Di Senayan, Panitia Angket KPK yang dibentuk DPR bergeming dengan penolakan rakyat, akademisi, dan aktivis antikorupsi. Meski langkah Panitia Angket bahkan dinilai ilegal oleh akademisi yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara, Panitia Angket KPK sama sekali tak peduli.
Bahkan, Ketua Panitia Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa mencibir mereka yang mengatasnamakan publik dan menolak keberadaan Panitia Angket KPK. Agun merasa dirinyalah wakil rakyat yang sebenarnya.
Kegeraman publik terhadap arogansi DPR yang mereka nilai hendak memberangus KPK lewat panitia angket sebenarnya terbaca jelas dari hasil survei terakhir Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Hasil survei SMRC menemukan bahwa kemunculan hak angket KPK oleh DPR tak bisa lepas dari pengusutan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) oleh KPK. Dalam kasus dugaan korupsi KTP-el ini, diduga ada Rp 1,8 triliun uang suap yang mengalir ke DPR agar wakil rakyat meloloskan proyek ini. Sejumlah anggota DPR pun disebutkan dalam surat dakwaan ikut kecipratan uang haram KTP-el.
Setidaknya, sampai saat ini sudah dua anggota DPR yang ditetapkan sebagai tersangka terkait pengusutan kasus ini, yakni Miryam S Haryani dari Fraksi Partai Hanura dan Markus Nari dari Fraksi Partai Golkar. Miryam menjadi tersangka kasus dugaan pemberian keterangan tidak benar dalam sidang perkara korupsi KTP-el. Sementara Markus ditetapkan sebagai tersangka karena diduga berada di balik pihak yang menekan Miryam agar memberikan keterangan tidak benar.
Didukung rakyat
Dukungan rakyat terhadap KPK, seperti dalam temuan survei SMRC, jauh lebih besar daripada dukungan kepada DPR. Dukungan tersebut terlihat di KPK kemarin saat ratusan orang dan sejumlah seniman mendatangi Gedung KPK di Jakarta. Kedatangan mereka sebagai bentuk dukungan kepada lembaga ini untuk menolak proses angket yang saat ini berjalan di DPR. Mereka menyuarakan agar KPK tidak menyerah pada berbagai upaya yang ingin melemahkannya.
Para seniman yang terdiri dari Arswendo Atmowiloto, Harry Tjahjono, Sys NS, Roy Marten, Dwi Yan, Jajang C Noer, dan para aktivis yang tergabung dalam Gerakan Bangsa Bhinneka Tunggal Ika memadati pelataran Gedung Merah Putih. Beraneka spanduk dipegang tiap orang. Salah satunya bertuliskan ”Tolak Hak Angket KPK, DPR Mau Berantas Korupsi Jangan Setengah Hati”.
Selain itu, dua kain putih diletakkan di atas pelataran. Secara bergantian para peserta aksi dan masyarakat membubuhkan tanda tangan sebagai tanda dukungan. Tepat pukul 16.00 WIB, orasi dari para aktivis dimulai. Sementara para seniman yang menjadi penggagas masuk ke dalam gedung untuk bertemu dengan pimpinan KPK.
Sekitar pukul 17.00 WIB, para seniman dan tiga unsur pimpinan KPK, Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang, menghampiri pelataran KPK yang sudah dipadati peserta aksi dan pegawai KPK. ”Kami berterima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh elemen masyarakat yang telah mendukung KPK. Kami akan terus berupaya menuntaskan berbagai perkara korupsi yang ada,” ujar Agus, yang disambut riuh dengan tepuk tangan para peserta aksi.
”Kami berterima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh elemen masyarakat yang telah mendukung KPK,” ujar Agus Rahardjo.
Selanjutnya, bergantian para seniman, yaitu Roy Marten, Harry Tjahjono, dan Sys NS, membacakan puisi berjudul ”Surat Singkat buat Wakil Rakyat”, ”Tanah Air Orang Miskin”, dan ”Maklumat Budaya Tolak Angket KPK”.
”Pesan singkat untuk KPK, ’Lawan dan tangkap koruptor’,” teriak Sys.
Dukungan yang tidak pernah surut ini menjadi pertanda bahwa KPK masih dibutuhkan di negeri yang sarat korupsi ini. Masyarakat masih berharap. Pekerjaan berat bagi lembaga antirasuah tersebut untuk menjaga kepercayaan dan dukungan yang terus mengalir dengan membuktikan ketegasannya.