logo Kompas.id
UtamaDrama Kudeta Putih di Istana...
Iklan

Drama Kudeta Putih di Istana Al-Safa

Oleh
· 4 menit baca

Pergantian putra mahkota Arab Saudi dari Mohammad bin Nayef (57) kepada Mohammad bin Salman (32), 21 Juni lalu, menyimpan kisah konspirasi politik di Istana Kerajaan Arab Saudi. "Kudeta putih di Istana Al-Safa," sebut koran Al-Quds Al-Arabi. Pada 21 Juni itu, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud melucuti semua jabatan Pangeran Nayef. Selain sebagai putra mahkota, saat itu Pangeran Nayef juga menjabat deputi perdana menteri dan menteri dalam negeri. Raja Salman lalu menunjuk putranya yang menjabat deputi putra mahkota, Mohammad bin Salman, sebagai putra mahkota dan deputi perdana menteri.Harian berbahasa Arab yang terbit di London dan Beirut, Al-Quds Al-Arabi, Kamis (20/7), menurunkan kisah itu dengan judul "Kisah Akhir Juni" yang dikutip dari harian The New York Times edisi Selasa (18/7). Kantor berita Reuters juga menurunkan laporan serupa, kemarin. "Kisah Akhir Juni" tersebut menjadi laporan jurnalistik terpopuler dan paling banyak dibaca publik dalam edisi daring harian Al-Quds Al-Arabi."Kisah Akhir Juni" itu menyebutkan, pergantian jabatan putra mahkota Arab Saudi dari Pangeran Nayef kepada Pangeran Salman tidak berjalan mulus, seperti yang diberitakan stasiun televisi dan kantor berita Arab Saudi. "Kisah Akhir Juni" mengungkap, Raja Salman pada Selasa malam, 20 Juni, tiba-tiba memanggil para emir dari keluarga besar Al-Saud, khususnya para emir anggota lembaga Baiat, ke Istana Al-Safa. Lembaga Baiat dibentuk Raja Abdullah bin Abdulaziz al-Saud pada 2006 dan dirancang sebagai lembaga tertinggi pengambilan keputusan suksesi di Arab Saudi.Menurut tradisi, keluarga besar Kerajaan Arab Saudi pada akhir bulan Ramadhan-yang bertepatan pada akhir Juni lalu-selalu berada di Mekkah. Pada malam itu pula, Raja Salman memanggil Pangeran Nayef untuk segera menemuinya di Istana Al-Safa. Setiba di Istana Al-Safa, Pangeran Nayef langsung dibawa oleh Raja Salman ke sebuah kamar khusus setelah diminta tidak membawa telepon genggamnya. Di dalam kamar itu, Raja Salman langsung meminta Pangeran Nayef agar rela melepas jabatannya sebagai putra mahkota. Semula, Pangeran Nayef menolak permintaan Raja Salman. Namun, setelah terus ditekan dan lalu merasa kelelahan akibat penyakit diabetes yang dideritanya, ia menerima untuk melepas jabatan sebagai putra mahkota.Pada malam itu pula, Raja Salman meminta para pangeran anggota lembaga Baiat yang sudah berada di ruangan lain di Istana Al-Safa segera menggelar pertemuan untuk memutuskan pergantian jabatan putra mahkota dari Pangeran Nayef kepada Pangeran Salman."Cerita yang digambarkan itu benar-benar fantasi sekelas Hollywood," kata seorang pejabat senior Arab Saudi dalam pernyataan tertulis saat diminta tanggapan oleh Reuters. Ia mengatakan, keputusan pergantian putra mahkota itu diambil demi kepentingan nasional Arab Saudi. Ditambahkan, Pangeran Nayef tidak mengalami tekanan atau perlakuan tidak hormat.Kantor berita Arab Saudi, SPA, saat itu memberitakan bahwa proses suksesi jabatan putra mahkota dari Pangeran Mohammad bin Nayef kepada Pangeran Mohammad bin Salman telah didukung oleh lembaga Baiat melalui voting suara dengan komposisi 31 suara dari 34 anggota mendukung suksesi. Pada saat itu pula, stasiun televisi Arab Saudi menayangkan gambar Pangeran Nayef membaiat Pangeran Salman sebagai putra mahkota baru. Ditayangkan pula adegan Pangeran Salman mencium tangan Pangeran Nayef. Bak tahanan rumah Kisah terus bergulir. Harian The New York Times dan The Guardian edisi 28 dan 29 Juni lalu mengungkap, Pangeran Nayef setiba di istananya di Jeddah dari Istana Al-Safa, Rabu pagi, 21 Juni, tiba-tiba menemukan para pengawal istananya telah diganti semua atas perintah Pangeran Salman.Ia pun dijaga ketat di istananya di Jeddah, bak menjadi tahanan rumah. Pengawal kepercayaan Pangeran Nayef, Abdelaziz al-Huwarini, konon dilucuti senjatanya dan mendapat tahanan rumah. Al-Huwarini dikenal sebagai arsitek kerja sama keamanan dan intelijen antara AS dan Arab Saudi saat Pangeran Nayef menjabat menteri dalam negeri. Menurut analis politik asal Suriah, Sabhi al-Hadidi, dalam artikelnya di harian Al-Quds Al-Arabi edisi 23 Juni 2017, Raja Salman adalah politisi cerdik dan licin dengan berhasil mengosongkan substansi misi lembaga Baiat. Al-Hadidi menyebut, tujuan Raja Abdullah membentuk lembaga Baiat itu untuk mengalihkan wewenang penunjukan putra mahkota yang sebelum ini berada di tangan raja ke lembaga Baiat.Raja Abdullah memandang penting pembentukan lembaga Baiat untuk menyongsong peralihan kekuasaan dari generasi kedua ke generasi ketiga. Pembentukan lembaga itu bertujuan agar tak terjadi perebutan kekuasaan sehingga stabilitas terjaga.Akan tetapi, lanjut Al-Hadidi, Raja Salman telah mereduksi misi Raja Abdullah itu dengan cara memengaruhi dan mengontrol lembaga Baiat demi memuluskan putranya, Mohammad bin Salman, menjadi putra mahkota untuk menjadi raja Arab Saudi berikutnya. Seorang saksi di istana kepada Reuters menyebutkan, bulan ini Raja Salman telah menyiapkan pernyataan yang direkam, berisi pengumuman peralihan kekuasaan kepada putranya. Rekaman pengumuman itu bisa disiarkan kapan saja, mungkin paling cepat pada September nanti. (MTH/SAM)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000