BANDA ACEH, KOMPAS — Sebagian besar wilayah di Provinsi Aceh dilanda kekeringan. Kondisi ini diprediksi berlangsung hingga awal September 2017. Kekeringan dipicu oleh fenomena El Nino yang mengakibatkan minimnya curah hujan.
Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Iskandar Muda Blang Bintang Zakaria Ahmad, Senin (24/7), mengatakan, Aceh sedang memasuki musim kemarau sehingga curah hujan sangat minim. Ketersediaan air bawah tanah semakin berkurang karena tidak ada pasokan air dari hujan.
”Sebenarnya, ini kondisi biasa. Namun, mungkin karena ketersediaan air bawah tanah berkurang sehingga mengakibatkan kekeringan,” kata Zakaria. Dia menduga, kerusakan hutan di wilayah resapan air ikut memicu kekeringan.
Pantauan Kompas di sejumlah wilayah di Aceh Besar, persawahan, jaringan irigasi, dan anak sungai mengering. Sementara debit air Krueng (Sungai) Aceh juga menyusut sekitar 1 meter dari biasanya. Kolam pemandian di kawasan Mata Ie, Darul Imarah, juga kering karena pasokan air berhenti. Meski demikian, kekeringan belum terdampak pada sumur-sumur warga.
Ahli hidrometeorologi dan perubahan iklim dari Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana Universitas Syiah Kuala, Yulizar, mengatakan, kekeringan dipicu fenomena El Nino sehingga intensitas hujan di Aceh sangat kecil.
El Nino berupa kenaikan suhu permukaan air laut di wilayah lain pada saat yang sama suhu muka laut di Indonesia menurun. Akibatnya, tekanan angin yang tinggi di Indonesia mendorong atmosfer ke bagian lain seperti Amerika Serikat, Peru, dan Ekuador.
”Angin yang membawa uap hujan lebih banyak berembus ke daerah lain dan di Indonesia uap hujan berkurang sehingga terjadilah kemarau,” kata Yulizar.
Yulizar menambahkan, peluang terjadinya hujan tetap ada, yakni saat atmosfer jenuh mengikat uap air. Namun, tidak dapat diprediksi kapan atmosfer mengalami kejenuhan. Yulizar menyarankan warga membuat sumur resapan di depan rumah untuk menampung air jika sewaktu-waktu terjadi hujan.