Lepas tengah hari, Selasa (11/7), mendung masih menggelayut di atas Dusun Kedung Monggo, Desa Karangpandan, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Suara patuk—sejenis kapak yang berfungsi untuk mengikis kayu—di tangan Handoyo (39) membelah potongan-potongan kayu sengon, membentuknya menjadi bahan dasar topeng panji.
Setelah libur beberapa pekan lantaran Lebaran, suara hantaman patuk kembali terdengar di sudut kiri halaman Pedepokan Seni Topeng Malangan Asmoro Bangun milik Handoyo yang berada di ujung Jalan Prajurit Slamet. Ya, siang itu Handoyo kembali membuat topeng pesanan dari salah satu universitas swasta di Jakarta.
”Ada 59 buah pesanan topeng panji untuk keperluan pembelajaran pengecatan topeng di kampus tersebut. Sekitar tiga bulan lalu, mereka order melalui telepon kepada saya untuk dibuatkan topeng,” ujarnya.
Menurut Handoyo, ini bukan pertama kali dirinya mendapatkan pesanan topeng panji dari kampus. Pertengahan bulan puasa lalu, dirinya mengirim sekitar 70 topeng pesanan salah satu universitas negeri di Semarang.
Hingga kini, sudah tidak terhitung berapa banyak perguruan tinggi di Malang ataupun luar wilayah yang memesan topeng, baik untuk keperluan akademis maupun sekadar suvenir bagi tamu. Pesanan juga tidak hanya datang dari kampus, tetapi juga pemerintah daerah.
”Dinas-dinas pemerintah daerah juga banyak yang memesan topeng ke sini. Dua bulan lalu Pemerintah Kabupaten Kediri dan Blitar juga pesan ke sini. Dari provinsi juga ada pesanan suvenir berupa gantungan kunci berbentuk topeng sebanyak 500 buah,” tuturnya.
Bagi suami Saini (39) ini, membuat topeng hanya salah satu cara melestarikan seni topeng malang selain melalui tarian. Selama ini, Handoyo aktif sebagai seniman tari topeng. Sepekan sekali ia mengajarkan tari topeng malang kepada anak-anak sampai orang dewasa secara cuma-cuma. Mereka tidak saja berasal dari desa setempat, tetapi juga daerah lain di Malang.
Maestro topeng
Handoyo memperoleh keahlian membuat topeng panji dari orangtuanya, Taslan (43), dan terutama kakeknya, Mbah Karimun (90-an), yang merupakan maestro topeng malangan. Selain mahir menari, menabuh gendang, dan dalang wayang topeng, Mbah Karimun juga lihai membuat topeng.
Mbah Karimun merupakan keturunan ketiga dari Mbah Serun—kakek buyut Handoyo—pendiri grup wayang topeng di Kedung Monggo. Dulu Mbah Karimun membuat topeng untuk keperluan sendiri. Karena buatannya bagus, banyak orang memesan topeng-topeng tersebut.
”Dalam bidang kesenian wayang topeng, saya generasi kelima. Sementara dalam pembuatan topeng, saya merupakan generasi ketiga,” ujar Handoyo, anak bungsu dari tiga bersaudara.
Wayang topeng merupakan sebuah kesenian yang mirip wayang orang, tetapi pemainnya memakai topeng. Di dalamnya ada alur cerita dan tarian (sendratari). Cerita yang dibawakan seputar kisah Panji dari Kerajaan Jenggala di Kediri.
Di Pedepokan Seni Topeng Asmoro Bangun terdapat 76 karakter topeng, tetapi yang biasa dipentaskan hanya 20-25 karakter. Mereka terdiri dari empat kelompok utama, yakni tokoh baik, tokoh antagonis, para pembantu yang lucu, dan satwa sebagai pelengkap.