Qatar, Sejak Lama Menjadi Oposisi
Akhirnya tiga negara Arab kaya Teluk, yakni Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain, menjatuhkan sanksi maksimal kepada Qatar akibat perbedaan pendapat dalam kebijakan kawasan. Mereka memutuskan hubungan diplomatik dan menutup wilayah udara, darat, dan laut untuk semua moda transportasi milik Qatar. Sejumlah negara loyalis Arab Saudi dan Uni Emirat Arab turut bergabung, yakni Mesir, Yaman, pemerintahan Tobruk di Libya timur, Maladewa, dan Mauritius.
Sanksi itu sangat berat bagi Qatar, bahkan lebih berat daripada sanksi yang dijatuhkan Liga Arab kepada Mesir setelah Kairo menandatangani kesepakatan damai Camp David dengan Israel pada 1979. Liga Arab saat itu hanya memutus hubungan diplomatik kolektif dengan Mesir, tetapi tak menutup perbatasan.
Qatar, negeri kecil dengan wilayah terbatas, memikul sangat berat sanksi itu. Doha kini tidak lagi memiliki akses darat ke dunia luar karena satu-satunya perbatasan darat Qatar adalah dengan Arab Saudi. Mereka juga hanya disisakan satu akses udara lewat wilayah udara Iran. Hanya akses laut yang masih terbuka untuk Qatar karena Teluk Persia merupakan perairan internasional. Karena itu, ekspor minyak dan gas melalui Teluk Persia, sumber devisa utama Qatar, tidak akan terganggu. Sanksi terberat adalah aktivitas perdagangan dengan negara-negara pemberi sanksi.
Bukan rahasia
Perbedaan pendapat antara Qatar dan tiga negara Teluk itu bukan rahasia lagi. Qatar belakangan ini memilih sikap independen, kalau tidak bisa dibilang berseberangan, dengan Arab Saudi dan UEA. Dalam budaya politik, Qatar lebih maju dibandingkan dengan Arab Saudi, UEA, dan Bahrain. Konstitusi Qatar lebih modern, yang disahkan lewat referendum 2003. Konstitusi itu mengatur tata kelola pemerintahan oleh emir.
Perilaku politik Qatar yang lebih independen itu ditafsirkan menyimpang dari tradisi politik Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) yang dibayangi hegemoni Arab Saudi. Arab Saudi dikenal sebagai saudara tua dalam GCC. Negara yang masih kental dengan paham puritan dan konservatif, itu, dikenal sangat sensitif terhadap apa pun yang berbau modernisasi dan perbedaan, terutama politik.
Selain Qatar, di GCC juga ada Oman yang dikenal independen. Namun, Oman memilih bersikap netral dan tidak terlibat kubu-kubuan di kawasan Timur Tengah sehingga selamat dari sanksi atau pengucilan. Karena itu, Qatar dan Oman dalam GCC bisa disebut oposan terhadap hegemoni Arab Saudi.
Jika menilik sejarah, keluarga Al-Thani, pendiri Qatar pada abad ke-19, juga dikenal beroposisi terhadap keluarga Al-Saud, pendiri Arab Saudi tahun 1932. Arab Saudi saat itu dituduh berambisi ingin mengekspor ajaran Wahabi ke seluruh jazirah Arab.
Keluarga Al-Thani saat itu merangkul para ulama untuk membendung ajaran Wahabi. Kedekatan keluarga Al-Thani dengan para ulama itu yang menyebabkan Qatar kini dekat dengan kubu islamis.
Konflik lama ini berlanjut setelah meletusnya revolusi Musim Semi Arab tahun 2011. Qatar memilih mendukung revolusi, bahkan bergerak lebih jauh dengan mendukung jaringan Ikhwanul Muslimin (IM), kekuatan politik yang muncul dalam revolusi itu.
Qatar pun menampung banyak tokoh IM yang lari dari Mesir setelah Presiden Muhammad Mursi digulingkan militer pada 3 Juli 2013. Tokoh ulama IM asal Mesir, Sheikh Yusuf Qardhawi, diberi kewarganegaraan Qatar. Hamas, juga bagian dari jaringan IM, kini pun berbasis di Qatar setelah keluar dari Suriah tahun 2012.
Sebaliknya, Arab Saudi, UEA, dan Bahrain memandang sinis pada revolusi Arab dan bersikap antipati terhadap jaringan IM. Dua negara anggota GCC tersisa, Oman dan Kuwait, memilih bersikap netral.
Isu IM itu sempat memicu krisis serius ketika Arab Saudi, UEA, dan Bahrain menarik duta besar mereka dari Qatar pada Maret 2014. Suksesi di Arab Saudi saat Pangeran Salman bin Abdulaziz al-Saud naik takhta pada Januari 2015 menggantikan kakaknya, Raja Abdullah, turut berperan memperbaiki hubungan kedua negara.
Hubungan Qatar-Arab Saudi kembali memburuk pada 23 Mei setelah kantor berita Qatar, QNA, mengutip Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani yang mengatakan, Qatar memiliki hubungan baik dengan Iran dan Israel.
Arab Saudi dan UEA marah besar atas pernyataan itu. Bagi mereka, Iran adalah garis merah yang tidak dapat dikompromikan. Arab Saudi menetapkan Iran, Hezbollah, dan IM sebagai organisasi teroris. Hal itu yang mengantar Arab Saudi, UEA, dan sekutu mereka menyebut Qatar sebagai sponsor terorisme, dalih utama pemutusan hubungan diplomatik dengan Doha saat ini.