SEMARANG, KOMPAS — Mahasiswa Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, menemukan inovasi teknologi frekuensi radio untuk memantau muatan truk. Teknologi itu mengidentifikasi beban angkutan barang sehingga dapat mengurangi potensi kecurangan muatan berlebih ataupun pungutan liar di jembatan timbang yang jadi persoalan transportasi barang di Indonesia.
Gagasan tersebut dicetuskan lima mahasiswa Fakultas Teknik Undip, Semarang, dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) berjudul ”Sistem Identifikasi Beban Angkutan Barang yang Terintegrasi pada Jembatan Timbang Menggunakan Kartu Identifikasi Frekuensi Radio (Radio Frequency Identification)”. Proposal PKM ini sudah lolos dan didanai pemerintah.
Kelima mahasiswa itu adalah Gilang Dhimas Yurista Nugraha (22), Rofiq Cahyo Prayogo (20), Ajeng Kartika Nugraheni Syafitri (22), Ismulia Nur Berlian (20), dan Rio Julian Azis Pratama (19). Mereka menciptakan inovasi proses pengukuran muatan truk barang yang dilengkapi sistem portal, pembatas muatan, dan perangkat identifikasi truk yang bisa dikontrol melalui pesan singkat.
Rofiq mengatakan, saat ini inovasi tersebut masih berupa purwarupa. Meski demikian, penelitian dapat memberikan solusi berbasis teknologi. Sistem akan mengidentifikasi muatan melalui pemasangan kartu identifikasi frekuensi radio (RFID) di bagian truk dan sensor berat di jembatan timbang. Kartu RFID berisi identitas truk mulai dari berat, jenis, hingga lokasi asal kendaraan.
”Jika beban truk melebihi data yang tercatat dalam kartu RFID, truk tak bisa melanjutkan perjalanan karena portal jembatan timbang tidak terbuka,” ujar Rofiq, ditemui Kompas di Undip, Semarang, Jumat (14/7).
Kartu RFID berukuran sekitar 10 sentimeter x 5 sentimeter yang ditempelkan di pelat nomor truk. Kartu tersebut terbuat dari kepingan logam pemancar gelombang elektromagnet. Gelombang itu akan terkoneksi dengan sensor berat di jembatan timbang. Ketika sudah terkoneksi, data akan diolah mikrokontroler, lalu diubah menjadi bentuk pesan singkat kepada operator. Menurut Rofiq, sensor ke RFID dapat terdeteksi pada jarak 4-10 meter.
Tekan peluang kecurangan
Jika temuan itu dapat diterapkan luas, menurut Ajeng, potensi kecurangan dan kelebihan muatan di jembatan timbang dapat ditekan. Pasalnya, pengukuran tidak lagi dilakukan manual oleh petugas. Hal ini mengurangi peluang persekongkolan antara petugas dan sopir truk. Selain itu, waktu antrean penimbangan juga dapat dipangkas karena sensor RFID dapat mendeteksi beban muatan dari jarak jauh.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah truk yang menggunakan jembatan timbang di 29 provinsi meningkat dari 41.134 truk pada 2014 menjadi 53.541 truk pada 2015. Akibat jumlah truk yang terus meningkat, pemerintah harus membuat terobosan yang cepat, mudah, dan aman. Penerapan teknologi menjadi solusi.
Eko Didik Widianto, pembimbing PKM Fakultas Teknik Undip, Semarang, menyebutkan, informasi yang dihimpun dalam server di kartu RFID dapat dimanfaatkan untuk pemantauan atau pengambilan keputusan, baik oleh pemerintah daerah maupun kementerian terkait. Selama ini, penyebab utama jalan rusak adalah truk dengan muatan berlebih kerap lolos dari jembatan timbang.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.