logo Kompas.id
UtamaBertahan dalam Kebisingan
Iklan

Bertahan dalam Kebisingan

Oleh
· 5 menit baca

Di balik pembangunan jalan tol untuk menyediakan "karpet merah" bagi pemudik, ada warga yang bermukim di sekitar lokasi pembangunan yang kehidupannya tak lagi sama. Mereka kini berteman dengan suara bising, hamparan debu, dan sebentar lagi kesibukan lalu lalang pemudik. Bak legenda Roro Jonggrang yang meminta Bandung Bondowoso menciptakan seribu candi dalam semalam, begitulah percepatan pembangunan jalan tol mulai dari Brebes hingga Semarang, Jawa Tengah, sekarang ini. Hilir mudik truk hingga getaran tanah akibat dentuman alat berat, siang-malam, terus memecah sunyi dusun-dusun kecil di sekitar lokasi. Walaupun terusik, warga tetap bertahan berbulan-bulan demi proyek nasional tersebut.Di tengah bising dentuman alat berat untuk proyek jalan tol, Windia Kinanti (39) berdiam di rumahnya menonton televisi. Jarak rumahnya yang berlokasi di Desa Jatirawa, Kecamatan Tarub, Kabupaten Tegal, itu hanya 25 meter dari ruas jalan tol. Tidak heran, kegaduhan akibat pekerjaan alat berat sudah seperti "santapan" sehari-hari. "Suara bising dan debu yang bertebaran sudah biasa. Sebagian tembok rumah retak karena getaran. Televisi juga sering mati sendiri. Dikatakan terganggu, ya, jelas terganggu," ujar Windia, akhir pekan lalu. Beberapa bulan ke belakang, Windia dan keluarganya merasakan betul dampak pembangunan Jalan Tol Pejagan-Pemalang Seksi III dan IV. Kebisingan semakin parah, sejak tiga bulan terakhir. Apalagi, pembangunan tol fungsional terus dikebut agar ruas tersebut dapat dilewati pada H-10 Lebaran tahun ini. Para pekerja proyek mengebut pemasangan lapisan beton mutu rendah di sepanjang jalur. Ruas Tol Brebes-Semarang sedianya selesai tahun 2018. Namun, pada arus mudik tahun ini ditargetkan dapat dilintasi secara fungsional guna mengantisipasi kepadatan arus mudik di jalur pantai utara Jateng. Sadar pembangunan tol untuk kepentingan nasional, warga akhirnya beradaptasi dengan kebisingan itu. Mulai dari mengeraskan suara televisi agar lebih jelas terdengar hingga mengenakan masker debu tiap hari. Sumiyati (41), warga Jatirawa lain yang tinggal bersama putrinya yang berusia 4 tahun, juga merasakan betul dampak pengerjaan jalan tol. Selain terkena debu, getaran akibat alat berat juga membuat genteng-genteng di rumahnya berjatuhan. Kaca-kaca pun ikut bergetar.Menurut Sumiyati, hal itu membuat anaknya susah tidur. "Pekerjaan, kan, siang-malam. Anak saya jadinya menangis terus di malam hari dan susah tidur. Kalaupun bisa tidur, tidak lama kemudian terbangun lagi. Hampir setiap hari merasakan seperti itu," ujar Sumiyati. Kendati terganggu, Windia dan Sumiyati tidak bisa berbuat banyak, selain berharap pembangunan segera selesai. Mereka juga berharap uang penggantian akibat terdampak pembangunan jalan tol bisa segera diterima. Sebab, hingga Jumat kemarin, uang belum juga cair. Situasi serupa dihadapi Abdul Rosyid (64) di Desa Sawahan, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah. Rumahnya yang berdinding tembok belum diaci itu menghadap persis jalan tol yang menjadi akses masuk dan keluar pintu tol Klodran, Karanganyar, Jawa Tengah. Rumah Abdul terpisah areal persawahan dengan jarak sekitar 50 meter dari badan tol. Sebagian area sawah ditanami padi, sebagian lainnya dibiarkan ditumbuhi rumput liar. "Dulu di sini pemandangannya sawah semua," kata Abdul. Mulai 19 Juni-2 Juli, jalan tol ruas Solo-Ngawi akan difungsikan sementara sebagai jalur alternatif untuk arus mudik dan balik Lebaran. Abdul mengaku tidak bisa membayangkan suara bising ribuan kendaraan yang bakal melintasi jalan tersebut.Ia hanya berharap pemudik berkendara dengan sopan dan tidak membuang sampah sembarangan. "Saya harus mulai membiasakan diri dengan suara-suara kendaraan," kata Abdul. Abdul mengatakan beruntung proyek jalan tol di dekat rumahnya hampir tuntas. Ketika awal mulai dikerjakan, dari pengurukan tanah hingga pembetonan, setiap kemarau debu selalu beterbangan ke mana-mana. Kendaraan berat dan truk-truk pengangkut material tanah dan pasir silih berganti datang dan pergi. "Banyak petani harus merelakan sawah untuk jalan tol ini," kata Abdul. Salah satu petani yang harus merelakan sawah adalah Rohmad (84), juga warga Desa Sawahan. Siang itu, Rohmad sedang tiduran sambil membaca koran di teras rumah tuanya yang sederhana. Ia harus merelakan sawah warisan orangtuanya seluas 3.600 meter persegi karena terkena proyek jalan tol. "Sekarang saya sudah tidak punya sawah lagi," ujarnya.Setelah tak lagi menjadi petani, Rohmad mengisi sisa hari tuanya mengurus tempat pemakaman umum yang berada persis di sebelah rumahnya, membersihkan halaman rumah, dan bersantai di teras rumah. "Uang ganti rugi sawah sudah habis dibagi-bagi," katanya. Setelah tidak punya sawah lagi, Rohmad kini harus membeli beras untuk kebutuhan makan sehari-hari. Ia mengaku sudah tidak memegang uang hasil ganti rugi sawah. Bahkan, setiap bulan harus mengandalkan uang dari anak-anaknya. "Ada yang memberi Rp 100.000, ada yang Rp 150.000. Saya belanjakan secukupnya," kata Rohmad Pemimpin proyek Jalan Tol Pejagan-Pemalang Seksi III dan IV, Mulya Setiawan, mengatakan, para penghuni rumah yang terdampak pembangunan sebelumnya telah mendapat sosialisasi. Kemudian, telah ditinjau juga, dampak apa yang berpotensi mengganggu warga. "Sebelum memancang lokasi pembangunan, kami sudah memotret kondisi rumah yang kemungkinan terdampak. Itu untuk mengantisipasi warga yang meminta ganti rugi, padahal kerusakan sudah ada sebelum pembangunan," ujar Setiawan. Dia mengatakan, rumah-rumah yang rusak akibat terdampak pembangunan dipastikan mendapat uang pengganti. Ada tim khusus yang menangani hal itu. Adapun besarannya sesuai dengan kerusakan dan atas kesepakatan dengan warga.Setelah berbulan-bulan terusik, warga hanya berharap pembangunan jalan tol bisa berdampak positif bagi perekonomian mereka. Jangan sampai adanya jalur tol justru mematikan ekonomi daerah yang dilintasi. (ADITYA P PERDANA/ ERWIN EDHI PRASETYA)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000