial, dalam pengamanan jaringan komunikasi dan ekonomi siber, Menkominfo menambahkan, pemerintah saat ini fokus mempercepat implementasi dan beroperasinya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Semua struktur organisasi BSSN harus rampung terisi dalam empat bulan, sedangkan peralihan tugas dan fungsi harus selesai dalam satu tahun. BSSN dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2017 tentang BSSN.
Lembaga ini mengonsolidasi fungsi dua institusi, yakni Direktorat Keamanan di Kementerian Kominfo dan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg). Fungsinya pun menjadi pengamanan informasi, pemanfaatan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet, keamanan jaringan dan infrastruktur telekomunikasi pada Kementerian Kominfo, serta pelaksanaan semua tugas fungsi Lemsaneg.
”Kominfo sudah membuat standardisasi untuk tiga critical infrastructure, yaitu perbankan, keuangan, transportasi, dan energi. Tentu nanti akan diperluas setelah (kedua lembaga) digabung,” kata Rudiantara. (INA/ONG/JOG)