JAKARTA, KOMPAS — Pemberangkatan tenaga kerja Indonesia nonprosedural masih marak terjadi. Di negara penempatan, mereka menjadi sasaran ancaman pemulangan dan razia penangkapan pekerja asing tanpa izin oleh aparat hukum.
Di Malaysia, misalnya, razia terhadap pekerja asing tanpa izin dimulai sejak 1 Juli 2017. Upaya ini merupakan kelanjutan dari implementasi Program E-Kad Sementara Pekerja Asing yang berlangsung pada 15 Februari hingga 30 Juni 2017. Program itu bertujuan memberi kesempatan kepada buruh migran yang tidak berdokumen agar melakukan legalisasi dokumen sehingga statusnya menjadi berizin.
Pemerintah Malaysia menganggap Program E-Kad Sementara Pekerja Asing gagal karena jumlah pekerja asing yang mendaftar hanya 155.680 orang. Sementara target awal 600.000 buruh migran nonprosedural. Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, Minggu (2/7), di Jakarta, menyebutkan, sudah ada 51 pekerja asing tanpa izin yang ditangkap aparat hukum Malaysia sejak Sabtu lalu. Dilaporkan, empat orang di antaranya berkewarganegaraan Indonesia.
”Tak ada data pasti mengenai jumlah buruh migran Indonesia nonprosedural di Malaysia. Mungkin ada ratusan ribu orang, tetapi mereka yang mendaftar pemutihan hanya 22.000 orang. Kami pastikan, sisanya menjadi incaran razia aparat hukum Malaysia,” ujarnya.
Sosialisasi
Atase Ketenagakerjaan Republik Indonesia (RI) di Malaysia Mustafa Kamal mengemukakan, pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada semua warga negara Indonesia (WNI) atau tenaga kerja Indonesia (TKI) agar mengikuti peraturan tinggal dan bekerja di wilayah Kerajaan Malaysia. Sosialisasi rutin dilakukan, termasuk menjelang pelaksanaan razia tanggal 1 Juli. Razia tanggal 1 Juli diperkirakan yang terbesar. Atase Ketenagakerjaan RI di Malaysia hingga sekarang belum memiliki data valid mengenai jumlah WNI yang bekerja di negara itu tanpa dokumen legal.
Sebelumnya, pada Kamis pekan lalu, aparat Kepolisian Daerah Kepulauan Riau menyelamatkan sekitar 70 TKI ilegal yang baru pulang dari Malaysia melalui jalur tidak resmi. Mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan berbagai usia. Mereka ditemukan aparat di perairan Batam.
Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Hermono mengatakan, pihaknya berkoordinasi dengan Kedutaan Besar RI di sejumlah negara penempatan untuk menyosialisasikan migrasi resmi. WNI diimbau selalu membawa dokumen valid ketika bepergian untuk menghindari salah tangkap.
Sementara itu, Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Malaysia, mengimbau pekerja migran ilegal asal Indonesia mendaftar untuk pemulangan secara sukarela. Pemulangan itu untuk menghindari penangkapan dalam operasi pendatang ilegal di Malaysia.
Ketua Satuan Tugas Perlindungan WNI di Kedutaan Besar RI Kuala Lumpur Yusron B Ambary menuturkan bahwa yang mendaftar akan dipulangkan ke Indonesia. ”Lebih baik pulang secara sukarela jika tidak punya izin tinggal sah,” ujarnya.
Jikalau tidak pulang, ada risiko ditangkap lalu dipenjara di Malaysia. Otoritas Malaysia mulai menggelar operasi sejak Jumat malam pekan lalu. Operasi digelar setelah masa pendaftaran pendatang ilegal berakhir. ”Malaysia sudah menyatakan ketegasan, tidak ada toleransi lagi untuk yang tertangkap karena tidak punya izin tinggal sah,” katanya.
Sebelum memulai operasi, otoritas Malaysia memberi masa tenggang selama lima bulan sejak Februari 2017. Selama masa tenggang, pendatang ilegal diimbau mendaftarkan diri ke Jabatan Imigresen Malaysia.
Setelah masa pendaftaran berakhir pada Jumat malam, otoritas Malaysia memulai operasi besar-besaran. Hingga saat ini, tercatat 135 WNI ditangkap karena dianggap sebagai pendatang ilegal. Selain mereka, ada ribuan orang dari sejumlah negara ditangkap karena alasan sama.
Yusron mengatakan, pendaftaran pulang sukarela juga lebih murah dan aman. Dengan mendaftar, pendatang ilegal bisa pulang menggunakan jalur resmi yang aman. Biaya pulangnya juga relatif lebih murah.
Sebaliknya, jika menggunakan jalur ilegal, biayanya mahal dan tidak aman. (MED/RAZ/JOS)