Jorjoran Pembukaan Fakultas Kedokteran Disorot
JAKARTA, KOMPAS — Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia menyambut baik komitmen para pihak untuk menata kembali pengampuan program studi kedokteran oleh Universitas Indonesia di Universitas Papua. Apresiasi dialamatkan kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi yang memediasi sejumlah lembaga terkait demi keberlanjutan program studi tersebut.
Namun, di sisi lain, Kemenristek dan Dikti juga disorot karena dinilai jorjoran menerbitkan izin pendirian fakultas kedokteran (FK) di sejumlah kota yang dinilai sudah padat dengan lembaga pencetak tenaga dokter. Otoritas tersebut diingatkan agar tidak sembarangan menerbitkan izin pendirian FK karena dapat berimbas pada mutu lulusan.
”Harus dikaji secara cermat, apakah lokasi untuk berdirinya FK itu layak atau tidak dari segi kebutuhan ataupun fasilitas penunjang. Jika tidak, mutu lulusan pendidikan dokter jadi pertaruhan atau malah dikorbankan,” ujar Sekretaris Jenderal Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) Yoga Mirza Pratama, Kamis (27/7), di Jakarta.
Yoga mengingatkan, kasus di FK Universitas Papua (Unipa) patut menjadi pembelajaran bersama, terutama bagi Kemenristek dan Dikti, bahwa membuka FK tidak bisa sembarangan, apalagi tidak divisitasi. Pada FK Unipa yang notabene kampus pelat merah dan didukung pemerintah saja bisa terjadi masalah-masalah seperti ini, sampai menghentikan perkuliahan, apalagi di kampus-kampus swasta. Risiko terjadinya masalah-masalah tentu lebih besar.
Seperti diberitakan Rabu lalu, perkuliahan bagi 102 mahasiswa FK Unipa terhenti sejak Oktober 2016. Musababnya adalah faktor biaya. Sebanyak 200 dosen pengampu dari Universitas Indonesia (UI) tak lagi datang mengajar di kampus yang berlokasi di Sorong, Papua Barat, lantaran pasokan dana Pemerintah Kabupaten Sorong tersendat. Dana pengampuan senilai Rp 21 miliar tak lagi mengalir dari Pemkab Sorong seperti dua tahun sebelumnya.
Masalah di Unipa untuk sementara teratasi setelah akhirnya Pemerintah Provinsi Papua Barat turun tangan dengan menggandeng 13 kabupaten/kota di provinsi tersebut untuk menyokong biaya pengampuan. Ttiap kabupaten/kota setiap tahun menyediakan dana Rp 1,7 miliar. Kolaborasi itu dipatok tahun 2017-2019.
Mulai pertengahan Agustus 2017, mahasiswa dapat kembali belajar secara tatap muka di kampus yang berlokasi di Sorong itu. Namun, penerimaan mahasiswa baru tahun ini ditangguhkan hingga tahun depan.
Moratorium
ISMKI juga mengingatkan Kemenristek dan Dikti agar konsisten memberlakukan moratorium pendirian FK baru yang sudah dimulai pada Juni 2016 melalui Surat Edaran Menristek dan Dikti Nomor 1/M/SE/VI/2016 tanggal 17 Juni 2016. Jangan ada lagi FK baru yang bermasalah karena pendirian FK yang asal-asalan.
”Surat moratorium itu terbit setelah kami mendemo Menristek dan Dikti yang tahun lalu membuka delapan FK baru di daerah yang sudah padat FK-nya, yakni Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Malang (Jawa Timur), dan Makassar (Sulawesi Selatan),” tutur Yoga.
Mirza pun menyebutkan sebaran dari delapan FK baru yang dikeluarkan izinnya pada Maret 2016 itu. Di Semarang, terbit izin untuk FK Universitas Wahid Hasyim. Padahal, di sana sudah ada tiga FK, yakni di Universitas Diponegoro, Universitas Islam Sultan Agung, dan Universitas Muhammadiyah Semarang.
Di Surabaya terbit izin untuk tiga FK, yakni untuk Universitas Muhammadiyah Surabaya, Universitas Surabaya, dan Universitas Ciputra Surabaya. Padahal, di kota tersebut sudah ada lima FK yang tersebar di Universitas Airlangga, Universitas Hang Tuah, Universitas Wijaya Kusuma, Universitas Katolik Widya Mandala, dan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
Di Malang juga terbit satu izin FK, yakni di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, meski di sana sudah ada tiga FK, yakni di Universitas Brawijaya, Universitas Muhammadiyah Malang, dan Universitas Islam Malang.
Di Makassar terbit dua izin FK, yakni di Universitas Bosowa dan UIN Alauddin Makassar. ”Bosowa ini yang paling parah karena sarana dan prasarananya belum memadai dan tidak divisitasi,” ujar Yoga. Padahal, sebelumnya, di kota itu sudah ada tiga FK, yakni di Universitas Hasanuddin, Universitas Muslim Indonesia, dan Universitas Muhammadiyah.
Ada satu lagi izin FK yang terbit, yakni di Universitas Khairun Ternate, Maluku Utara. Namun, ini tidak dianggap bermasalah karena di daerah tersebut memang belum ada FK sebelumnya.
Secara terpisah, Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek dan Dikti Intan Ahmad menyatakan, pola pengampuan ini dirintis UI dan Unipa sejak 2014 yang bertujuan mencetak tenaga dokter untuk ditugaskan di wilayah setempat.
”Kami berupaya memediasi para pihak agar kerja sama tersebut berjalan baik,” ujar Intan setelah menyaksikan penandatanganan naskah kerja sama antara Rektor UI Muhammad Anis bersama Rektor Unipa Jacob Manusawai dan Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan terkait pengembangan pendidikan dokter di Unipa, Selasa lalu.