Satu Windu Setelah Bom Guncang Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton Jakarta
Jumat, 17 Juli 2009. Ruang pertemuan Hotel JW Marriott di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, tampak ramai. Para chief executive officer dan pemimpin perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, energi, sumber daya alam, dan ketenagalistrikan mengadakan breakfast meeting Indonesia Country Programme yang digelar CastleAsia.
CastleAsia adalah penyedia jasa intelijen bisnis. Perusahaan tersebut memberikan informasi dan laporan tentang isu-isu terkini di bidang politik dan ekonomi yang akan dihadapi para pebisnis. Topik yang dikupas hari Jumat itu tentang industri pertambangan dan industri berat.
Harian Kompas, Sabtu, 18 Juli 2009, mewartakan, dalam daftar eksekutif yang hadir dalam breakfast meeting di Hotel JW Marriott itu terdapat nama Timothy David Mackay, Presiden Direktur Holcim Indonesia, yang termasuk dalam korban tewas; David Potter, Direktur Eksplorasi PT Freeport Indonesia; Adrianto Machribie, Komisaris PT Freeport Indonesia; Kevin Moore, Presiden Direktur Husky Energy; Gary Ford, Presiden Direktur Anadarko Oil; Edward Thiessen dan Pedro Sole, CEO Alstom Power; Patrick Foo, CEO AEL Indonesia; Noke Kiroyan, Managing Partner pada Kantor Pengacara Kiroyan and Partners; serta James Castle, CEO CastleAsia.
Adrianto Machribie salah seorang warga negara Indonesia yang hadir dalam breakfast meeting tersebut dan saat itu menjabat Komisaris dan Senior Adviser untuk Chairman Freeport McMoran Copper & Gold. Selebihnya para pemimpin perusahaan dari berbagai kebangsaan, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Belanda, Jerman, Kanada, India, Jepang, sampai Norwegia.
Adrianto Machribie sedang berbincang-bincang dengan rekan bisnis yang duduk di sebelah kirinya ketika ledakan bom mengguncang hotel tempat mereka menggelar ”breakfast meeting”.
Adrianto duduk di kursi nomor tiga di meja panjang yang berkapasitas maksimal 24 orang. ”Saya sengaja memilih tempat duduk di dekat pilar,” kata Adrianto dalam percakapan dengan Kompas, beberapa waktu lalu. Dia merasa terlindungi jika duduk di dekat tiang atau pilar apabila terjadi gempa ataupun ledakan yang menyebabkan gedung runtuh.
Adrianto sedang berbincang-bincang dengan rekan bisnis yang duduk di sebelah kirinya ketika ledakan bom mengguncang hotel tempat mereka menggelar breakfast meeting. Listrik mendadak padam. Ruangan gelap gulita dan dipenuhi asap dan debu.Kaca-kaca jendela pecah. Serpihannya bertebaran dan berserakan di mana-mana. Plafon jatuh di lantai. Air dari sprinkler otomatis keluar, menyebabkan seisi ruangan basah.
Adrianto menyadari dirinya terbaring di lantai di ruangan yang sudah gelap dan dipenuhi asap dan debu. Dia langsung berpikir itu ledakan bom. Biasanya, setelah ledakan pertama, disusul ledakan kedua. Adrianto berusaha bangkit, tapi dia tak mampu. Dia tetap terjatuh.
Adrianto seakan tidak percaya Hotel JW Marriott, Jakarta, kembali menjadi sasaran teroris. Lima tahun sebelumnya, 5 Agustus 2003, Hotel JW Marriott juga pernah dibom. Saat itu sembilan orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka.
Dalam kondisi lemah, Adrianto mengenali seorang anggota Polri yang menjadi ajudannya. ”Is, Ismail, saya di sini,” teriak Adrianto dengan suara lemah, seperti terungkap dalam buku berjudul Adrianto Machribie, Setia kepada Integritas dan Profesionalitas yang ditulis Ans Gregory Da Iry dan Yop Pandie (2011). Ismail menggendong Adrianto melewati reruntuhan bangunan, pecahan kaca, dan genangan air di lantai, kemudian membawanya ke luar hotel bintang lima itu. Adrianto terbaring di taman kecil di halaman lobi hotel. Tak lama kemudian, dia dibawa ke Rumah Sakit MMC Kuningan, lalu dipindahkan ke Rumah Sakit Medistra. Sore harinya, Adrianto yang mengalami luka bakar diterbangkan ke Singapura.
Ledakan bom itu langsung memorakporandakan breakfast meeting. Korban pertama yang masuk RS Medistra adalah Timothy David Mackay. Menjelang siang, datang Adrianto Machribie (saat itu berusia 58 tahun), Komisaris yang juga mantan Presiden Direktur Freeport Indonesia, disusul David R Potter (60), Direktur Eksplorasi Freeport Indonesia. Nyawa Timothy akhirnya tidak bisa diselamatkan, ia meninggal pada pukul 09.25.
Ledakan bom di Hotel JW Marriott pada 17 Juli 2009 pukul 07.47 menewaskan enam orang, empat di antaranya peserta breakfast meeting, seorang chief banquet event, dan satu teroris yang melakukan serangan bunuh diri. Ledakan lainnya terjadi di Hotel Ritz-Carlton, menewaskan dua orang, satu di antaranya teroris yang membawa bom bunuh diri. Kabar terakhir, jumlah yang tewas seluruhnya berjumlah sembilan orang—enam di antaranya orang asing—dan lebih dari 40 orang luka-luka.
Ledakan bom di JW Marriott dan Ritz-Carlton Mega Kuningan, Jakarta, juga berdampak pada pembatalan Manchester United bertandang ke Jakarta. Pelatih Manchester United Sir Alex Ferguson beberapa saat setelah mendarat di bandara Kuala Lumpur, Jumat, mengatakan, pembatalan tersebut dilakukan demi keselamatan pemain.
”(Kabar) ini agak mengejutkan kami. Kami menerima kabar ini beberapa saat setelah mendarat. Tidak ada solusi lain (kecuali batal) karena kami harus menjaga keselamatan pemain,” kata Fergie. Pembatalan kedatangan Manchester United di Jakarta menimbulkan kerugian finansial senilai Rp 30 miliar-Rp 50 miliar.
Berita soal bom ini langsung menyebar dengan cepat ke pelosok dunia. Pemerintah Australia memberlakukan travel warning, sementara pemerintah negara lain mengingatkan warganya agar berhati-hati jika bepergian ke Indonesia.
Apakah banyak orang asing takut datang ke Indonesia setelah peristiwa bom ini? Ternyata tidak juga. Sedikitnya 140 orang asing tetap datang ke Indonesia untuk mengikuti turnamen golf internasional di Damai Indah Golf BSD yang digelar pada 23-26 Juli 2009. Turnamen internasional ini yang pertama kali pascaledakan bom Mega Kuningan.
Jakarta tetap berdenyut. Tempat-tempat hangout yang biasa dikunjungi ekspatriat tetap ramai dikunjungi. Ledakan bom di dua hotel berbintang lima—yang merupakan jaringan hotel Amerika—tidak terlalu berdampak pada rasa takut orang asing.
Simon Griffiths yang berkebangsaan Inggris mengungkapkan, ledakan bom tidak menyurutkan rencananya ke Jakarta. ”Saya dengar berita itu, tetapi saya pikir tidak ada alasan bagi saya untuk takut. Situasi ini bisa terjadi di mana saja, termasuk di London,” katanya (Kompas, 26 Juli 2009).
Griffiths melihat Indonesia adalah negara Muslim yang moderat. ”Indonesia negeri yang indah, bahkan salah satu negara yang paling indah di dunia. Saya akan tetap informasikan kepada teman-teman saya agar datang ke Indonesia. Tak ada yang perlu ditakutkan,” ujarnya.