logo Kompas.id
UtamaOtonomi Untungkan Pebisnis...
Iklan

Otonomi Untungkan Pebisnis Besar

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Otonomi daerah sebenarnya merupakan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan warga. Akan tetapi, penguasa setempat ternyata lebih memfasilitasi pengusaha besar daripada pengusaha kecil.Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng, di Jakarta, Kamis (20/7), mengatakan, sistem otonomi daerah merupakan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan di sejumlah daerah di Indonesia. Memburuknya ketimpangan ekonomi sejak otonomi daerah diterapkan adalah persoalan kebijakan turunan yang harus segera dievaluasi.Menurut Endi, evaluasi terhadap dua hal dalam konteks otonomi daerah bisa mengurangi ketimpangan ekonomi secara signifikan, baik ketimpangan dalam satu daerah maupun antardaerah. Kedua hal yang dimaksud adalah penguatan kebijakan pengembangan usaha swasta oleh pemerintah daerah dan koreksi atas desain transfer dana dari pusat ke daerah.Endi berpendapat, kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan usaha swasta lebih banyak memfasilitasi usaha menengah dan besar. Namun, usaha mikro dan kecil sering tak tersentuh. Salah satu contoh adalah perizinan tidak ramah untuk usaha mikro dan kecil. Semakin kecil skala usahanya, semakin kecil aksesnya terhadap fasilitas atau program pemerintah daerah."Reformasi instansi terkait perizinan dan pungutan pajak retribusi adalah cara membuka akses usaha baru ataupun perluasan usaha yang sudah ada. Di sisi lain, program pengembangan usaha harus dipastikan relevan dan tepat sasaran," tutur Endi.Sementara itu, untuk desain transfer dana dari pusat ke daerah, Endi berpendapat, skemanya terlalu umum. Akibatnya, daerah perbatasan, kepulauan, dan daerah miskin dengan kesulitan geografis lain tidak mendapatkan afirmasi yang memadai.Desain fiskal yang dijalankan selama ini tak banyak membantu. Salah satu penyebab mendasarnya adalah perspektif wilayah dalam dana alokasi umum sangat lemah. Padahal, biaya pembangunan di daerah perbatasan atau kepulauan bisa 10 kali lipat dibandingkan dengan di Jawa."Saya harap Presiden tidak hanya memastikan alokasi dana desa dan dana transfer bertambah setiap tahun. Tanpa perubahan politik anggaran mendasar dengan orientasi pemerataan kesejahteraan, penambahan pagu tidak akan pernah menjadi solusi," katanya.Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar mengatakan, kegiatan industri di beberapa daerah harus terus dikembangkan untuk mengurangi ketimpangan."Pemerataan ekonomi di daerah akan tercipta melalui pengembangan kegiatan industri manufaktur dengan mengolah sumber daya alam dan mineral di daerah tersebut," ujarnya.Belum berhasilKendati sejak 2013 Daerah Istimewa Yogyakarta memperoleh dana keistimewaan, ketimpangan ekonomi belum bisa ditekan. Rasio gini DI Yogyakarta pada Maret 2017 sebesar 0,432, naik dari September 2016 yang sebesar 0,425. Semakin besar rasio gini, semakin dalam ketimpangan di daerah tersebut.Untuk menekan ketimpangan, Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta mendorong program pemberdayaan masyarakat, khususnya di wilayah dengan jumlah penduduk miskin yang signifikan. Perbaikan sarana dan prasarana dasar di wilayah dengan banyak penduduk miskin juga didorong. Saat ini, ada 15 kecamatan di Yogyakarta dengan persentase penduduk miskin yang signifikan. "Kami membuat program untuk menekan ketimpangan, antara lain melalui pemberdayaan masyarakat," kata Asisten Sekretaris Daerah DI Yogyakarta Bidang Perekonomian dan Pembangunan Gatot Saptadi.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY, Yogyakarta mendapat dana keistimewaan sebesar Rp 231 miliar pada 2013. Dana itu pada 2014 menjadi Rp 523,8 miliar, pada 2015 sebesar Rp 547,5 miliar, pada 2016 menjadi Rp 574 miliar, dan pada 2017 sebesar Rp 853,9 miliar.Berdasarkan riset Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, ketimpangan di DI Yogyakarta antara lain terjadi karena minimnya penguasaan aset produktif di kalangan masyarakat perdesaan. Peneliti IRE Yogyakarta, Rajif Dri Rangga, mengatakan, pendapatan yang diterima petani sangat rendah.Masyarakat menengah ke bawah di kawasan perdesaan juga sulit bekerja di sektor formal. Mereka harus bekerja di sektor informal dengan pendapatan yang tidak memadai.(SIG/HRS/BKY/LAS/FER/CAS)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000