JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Organisasi Kemasyarakatan mendesak dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan kondisi sosial politik yang berkembang secara nasional, sementara pembuatan undang-undang baru membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Pandangan ini disampaikan Jusuf Kalla di Kompleks Gedung Dewan Perwakilan Rakyat saat menghadiri Simposium Nasional dengan tema ”Perekonomian Indonesia dan Kesejahteraan Sosial Berdasarkan Undang-Undang Dasar NRI 1945,” Rabu (12/7) di Jakarta. ”Kalau lewat undang-undang biasa, lama pembahasannya, sedangkan kondisi nasional ini perlu (segera),” kata Kalla.
Wapres meminta masyarakat tidak khawatir dengan produk hukum tersebut. Dia mengibaratkan ketentuan itu sebagai cara untuk menertibkan ormas yang melanggar hukum.
Operasional ormas sudah semestinya sesuai dengan izin pendiriannya. Aturan ini juga bisa diibaratkan sebagai cara untuk menertibkan seorang mahasiswa di bangku kuliah.
”Ada mahasiswa yang tidak sesuai dengan aturan perkuliahan, dia boleh dipecat. Ada organisasi yang tidak sesuai dengan izinnya, ya, pasti ditindak. Ada perusahaan tidak sesuai dengan izin operasionalnya, ya, bisa dibubarkan. Itu biasa saja,” tutur Kalla.
Ia enggan menjelaskan lebih jauh mengenai hal itu. Alasannya, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan untuk menjelaskan materinya secara detail. ”Persoalan itu akan dijelaskan Menko Polhukam, tunggu aja,” ucap Kalla.
Presiden Joko Widodo mengubah beberapa pasal dalam UU No 17/2003 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 2/2017. Sejumlah tahapan mengenai pembubaran ormas diubah oleh Presiden Jokowi.
Dalam konsideran menimbang tertulis, terdapat ormas tertentu yang dalam kegiatannya tidak sejalan dengan asas organisasi kemasyarakatan sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar organisasi yang telah terdaftar dan disahkan pemerintah. Terbukti juga ada ormas yang kegiatannya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Kemudian, dalam butir e disebutkan, UU No 17/2013 tentang ormas belum menganut asas contrario actus sehingga tidak efektif untuk menerapkan sanksi terhadap ormas yang yang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.