logo Kompas.id
UtamaKetimpangan Memburuk sejak...
Iklan

Ketimpangan Memburuk sejak Otda

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Ketimpangan ekonomi memburuk sejak model otonomi daerah diterapkan. Otonomi daerah bahkan bukan sebatas konteks waktu dalam persoalan ini, melainkan menjadi salah satu faktor pendorong. Demikian salah satu kesimpulan sementara atas Kajian Otonomi Daerah dan Ketimpangan yang dilakukan Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Kajian dilakukan mulai Maret sampai dengan Oktober 2017 di lima provinsi, yakni DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Maluku, Kalimantan Selatan, dan Bengkulu.Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati, di Jakarta, Rabu (19/7), mengatakan, riset masih berlangsung saat ini. Meski demikian, Indef bisa mengambil kesimpulan sementara dari data yang sudah terkumpul."Kami berani simpulkan bahwa memang dampak otonomi daerah memiliki efek pada memburuknya ketimpangan ekonomi, bukan karena kebetulan," kata Enny. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah melalui penjelasannya menyebutkan, pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Otonomi yang dimaksud tidak sebatas lingkup pemerintahan, tetapi juga mencakup pengelolaan keuangan.Namun, rasio gini sebagai alat ukur ketimpangan pengeluaran masyarakat justru menunjukkan pemburukan sejak 2005. Sampai 2004, rasio gini berkisar di 0,32. Mulai 2005, rasio gini berangsur-angsur menanjak hingga mencapai titik terburuk pada 2011 sampai dengan 2015, yakni 0,4. Pada 2016, rasio gini sedikit membaik di 0,39."Otonomi daerah menjadi faktor pendorong. Salah satu contohnya adalah bahwa daerah ingin cara instan dalam membangun ekonomi sehingga yang dikembangkan adalah sektor-sektor mudah dan sektor-sektor para kroni. Sementara sektor yang memberikan nilai tambah dan meningkatkan kapasitas ekonomi daerah justru dibiarkan," papar Enny. Solusi jangka pendek atas persoalan itu, menurut Enny, adalah reformulasi dana transfer daerah. Artinya, skemanya harus didesain agar dana transfer efektif mengurangi ketimpangan antarpendapatan dalam satu daerah sendiri dan ketimpangan antardaerah dan wilayah."Ketimpangan bisa efektif berkurang kalau kebijakan otonomi daerah bisa diperbaiki. Dengan kata lain, sulit mengurangi ketimpangan ekonomi jika tak ada evaluasi terhadap kebijakan otonomi daerah yang sedang berkuasa. Otonomi daerah layak diteruskan, tetapi dengan berbagai evaluasi," tutur Enny.Daya beliKetua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, selama ini pemerintah dan dunia usaha sudah berupaya memperkecil rasio gini."Namun, kalau dilihat, daya beli juga sedang turun dan itu berpengaruh ke rasio gini. Pekerjaan rumah kita untuk meningkatkan daya beli dan menjaga pertumbuhan," kata Rosan.Menurut Rosan, harus ada terobosan, termasuk mendorong sektor informal, untuk menciptakan pekerjaan baru. Beberapa dukungan, seperti pemberian dana murah untuk berinvestasi atau memulai usaha, harus dijalankan.Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijaya menuturkan, pemerintah tidak cukup mempercepat pembangunan infrastruktur saja. Pemerintah juga perlu memberikan stimulus supaya sektor riil bisa bergerak.DesaKetua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso menilai, ketimpangan di desa naik antara lain karena kekuatan ekonomi di desa belum sepenuhnya dikelola dengan baik. Pemerintah ingin membangun dari desa karena kekuatan ekonomi desa bisa dibangun."Desa-desa di Indonesia itu banyak petani. Yang ditolong pertama kali itu. Caranya, meningkatkan produktivitas. Untuk itu, petani perlu dibina dari hulu sampai hilir," kata Sutarto. Ia mencontohkan petani padi di dataran rendah Pulau Jawa. Saat panen pada musim hujan, menurut dia, gabah dibeli tengkulak. Bahkan, harga menjadi jatuh. (FER/LAS/CAS/AHA)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000