Jumat (30/6) siang ini, Presiden (ke-44) Amerika Serikat Barack Obama dijadwalkan bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat. Terkait dengan kehadiran Obama di Istana Bogor, juga mengingat pertemuan sejumlah tamu negara dengan Presiden Joko Widodo di istana tersebut, harian Kompas kembali menyajikan arsip tentang Istana Bogor. Mari kita simak. (RYO)
Ratusan Perempuan Tanpa Busana
November 1994, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan informal para pemimpin ekonomi forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC Economic Leaders Meeting/AELM).
Acara besar yang dihadiri para pemimpin 18 negara ini diselenggarakan di Jakarta dan di Istana Bogor, Jawa Barat. Sebelum acara berlangsung pada 14 dan 15 November 1994 itu, Presiden Soeharto didampingi sejumlah menteri dan pejabat tinggi pemerintah mengadakan peninjauan di Istana Bogor untuk melihat kesiapan tempat itu untuk acara besar yang dihadiri paling tidak 200 orang dari luar negeri, termasuk para wartawan asing.
Berbagai sudut Istana ditinjau Soeharto yang diiringi sejumlah pengiringnya dari Jakarta. Ketika itu, yang menjadi pemandu peninjauan ini adalah Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Joop Ave yang pernah menjadi Kepala Istana Jakarta (1972-1988). Joop Ave dengan tangkas menjelaskan berbagai tempat dan barang-barang yang disimpan di Istana ini.
Ketika sampai di suatu bangunan rumah di halaman Istana, Joop Ave tidak banyak memberikan penjelasan kepada Soeharto dan rombongan, termasuk para wartawan. Saat itu saya bertanya kepada Menteri Sekretaris Negara Moerdiono, mengapa Pak Joop hanya berdiam diri ketika masuk bangunan itu. Moerdiono yang dekat dengan para wartawan hanya menempelkan jari telunjuknya di depan bibirnya. Artinya, jangan banyak bicara atau bertanya di tempat itu.
Di tempat itu tidak terdengar orang bicara. Kalau bicara hanya berbisik-bisik. Kenapa? Di dalam bangunan rumah itu terpasang atau dipasang puluhan atau bahkan ratusan lukisan koleksi Istana Kepresidenan di masa Presiden RI pertama Soekarno atau Bung Karno.
Sebagian besar lukisan itu adalah lukisan perempuan cantik, tidak ada yang berparas buruk. Hampir semua perempuan dalam lukisan besar itu adalah perempuan tanpa busana.
Sekitar 20 menit, Soeharto dan rombongan berada di dalam ruang penuh lukisan perempuan tanpa busana. Tidak banyak terucap kata. Yang banyak bermain adalah mata memandang, berkerling, mencipit, dan memejam sejenak.
Seingat saya, sebagian besar lukisan itu adalah karya pelukis Basuki Abdullah. Wajah perempuan-perempuan dalam lukisan itu tidak asing bagi banyak orang yang ada di tempat itu. Model dari lukisan itu adalah para selebritas (termasuk yang saat itu telah menjadi istri pejabat atau tokoh masyarakat) dari tahun 1950-an sampai 1990-an. Beberapa perempuan yang menjadi model lukisan ada yang saat ini masih hidup, tetapi sebagian besar telah meninggal.
Saat itu, saya jadi ingat percakapan saya dengan pelukis Basuki Abdullah di sanggar pelukis Sudjojono di Jalan Raya Pasar Minggu, Kilometer 18,2, Jakarta Selatan. Di sanggar tempat Sudjojono melukis atau mengajar melukis para muridnya itu, Basuki Abdullah menceritakan persahabatannya dengan Bung Karno.
”Banyak lukisan foto perempuan yang saya buat dibeli Bung Karno. Ada pula yang saya sumbangkan kepada Bung Karno,” kata Basuki Abdullah saat itu.
Sebelum meninggal pada 25 April 1985, Sudjojono beberapa kali bercerita tentang lukisan-lukisan Basuki Abdullah tersebut. ”Lukisan Basuki Abdullah selalu orang-orang bagus, atau diperbagus atau dipermoi. Saya lebih senang melukis yang kasar-kasar,” ujar Sudjojono beberapa kali. Sejumlah lukisan Sudjojono juga menjadi koleksi Istana, satu di antaranya dipasang di bagian depan Istana Negara pada masa pemerintahan Soeharto.