70 Kilogram Sampah Popok Bayi dari Sungai Diserahkan ke Pemkot Surabaya
Oleh
Iqbal Basyari & Ambrosius Harto
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Lembaga Swadaya Masyarakat Ecological Observation and Wetlands Conservation mendesak Pemkot Surabaya berinisiatif melaporkan pencemaran lingkungan di Sungai Surabaya, Jawa Timur, Senin (17/7). Sungai yang mengalir dari wilayah Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, hingga Surabaya itu mengandung sejumlah limbah, di antaranya popok bayi.
Sebagai simbol adanya pencemaran, Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) memberikan 70 kilogram sampah popok bayi kepada Pemerintah Kota Surabaya. Popok bayi diterima oleh Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan BLH Kota Surabaya Prastowo. Mereka juga melakukan audiensi setelah penyerahan popok tersebut.
“Popok seberat 70 kilogram hanya simbol karena jumlahnya di sungai jauh lebih banyak. Pemkot Surabaya dipilih karena hilir dari Sungai Surabaya berada di Kota Surabaya sehingga warga Surabaya menjadi korban paling rentan dari pencemaran sungai," kata Direktur Ecoton Prigi Arisandi, Senin (17/7) di Surabaya.
Popok bayi itu dikumpulkan di Sungai Surabaya yang mengalir dari wilayah Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya. Selama tiga hari melakukan pencarian, ditemukan 2,5 kuintal popok bayi. Prigi mengakui, kewenangan dalam mengelola sungai itu ada di pemerintah pusat. “Pemkot Surabaya dipilih karena hilir dari Sungai Surabaya berada di Surabaya. Kami meminta Pemkot Surabaya berinisiatif melaporkan pencemaran ini ke pemerintah pusat,” ujarnya.
Peneliti senior Ecoton, Riska Darmawanti, menyatakan, tanda-tanda dari pencemaran karena popok mulai terlihat dari 80 persen ikan yang hidup di Sungai Surabaya adalah betina. Hal itu disebabkan kandungan senyawa dioxin, tribal tiltine dan phthalate di dalam popok bisa merusak hormon pada ikan.
Jika kandungan itu terpapar ke manusia, dampaknya bisa mengakibatkan gangguan saraf, menurunkan IQ dan memicu kanker. “Padahal air yang dikonsumsi warga Surabaya berasal dari penyulingan air Sungai Surabaya,” ujarnya.
Penyumbang tertinggi
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya Musdiq Ali Suhudi mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan untuk menjaga kualitas air sungai di Surabaya agar tidak tercemar dengan melakukan pengawasan ketat pada sumber-sumber pencemar yang masuk ke sungai.
“Limbah domestik menjadi penyumbang pencemaran tertinggi dengan 76 persen yang berasal dari limbah rumah tangga, kemudian dari industri sebesar 17 persen dan dari sumber lainnya sekitar 5 persen,” ujar Musdiq.
Pemkot juga menjadikan kawasan pinggiran sungai menjadi taman-taman. Harapannya, bukan hanya kualitas air sungai yang terjaga tetapi juga kawasan di sekitar sungai menjadi lebih tertata. “Kalau sungainya bagus, orang akan merasa berat bila membuang sampah ke sungai. Jadi bukan hanya kualitas air yang kami kendalikan tetapi juga melakukan revitalisasi sungai,” ujar Musdiq.
Dirut PDAM Surya Sembada Mujiaman menuturkan, masyarakat tidak perlu terlalu khawatir terhadap kualitas air yang diproduksi oleh PDAM. Sebab, sebelum diproduksi menjadi air PDAM, bahan baku air tersebut sudah melalui proses pengolahan. “Sampai saat ini kualitas air masih memenuhi mutu air minum yang disyaratkan pemerintah,” ucapnya.