Diaspora Indonesia: Pecel Sang Diplomat
Makanan tak sekadar ritual memanjakan lidah. Lewat makanan, diplomasi antarnegara bisa dibangun lebih mulus dan luwes. Dari semangkuk laksa bogor dalam jamuan di Kedutaan Besar Indonesia, sejumlah keputusan penting bisa dibuat.
”Kami menyebutnya diplomasi kuliner. Dalam perjamuan makan antarnegara, yang ditanya pertama kali bukan kondisi politik atau ekonomi, melainkan rasa makanan yang disajikan bukan?” kata Yulisa Jatnika, juru masak yang akan bertugas di Kedutaan Besar RI di Inggris.
Yulisa dan 45 juru masak lainnya adalah juru masak yang nantinya menjadi duta kuliner Indonesia di penjuru dunia. Senin dan Selasa lalu mereka belajar lagi seluk-beluk memasak masakan Indonesia di Almond Zucchini Cooking Studio, Jakarta.
Mengapa masakan Indonesia? Para juru masak, toh, orang Indonesia asli yang sudah mahir memasak makanan Nusantara.
Dalam ”kursus” itu, makanan yang sudah akrab, seperti rendang padang, ayam padeh tuna, nasi liwet solo, sate lilit, dan sayur kapau, diajarkan lebih praktis dengan bumbu menyesuaikan tempat yang ada.
Para juru masak ini belajar bersiasat menyesuaikan dengan lingkungan di negeri asing. Meski dengan bumbu terbatas dan situasi darurat, masakan Indonesia harus tetap tampil dengan rasa nikmat dan tentu saja sajian menarik.
Rendang darurat
Rendang padang, misalnya, bakal menjadi salah satu makanan andalan yang disajikan di perjamuan penting kedutaan. Suryani, juru masak yang akan ditempatkan di Swedia, tahu betul susahnya membuat rendang. Selain rasa harus pas, ia juga harus menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengaduk daging di wajan agar bumbu meresap dan daging empuk sempurna.
”Kalau sudah masak rendang, pasti enggak bisa pegang makanan lain,” kata Suryani.
Di kedutaan nantinya, ia hanya mempunyai satu teman juru masak. Jadi, sangat tak mungkin bagi Suryani menghadirkan rendang dalam jamuan makan, apalagi jika tamunya ratusan, bahkan tak jarang ribuan orang.
Pegiat kuliner William Wongso memberikan trik khusus agar rendang bisa dimasak dengan bumbu terbatas dan cepat, tetapi tidak mengurangi cita rasa khasnya. Triknya, dengan menggunakan banyak santan. Santan yang dipilih tak harus segar, tetapi harus dari kelapa yang tua.
”Santan instan produksi Indonesia hampir semua memakai kelapa tua, jadi hasilnya lebih baik, blondo (ampas) lebih banyak, minyak lebih sedikit. Kalau terpaksa memakai santan Thailand, jumlah santan harus ditambah,” kata William Wongso.
Tak perlu pula mengaduk rendang hingga sembilan jam di wajan agar empuk dan bumbu meresap sempurna. Rendang yang sudah dibumbui tinggal dioven dengan teknik rebus selama dua jam. Dengan teknik ini, rendang pun lebih matang merata, empuk, dan tidak kering seperti halnya saat dimasak di wajan selama sembilan jam. Sembari menunggu rendang matang, sang juru masak bisa memasak makanan lainnya.
Bagaimana pula jika bumbu yang dibutuhkan untuk memasak tak tersedia? Cabai, misalnya, bisa disubstitusi dengan paprika, dan pedasnya digantikan dengan jalapeno.
Sejauh ini, menurut William Wongso, bumbu-bumbu yang bisa digunakan dalam masakan Indonesia bisa didapati di toko bumbu Thailand yang sudah banyak ada di sejumlah negara. Hanya saja, rasa dan kualitas bumbunya bisa berbeda.
Serai, misalnya, William Wongso lebih memilih serai Indonesia, yang ukurannya kecil tetapi cita rasanya kuat. Di luar negeri, serai bisa jadi tersedia, tetapi cita rasa yang dihasilkan tak begitu menggigit.
Keragaman bumbu dan bahan di luar negeri juga bisa menjadi inspirasi. Pumpkin atau labu yang banyak terdapat di Eropa dan Amerika, misalnya, bisa dijadikan kue lumpur khas Indonesia. Labu memberikan cita rasa lebih manis dan lembut di lidah dibandingkan dengan kentang, bahan dasar yang biasa digunakan untuk membuat kue lumpur di Indonesia.
Siapa bilang gado-gado, pecel, dan rendang susah disajikan dalam bentuk yang cantik di piring sajian. Makanan ini bisa tampil cantik dalam bentuk finger food atau canape ala Indonesia. Sayur gado-gado, seperti wortel, buncis, dan bayam yang sudah direbus, misalnya, tinggal digulung dengan kol dan diiris membulat serta diberi topping atau pulasan bumbu gado-gado. Jadilah canape gado-gado dengan tampilan cantik.
Rendang daging cincang pun bisa tampil menjadi canape sebagai isian pastel. Cukup ditambah dengan irisan kentang dan wortel, daging rendang pun terasa nendang di mulut dalam balutan kulit pastel yang renyah.
Kurang promosi
Para duta besar dan calon duta besar Indonesia bersama dengan William Wongso, komunitas Aku Cinta Masakan Indonesia, Almond Zucchini, dan Diaspora Indonesia mengadakan kelas kuliner sebagai pembekalan calon juru masak sebelum berangkat bertugas ke kedutaan besar di beberapa negara.
Tujuan mereka bulat, memopulerkan dan meningkatkan citra masakan Indonesia di luar negeri. Selama ini, menurut calon Duta Besar Indonesia untuk Rusia, M Wahid Supriadi, masakan Indonesia punya tempat di hati penggemar kuliner. Hanya saja, masakan Indonesia belum banyak diperkenalkan dan belum punya standar tertentu.
”Rasa pedas, misalnya, tiap-tiap restoran punya standar yang berbeda-beda,” katanya.
Agar lebih populer, mereka pun akan merangkul wirausaha di bidang kuliner untuk ikut memperkenalkan masakan Indonesia di luar negeri. Caranya, tak harus membuka restoran khas Indonesia, restoran milik wirausaha Indonesia cukup memasukkan satu menu unggulan khas Indonesia, seperti soto.
Robert Manan, pengusaha Indonesia yang juga mewakili Diaspora Indonesia, juga memperkenalkan masakan Indonesia lewat food truck. Model food truck tersebut juga akan dibawa ke Amerika. Berbagai masakan soto dan sate cocok sekali dikemas dalam food truck. Dengan cara itu, diharapkan makanan Indonesia pun bisa lebih populer di dunia.
catatan redaksi,
artikel ini pernah diterbitkan di harian Kompas, Minggu, 31 Januari 2016, di halaman 20.