Evakuasi Korban Terkendala Kabut
TEMANGGUNG, KOMPAS — Helikopter milik Badan SAR Nasional, yang hendak memantau situasi setelah letusan kawah Sileri, Dataran Tinggi Dieng, jatuh karena menabrak tebing Gunung Butak di Desa Canggal, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Minggu (2/7), pukul 16.17.
Tiga dari sembilan penumpang ditemukan meninggal. Evakuasi korban terhambat kabut tebal, hujan, dan medan terjal sehingga akan dilanjutkan pagi ini.
Helikopter jenis Dauphin AS365 buatan tahun 2015 itu ditumpangi lima kru dan empat penyelamat dari Basarnas. Helikopter lepas landas dari Bandara Ahmad Yani, Semarang, setelah mengisi bahan bakar sekitar pukul 16.00. Sekitar 17 menit kemudian, Basarnas mendeteksi sinyal distress helikopter di bukit Desa Canggal, Temanggung.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Basarnas Jateng, kesembilan orang itu adalah empat penyelamat, yakni Muhamad Affandi, Nyoto Purwanto, Budi Resti, dan Catur, serta lima kru, yakni Kapten Laut (P) Haryanto (pilot), Kapten Laut (P) Li Solihin (kopilot), Serka Hari Marsono, Peltu Budi Santoso, dan Yoga Febrianto. Hingga pukul 23.00 ditemukan lima orang meninggal. Namun, identitas kelimanya belum dapat dipastikan.
Edi (45), saksi mata asal Desa Canggal, menuturkan, kejadian berlangsung pukul 16.15. ”Saya lihat satu helikopter terbang rendah, sekitar 25 meter dari tanah,” ujarnya.
Sesaat kemudian, dia mendengar dua kali ledakan keras. Beberapa petani di ladang langsung berteriak, ”Tabrakan, tabrakan.”
Saat peristiwa itu terjadi, kabut sangat tebal. Selain itu, topografi di Canggal berupa perbukitan. Wilayah ini berada di sekitar lereng Gunung Sindoro.
Sekitar pukul 22.00, sejumlah mobil ambulans masuk gang-gang kampung untuk menerima korban.
Sebelum naik helikopter, Maulana Affandi yang juga anggota staf Humas Basarnas Wilayah Jateng mengatakan, helikopter akan digunakan untuk pemantauan udara di kawah Sileri, yang mengalami erupsi pada Minggu sekitar pukul 12.00.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng Sarwa Pramana belum bisa memastikan lokasi jatuhnya helikopter termasuk titik rawan bahaya. BPBD Jateng mengerahkan 45 personel dari wilayah Temanggung, Wonosobo, Banjarnegara, Boyolali, Magelang, dan Kendal.
Kapolda Jawa Tengah Irjen Condro Kirono mengatakan, lima jenazah sudah dibawa ke RSUD Temanggung untuk selanjutnya dibawa ke RS Bhayangkara, Semarang. Diperkirakan ada sembilan korban dalam peristiwa tersebut.
Kawah Sileri erupsi
Setelah meletus Minggu pada pukul 11.54, kawah Sileri di Desa Kepakisan, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, ditutup untuk aktivitas pariwisata. Dalam letusan itu, 17 wisatawan luka-luka.
Letusan gas (freatik) yang terjadi di kawah Sileri, Minggu, itu disertai lumpur dan asap hingga ketinggian 50 meter. Adapun ketinggian letusan lumpur mencapai 160 meter. Letusan mengarah ke utara dan selatan tanpa didahului gempa.
Kepala Pelaksana Harian BPBD Banjarnegara Arif Rahman mengatakan, letusan gas di kawah Sileri sudah tiga kali terjadi pada tahun ini. Dua letusan terakhir terjadi pada April dan Mei. Saat ini, kawasan kawah Sileri ditutup sementara karena dikhawatirkan terjadi letusan susulan.
Semua wisatawan yang terluka dirawat di Puskesmas I Batur Dieng. Sebagian besar korban mengalami luka lecet di tangan dan kepala saat berlari menghindari letusan. Beberapa wisatawan patah tulang karena terjatuh. Tidak ada korban tewas.
Pihak BPBD dan pengelola pariwisata, lanjut Arif, sebenarnya telah memasang peringatan bagi wisatawan untuk tidak memasuki radius bahaya 100 meter dari kawah. ”Wisatawan yang terluka berdiri 50 meter dari kawah. Larangan selalu disampaikan, tetapi para wisatawan tetap ingin menikmati lebih dekat,” kata Arif.
Kepala Desa Kepakisan Khamid Sobar mengatakan, warga setempat khawatir letusan mengandung gas beracun seperti di kawah Timbang, Desa Sumberejo. Kawah Timbang dan kawah Sileri hanya berjarak sekitar 7,5 kilometer.
Kepala Pos Pengamatan Gunung Api Dieng Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surip menyampaikan, letusan freatik di kawah Sileri terjadi karena naiknya suhu kawah. Kondisi ini sudah terjadi dua pekan terakhir. ”Normalnya 60 derajat celsius, sekarang jadi 70-73 derajat celsius. Memang tidak ditandai peningkatan gempa. Tekanan berasal dari kantong magma,” katanya.
Pengamat kegunungapian Surono berharap kejadian ini menjadi perhatian semua pengelola wisata di kawasan gunung api. Rekomendasi tidak berarti menghalangi wisatawan menikmati pemandangan alam, tetapi bertujuan menjamin rasa aman masyarakat di sekitarnya. (DIT/GRE/KRN/DKA/CHE/TAM/AIK)