logo Kompas.id
UtamaBertaruh Nyawa demi Bertemu...
Iklan

Bertaruh Nyawa demi Bertemu Keluarga

Oleh
· 4 menit baca

Di atas jalanan, sepeda motor berkejaran, mengantar para pemudik yang membawa sekarung rindu pada kampung halaman. Rindu yang terkadang tak tersampaikan karena hidup harus tersungkur di ujung aspal. Namun, minimnya pilihan membuat para pemudik tetap menjatuhkan pilihan berkendara pada si roda dua. Habibi Eka (2) membuka matanya setelah terbaring 15 menit. Usapan tangan orangtuanya membangunkannya dari tidur. Habibi kelelahan. Bersama kedua orangtuanya, Habibi ikut berangkat mudik dari Jakarta pukul 06.00. Delapan jam sudah mereka mengarungi aspal pantura sampai tiba di Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, untuk beristirahat, Minggu (18/6).Masih ada sekitar tiga jam perjalanan sebelum sampai ke kampung halaman Habibi di Kabupaten Slawi, Jawa Tengah. Orangtuanya berkeras membangunkan Habibi untuk melanjutkan perjalanan. "Kami kejar sampai rumah sebelum maghrib," ujar ayahnya, Cahyadi (30).Waktu istirahat selesai. Mereka pun naik lagi ke atas motor bebek 110 cc yang dimodifikasi sedemikian rupa agar memuat empat tas sekaligus. Di bagian belakang motor dipasang bambu sebagai tempat bersandar sekaligus tas.Potongan dus diselipkan antara jaket dan perut Cahyadi untuk menangkal angin. Jok motor dilapisi bantal agar nyaman diduduki. Kepala Habibi dilindungi kupluk, sementara tubuhnya berada di pelukan sang ibu.Muhammad Arifin juga memilih mudik dengan sepeda motor. Tujuannya adalah rumah orangtuanya di Ponorogo, Jawa Timur. Mudik dengan menggunakan sepeda motor ke Ponorogo adalah pengalaman baru baginya. Biasanya dia mudik dengan mobil yang dipinjamkan perusahaan tempatnya bekerja. Istri dan anaknya sudah diberangkatkan menggunakan mobil travel seminggu lalu. Arifin tidak mau mengambil risiko membawa serta anak dan istrinya dalam perjalanan jauh. Selain itu, dia nekat membawa motor karena kendaraan itu akan dia gunakan untuk beraktivitas selama di kampung halaman.Berisiko tinggiSepanjang Jakarta-Cirebon, lubang di jalan yang menganga bisa dihitung dengan jari. Namun, tak terhitung jumlah tambalan aspal untuk menutup lubang di sepanjang jalan sehingga ada perbedaan tinggi aspal yang membahayakan pengendara sepeda motor. Meski menghadapi sederet cobaan berat yang bakal menghadang, pemudik tetap memilih berkendara motor untuk mudik. Semua risiko di jalan seakan tidak dipedulikan.Sansono (35), karyawan swasta, memilih mudik dengan sepeda motor ke kampung halamannya di Pekalongan. Biaya murah dan bisa bepergian di kampung halaman jadi alasannya tetap memilih motor sebagai moda transportasi mudik.Untuk sampai di Pekalongan, misalnya, dia memperkirakan cukup mengeluarkan uang tak sampai Rp 100.000. Rinciannya, Rp 30.000 untuk dua kali pengisian bensin masing-masing Rp 15.000 ditambah biaya makan siang sekitar Rp 60.000 untuk dirinya, istrinya, dan anaknya yang baru berusia lima tahun. Bandingkan dengan bus Jakarta-Pekalongan yang saat Lebaran tarifnya Rp 180.000 per orang atau Rp 540.000 untuk tiga orang. Naik kereta, walaupun nyaman, tiket sudah habis tiga bulan sebelum Lebaran. Hal itulah yang membuat jumlah pemudik bersepeda motor bertambah tiap tahun. Menurut perkiraan Kementerian Perhubungan, jumlah pemudik bermotor tahun 2016 mencapai 5,3 juta orang. Jumlah itu naik 15,42 persen daripada tahun sebelumnya yaitu 4,6 juta orang. Jumlah pemudik bermotor mencapai 27,83 persen dari total pemudik tahun ini yang diperkirakan mencapai 19,04 juta orang. Adapun motor menjadi moda transportasi tertinggi kedua yang digunakan pemudik setelah pesawat, yakni digunakan oleh 5,4 juta orang. Baik Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi maupun Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Royke Lumowa berulang kali mengimbau pemudik agar tidak menggunakan sepeda motor dan menyarankan untuk menggunakan moda transportasi lain. Sebab, motor rentan kecelakaan.Berdasarkan data Korlantas Polri, pada periode Lebaran 2016, sebanyak 70 persen kecelakaan dari total 2.900 kecelakaan pada Lebaran tahun lalu dialami sepeda motor.Pengamat transportasi Universitas Gadjah Mada, Sigit Priyanto, mengatakan, sepeda motor tidak direkomendasikan untuk mudik karena memang tidak dirancang untuk bepergian jarak jauh. "Pengemudi akan mengalami titik lelah. Konsentrasi dan fokus bisa menurun sehingga bisa mengakibatkan kecelakaan," ujar Sigit.Meski demikian, pemudik bersepeda motor seakan tidak peduli dengan potensi bahaya yang mengintai. Meski pemerintah sudah menyediakan angkutan gratis sepeda motor dengan kereta api dan kapal laut, pemudik bermotor tetap tinggi, dan bahkan cenderung naik. "Tiap Lebaran menjadi momen melepas rindu, bersilaturahim, dan sungkem dengan orangtua dan keluarga. Saya tidak masalah berkendara motor berjam-jam di pantura," ujar Sansono. Dengan gambaran seperti itu, tidak heran, selama arus mudik dan balik, kasus kecelakaan yang merenggut jiwa paling banyak melibatkan sepeda motor. Sampai kapan ini dibiarkan terus terjadi?(B KRISNA YOGATAMA/ RHAMA PURNA JATI/ ABDULLAH FIKRI ASHRI)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000