Pada hari kedua Lebaran, kita dikejutkan dengan kematian seorang dokter yang sedang bertugas jaga di rumah sakit. Ia diduga menderita Sindrom Brugada.
Penyakit ini tidak terlalu populer. Namun diam-diam, angka kejadian di Asia Tenggara cukup tinggi di dunia. Sindrom Brugada adalah gangguan genetik yang ditandai dengan abnormalitas elektrokardiogram (EKG) yang meningkatkan risiko kematian mendadak. Nama gangguan itu diambil dari para ahli jantung Spanyol, yakni Pedro Brugada, Josep Brugada, dan Ramon Brugada, yang melakukan penelitian terkait hal itu.
Di sejumlah wilayah Asia, seperti di Filipina, Thailand, dan Jepang, gangguan ini menjadi penyebab utama kematian pada pria dewasa muda tanpa ada penyakit jantung. Peristiwa itu disebut Lai Tai (Thailand), Bangungot (Filipina), dan Pokkuri (Jepang).
Di wilayah Thailand timur laut, angka kematian akibat Lai Tai bahkan sekitar 30 kasus per 100.000 populasi per tahun. Sindrom Brugada umumnya terjadi pada pria sehat berusia 30-50 tahun. Meski bisa juga terjadi pada segala usia. Rata-rata usia penderita yang meninggal mendadak akibat sindrom ini adalah 41 tahun.
Menurut Prof Dr dr Yoga Yuniadi SpJP(K) dari RS Jantung Harapan Kita, Sindrom Brugada adalah suatu kelainan herediter berupa mutasi gen SCN5A, yakni gen yang mengatur pertukaran ion di jantung. Ion berperan dalam penjalaran impuls listrik yang bermula dari serambi kanan menjalar ke serambi kiri, kemudian berlanjut ke bilik kiri dan kanan. Jika pertukaran ion terganggu, maka terjadi kelainan irama jantung.
Cara kerja jantung
Menurut situs National Heart, Lung and Blood Institute dari National Health Institute, Amerika Serikat, jantung memiliki sistem listrik sendiri yang mengontrol jumlah dan irama denyut jantung. Sinyal listrik jantung bermula dari sekelompok sel disebut simpul sinus (sinoatrial node).
Saat sinyal listrik menjalar dari bagian atas jantung (serambi) ke bagian bawah jantung (bilik), terjadi koordinasi waktu aktivitas sel jantung. Kemudian, kedua serambi (atria) jantung berkontraksi. Hal ini memompa darah ke dua bilik (ventrikel) jantung. Bilik kiri jantung berkontraksi dan memompa darah ke seluruh tubuh, sedangkan bilik kanan jantung memompa darah dari tubuh ke paru untuk dioksigenasi. Kombinasi kontraksi serambi dan bilik jantung itulah yang dikenal sebagai denyut jantung.
Namun, adakalanya bilik jantung berkontraksi tak seirama dengan serambi. Ini disebut sebagai aritmia bilik jantung (ventricular arrhythmia). Kontraksi dalam bilik sendiri juga tidak sinkron. Ada bagian bilik yang berkontraksi, ada yang tidak.
Yoga menuturkan, pada kondisi normal saat orang tidak melakukan kegiatan berat, denyut jantung umumnya 60-70 per menit. Saat berolahraga, denyut jantung bertambah agar jantung memompa darah lebih banyak. Pada jantung yang mengalami aritmia, denyut jantung bisa meningkat pesat. ”Namun, jika terlalu cepat, lebih dari 250 per menit, malah tidak terjadi pengisian darah ke bilik jantung untuk disebar ke seluruh tubuh. Jantung hanya bergetar sehingga seolah terhenti berdenyut,” katanya.
Kelainan irama jantung
Pada kondisi yang disebut ventricular tachycardia (VT), menurut situs Virtual Medical Centre Australia, denyut jantung menjadi cepat, 120 per menit atau lebih. Pada kecepatan ini bilik jantung tidak sempat terisi darah dengan baik dan pemompaan darah dari jantung berkurang sehingga terjadi hipotensi (tekanan darah rendah). Pada kondisi ini serangan jantung bisa terjadi setiap saat. Pada VT periode pendek penderita akan merasa pusing, berdebar-debar, sakit dada atau pingsan sejenak.
Pada kondisi lebih berat, ventricular fibrillation (VF), denyut jantung sangat cepat, 250 per menit atau lebih, dan tidak beraturan. Saking cepatnya, jantung seperti tidak berkontraksi. Pada kondisi ini denyut jantung tidak terasa, penderita bisa pingsan dan tidak bernapas. Pada kondisi ini penderita mengalami serangan jantung.
”Pada orang yang pingsan, umumnya VT hanya terjadi selama 30 detik. Jika gangguan berat pada irama denyut jantung terjadi lebih dari 4 menit, otak akan rusak karena tidak mendapat oksigen dari darah. Kalaupun resusitasi jantung berhasil dan orang yang bersangkutan selamat, ia menjadi vegetatif,” ujar Yoga.
Gejala
Sindrom Brugada bisa terjadi dengan ataupun tanpa gejala. Gejala yang bisa terlihat antara lain sering berdebar-debar, baik ada pemicu (takut, stres, marah) maupun tanpa pemicu, serta pingsan tanpa sebab. Hal yang perlu diperhatikan adalah riwayat keluarga. Pada 40-60 persen penderita Sindrom Brugada terdapat anggota keluarganya yang meninggal mendadak.
Karena itu, jika ada gejala dan riwayat keluarga, dianjurkan melakukan pemeriksaan EKG. Dari hasil EKG akan tampak gambaran sindrom itu. Meski demikian, kata Yoga, gambaran Sindrom Brugada dalam EKG bersifat dinamis. Artinya, bisa muncul, tetapi kadang-kadang tidak muncul.
Untuk itu bisa dilanjutkan dengan tes ajmaline, yakni pemberian obat penghambat ion. Tes ini harus dilakukan di rumah sakit dengan pengawasan ketat dokter. Dengan tes ini, gambaran Sindrom Brugada dalam hasil EKG yang semula tersamar menjadi tampak jelas.
Jika ternyata mengalami Sindrom Brugada, sebaiknya pada penderita dipasang implantable cardioverter defibrillator (ICD) untuk menjaga agar irama jantung terjaga normal. ICD adalah alat kecil yang dipasang di bawah kulit pada dada kiri. Pada alat itu, ada elektroda yang dimasukkan lewat pembuluh darah sampai ke bilik jantung. ICD akan memantau irama jantung. Jika mendeteksi gangguan irama pada bilik, ICD akan memberi kejut listrik agar denyut jantung kembali normal.
”Hal yang menggembirakan, kami di RS Jantung Harapan Kita sudah bisa menghilangkan gambaran Sindrom Brugada pada EKG. Yaitu, dengan melakukan ablasi dengan radiofrekuensi pada daerah dinding luar bilik kanan atas, yakni pada jalur keluar bilik kanan,” kata Yoga.
Yoga menjelaskan, pada penderita Sindrom Brugada, di daerah ini didapatkan area dengan konduksi listrik sangat lambat. Hal inilah yang menjadi sumber terbentuknya instabilitas listrik VT-VF. Dengan teknik ablasi epikardial, area dengan konduksi listrik sangat lambat itu dihilangkan. Dengan cara itu kejadian VT-VF diturunkan sangat drastis, boleh dikatakan disembuhkan.