Pos Lintas Batas Negara Diusulkan Jadi Pintu Ekspor-Impor
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mengusulkan agar pos lintas batas negara di Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, dijadikan pintu ekspor-impor dengan diberlakukan perdagangan normal.
Selama ini, aturan perdagangan di perbatasan didasarkan pada Border Trade Agreement RI-Malaysia 1970. Warga perbatasan bisa berbelanja di Malaysia maksimal 600 ringgit atau setara Rp 2 juta per orang per bulan. Itu pun hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Namun, tidak untuk ekspor-impor dalam skala besar.
Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya, saat pertemuan dengan Badan Kerja Sama Antar Parlemen DPR di Pontianak, Senin (24/7) pagi, mengatakan, posisi Kalbar sangat strategis sehingga jika pintu kerja sama regional dibuka, Kalbar akan mendapatkan manfaat yang besar. Christiandy berharap Entikong akan dibuka untuk ekspor-impor guna meningkatkan daya saing daerah.
”Infrastruktur perbatasan sudah dibangun dengan bagus. Dengan kondisi infrastruktur yang bagus itu, bagaimana agar bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Fungsi pos lintas batas diharapkan bisa lebih meningkat dalam perdagangan,” kata Christiandy.
Apalagi, Kalbar memiliki berbagai potensi ekonomi khususnya di bidang pertanian dan perkebunan. Dengan dijadikan pintu ekspor-impor, akan memicu investasi industri hilir di Kalbar. Dari 51 perusahaan industri kelapa sawit yang memproduksi minyak kelapa sawit mentah (CPO), baru satu perusahaan yang memproduksi produk hilir berupa minyak goreng.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalbar Florentinus Anum mengatakan, produksi CPO Kalbar 1,8 juta ton per tahun. Belum lagi komoditas lainnya, antara lain karet dan lada. Sepanjang perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalbar potensi lada besar sekali. Namun, belum optimal mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat karena tata niaga belum diatur dengan baik.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Provinsi Kalbar Soetaryo mengatakan, jika pintu ekspor-impor Entikong dibuka dapat meningkatkan daya saing karena biaya logistik akan berkurang. Selama ini, ekspor dari Kalbar harus melalui pelabuhan transit di Jakarta dan Sumatera.
”Padahal, kalau melalui Entikong menuju Pelabuhan Senari, Sarawak, Malaysia, lebih efisien. Jarak tempuh dari Entikong ke Pelabuhan Senari hanya sekitar satu jam. Kalau harus selalu melalui Pontianak banyak kendara. Lagi pula, pelabuhan Dwikora terbatas kapasitasnya,” ujar Soetaryo.
Segera ditindaklanjuti
Ketua Panitia Kerja Sama Ekonomi Regional Badan Kerja Sama Antar Parlemen DPR Juliari P Batubara meminta usulan-usulan dari Pemprov Kalbar terkait pemberlakuan ekspor-impor di perbatasan itu segera diberikan kepada DPR. Usulan itu nanti akan diperjuangan di tiap komisi yang bermitra dengan pemerintah di bidang tersebut.
”Dengan demikian, pada saat rapat kerja dengan kementerian-kementerian terkait bisa segera diputuskan. Usulan dari daerah harus secara tertulis sehingga ada dokumentasi. Sedapat mungkin dalam waktu seminggu mendatang sudah diserahkan kepada kami,” ujar Juliari.
Juliari menuturkan, dalam sidang pada Agustus, komisi-komisi terkait bisa menyampaikan usulan tersebut. ”Pada prinsipnya, usulan-usulan yang memang layak diperjuangkan akan kami perjuangkan,” ujar Juliari.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak Eddy Suratman menilai, ekspor-impor secara normal di Entikong memang sudah saatnya diberlakukan. Bahkan, harusnya sudah sejak Masyarakat Ekonomi ASEAN diberlakukan. Selain membuat dunia usaha daerah semakin berkembang, juga dapat meminimalkan penyelundupan barang.
”Semakin jalur resmi dibuka, saya pikir dapat semakin mudah mengawasi. Sebaliknya, jika jalur resmi itu tidak diberlakukan ekspor-impor skala besar, oknum yang nakal akan memanfaatkan jalur tikus. Negara pun tidak mendapatkan pajak,” tutur Eddy.