Mengingat eksekusinya, penonton barangkali berharap Transformers: The Last Knight benar-benar menjadi cerita terakhir seri film ini. Dengan cerita yang gampang ditebak, alur yang lambat, durasi yang lama, mungkin sudah cukup kita menonton film robot ini untuk kelima kali. Efek visual khusus yang menawan pun tak banyak menolong.
Persembahan terakhir sutradara Michael Bay dalam seri film Transformers lewat Transformers: The Last Knight yang mulai rilis di bioskop Indonesia pada 21 Juni ini memang kurang memuaskan, bahkan dianggap yang terburuk dibandingkan film-film sebelumnya. Sebagian besar film diisi dengan dentuman dan ledakan, yang membuatnya terlalu keras dan bising.
Transformers: The Last Knight menghadirkan kembali bintang-bintang film Transformers sebelumnya, Transformers: Age of Extinction, yakni Mark Wahlberg dan Stanley Tucci (dengan peran berbeda). Bintang-bintang Transformers sebelumnya, Josh Duhamel dan John Turturo, juga muncul lagi melakonkan peran lama mereka, William Lennox dan Seymour Simmons. Peter Cullen pun masih mengisi suara Optimus Prime. Kehadiran aktor kawakan Anthony Hopkins yang aktingnya tetap memukau di tengah cerita yang kurang menarik.
Kisah Transformers: The Dark Knight masih berpusar pada pertempuran dua kubu, yakni manusia yang bersekutu dengan Autobot melawan robot-robot jahat Decepticon. Misinya pun lebih kurang sama, memulihkan Planet Cybertron dengan cara menghancurkan Bumi, atau dulu dikenal sebagai Unicron.
Dengan judul The Last Knight, tak salah apabila penonton langsung mengasosiasikannya dengan legenda Raja Arthur. Dan, benarlah adanya. Ceritanya dimulai tahun 484 ketika Raja Arthur (diperankan Liam Garrigan) berperang melawan musuh yang kuat dan nyaris kalah. Dia meminta bantuan penyihir Merlin (Tucci), yang ternyata meminta bantuan robot alien. Diberilah Merlin tongkat sakti, lalu para robot penjaga tongkat bersatu menjadi robot naga, membantu Arthur sehingga menang.
Cerita melompat 1.600 tahun kemudian, yakni ketika Bumi kacau-balau akibat permusuhan manusia dan robot-robot Transformers. Optimus Prime, pemimpin Autobot, menghilang menemui penciptanya. Dia dipengaruhi Quintessa (suaranya diisi Gemma Chan) agar menghancurkan Bumi demi mengembalikan kejayaan Cybertron.
Sementara itu, Cade Yeager (Wahlberg) sembunyi-sembunyi mencari dan menyelamatkan Autobot yang masih bertahan. Suatu ketika, dia menemukan robot tua sekarat yang memberinya semacam azimat kuno. Dia pun diburu pemerintah lewat tim Transformers Reaction Force (TRF) dan Decepticon.
Hingga suatu ketika, Yeager dibawa ke London oleh robot pelayan Cogman (Jim Carter) untuk bertemu dengan Sir Edmund Burton (Hopkins). Pada saat yang sama, seorang profesor Oxford, Viviane Wembly (Laura Haddock), juga dibawa kepada Burton. Dari situlah dimulai perjuangan menyelamatkan Bumi dari ancaman Cybertron melalui penelusuran naskah kuno hingga kekuatan magis dari mitos tua.
Kurang laga
Film berdurasi 149 menit ini seakan-akan memberikan teka-teki pada awal film dengan perpindahan cerita di sana-sini. Namun, eksekusinya agak berantakan sehingga malah terasa membosankan. Sebagai film aksi, Transformers: The Last Knight justru kekurangan laga. Ledakan dan dentuman lebih mendominasi. Dor, dor, dor, buumm.... Dor, dor, dor, bummm.... Ulangi lagi beberapa kali. Harus diakui, dentuman dan ledakan itu disertai efek visual yang menawan.
Karakter si robot kuning Bumblebee lebih dinamis dan menyenangkan. Optimus Prime tetap berwibawa dengan suara beratnya. Menarik untuk menghitung berapa kali dia berbicara diawali dengan kata-kata ”I am Optimus Prime”. Robot-robot lain hanya pelengkap semata karena muncul sekilas-sekilas.
Dalam beberapa wawancara, Bay dan Wahlberg mengisyaratkan ini film Transformers terakhirnya. Dalam adegan film, ada indikasi sekuel dan spin-off selanjutnya. Belum jelas siapa sutradara berikutnya.
Jika hanya ingin memanjakan mata—termasuk melihat deretan mobil mewah nan keren—bolehlah menonton film ini. Hanya, jangan berharap terlalu banyak dengan ceritanya.