Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat Mayor Jenderal (Purn) Kivlan Zein risi dengan statusnya sebagai tersangka makar. Ia ditangkap di kediamannya oleh polisi, 2 Desember 2016, dan disangka sebagai perencana makar. Status itu tak urung membuat pergerakannya jadi terbatas.
”Saya mau ketemu orang tidak enak karena menyandang status tersangka. Saya dituduh makaris (pelaku makar), sedangkan selama enam bulan ini saya tidak kunjung disidangkan atau dijadikan terdakwa,” ujar Kivlan yang Selasa (13/6) siang menghadiri sidang uji materi terhadap pasal-pasal makar dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
”Saya mau ketemu orang tidak enak karena menyandang status tersangka. Saya dituduh makaris (pelaku makar),” ujar Kivlan.
Pemohon yang mengajukan uji materi atas pasal-pasal makar itu adalah Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Namun, karena pasal yang diajukan menyangkut kepentingannya juga, Kivlan hadir dan ingin mengikuti persidangan itu langsung. Ia ingin memantau sejauh mana respons mahkamah terhadap uji materi atas pasal-pasal makar tersebut. Pasal yang diujikan ialah Pasal 104, 106, 107, 108, dan 110 KUHP.
”Saya sudah datang ke tempat acara itu karena saya diundang. Namun, ada yang membisiki dan menyarankan supaya sebaiknya saya tidak usah datang saja sebab, ya itu tadi, saya dituduh makar. Kan, enggak enak rasanya sudah diundang, tapi dibatalkan undangannya,” tutur Kivlan.
Ia pun menyebut dirinya ”tokoh” yang cinta Tanah Air dan pendukung Republik. ”Bertahun-tahun saya berjuang di Timor Timur dan berbagai tempat lainnya, masak saya dituding makaris,” lanjutnya lagi.
Tuduhan polisi kepadanya yang mengaitkan dirinya dengan peristiwa demo 212 dinilai mengada-ada dan tidak benar. Ia membenarkan bahwa ada rapat dengan sejumlah tokoh, termasuk Sri Bintang Pamungkas dan Rahmawati Soekarnoputri. Rapat tersebut membahas keinginan untuk kembali ke UUD 1945 yang asli sebab UUD 1945 yang telah diamandemen tidak lagi menunjukkan pemihakan kepada rakyat. Mereka juga merencanakan untuk menduduki Gedung MPR.
Kivlan dan sejumlah tokoh lain yang dituding makar berencana mengajukan uji materi juga atas pasal-pasal makar. Ia juga menginginkan polisi membekukan kasusnya atau menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
”Pak Kivlan sempat minta saya jadi konsultan hukumnya, tetapi saya tolak. Kalau mau mengajukan uji materi, sebaiknya maju dengan kuasa hukum sendiri. Sebab, kepentingan saya dengan Pak Kivlan berbeda. Saya tidak membawa kepentingan dari pihak lain,” kata Supriyadi Widodo Eddyono, Direktur Eksekutif ICJR, selaku kuasa pemohon yang juga institusinya.
Di tengah kondisi politik pasca-Pilkada DKI Jakarta yang hangat, uji materi atas pasal-pasal makar ini akan menarik perhatian banyak pihak karena banyak orang berkepentingan, termasuk Kivlan Zein, serta kelompok lain. Kejernihan dan kebijakan mahkamah dalam memutus perkara ini akan menjadi garda utama melindungi konstitusi dan negara dari rongrongan pihak luar ataupun dalam.