Pemerintah Akui Kesulitan Berhubungan dengan Telegram
Oleh
ANDY RIZA HIDAYAT
·1 menit baca
PADANG, KOMPAS — Pemerintah mengakui kesulitan menghubungi pengelola layanan pesan elektronik Telegram. Hal ini terjadi karena pengelola layanan itu dianggap tidak menyediakan standar layanan dan organisasi untuk berkomunikasi. Karena alasan itu, pemerintah memblokir web Telegram yang dinilai tidak serius mendukung memerangi radikalisme dan terorisme.
Di sisi lain, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, pemerintah telah mengumpulkan bukti-bukti yang cukup banyak mengenai layanan Telegram. Layanan tersebut untuk sementara tidak menunjukkan keseriusan membangun organisasi penyaringan konten radikalisme dan terorisme.
”Kami sudah memantaunya dengan melibatkan sejumlah institusi, seperti Kepolisian Negara RI dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Kami memberi karpet merah kepada mereka yang dapat menutup situs-situs yang memublikasikan konten terlarang,” tutur Rudiantara, Sabtu (15/7), saat diwawancarai dalam penerbangan dari Jakarta menuju Padang, Sumatera Barat.
Menurut Rudi, pemerintah kesulitan menjalin komunikasi dengan pengelola Telegram. Sebab, Telegram tidak menyediakan organisasi yang mudah diakses ketika ada persoalan konten radikalisme dan terorisme. Hal ini berbeda dengan pengelola layanan media sosial lain, antara lain Facebook, Twitter, dan Google.
”Jika ada masalah konten di Telegram, kami sulit berkomunikasi. Ini berbeda dengan media sosial lain, mereka menyediakan orang, nomor telepon, dan organisasi untuk berkomunikasi dengan pemerintah,” ujar Rudiantara.