Mencari kerja semudah mencari jodoh, dan Tinder sudah memulai dengan aplikasi jodoh yang didesain mudah dan ramah bagi penggunanya. YesJob mencoba hal serupa untuk bursa kerja. Sebuah ”mak comblang” bagi mereka yang mencari karyawan dengan pencari kerja.
Yang khas dari Tinder adalah gestur usapan tangan untuk merespons foto profil yang muncul bergantian, usap ke kanan apabila tertarik dan ke kiri jika tidak. Apabila dua akun yang sama-sama mengusap ke kanan, maka dianggap cocok dan keduanya bisa berkomunikasi melalui fitur perpesanan di dalamnya. Untuk selanjutnya, tergantung dari interaksi kedua orang tersebut.
Prinsip serupa ditemui saat menggunakan YesJob yang diperkenalkan pada Rabu (26/7) lalu. Pengguna diberi daftar lowongan pekerjaan dengan informasi seperti posisi dan rentang gaji yang ditawarkan. Gestur serupa dipakai untuk menerima atau menolak tawaran tersebut.
Jika perusahaan yang membuka lowongan juga tertarik dengan profil pelamar, dia bisa menghubungi untuk wawancara kerja. Proses yang disederhanakan oleh YesJob adalah seleksi administrasi sehingga pemberi kerja langsung mendapatkan daftar singkat calon karyawan potensial untuk dihubungi. Tidak lagi harus menyortir dokumen permohonan lamaran kerja antara mereka yang potensial dan mereka yang sebetulnya belum memenuhi kualifikasi.
Pengguna membangun curriculum vitae (CV) mereka melalui kolom pertanyaan yang diisi saat mendaftar, seperti pendidikan, pengalaman kerja, dan pertanyaan dasar mengenai kepribadian dan suasana kerja yang diidamkan. Dari sisi pencari kerja, mereka bisa menggunakan layanan ini tanpa ada fitur yang harus dibeli untuk saat ini.
Begitu pemberi kerja merilis lowongan dan mendapatkan beberapa kandidat, mereka hanya mendapatkan figur dengan informasi sangat terbatas. Untuk membuka informasi yang lebih detail, seperti nomor kontak dan CV digital mereka, ada tarif Rp 20.000 per orang yang harus dibayar.
Ada dua segmen pengguna yang diincar oleh layanan ini, ujar Co-Founder dan Chief Marketing Officer YesJob Irwansyah Utama, yakni pencari aktif dan pasif. Pencari aktif adalah mereka yang baru lulus kuliah dan mencari kerja.
”Begitu pula dengan pencari kerja pasif. Mereka sudah mapan dengan pekerjaan, tapi pada saat yang sama terbuka pada peluang yang dirasa tepat,” ujar Irwansyah.
Harry Sasongko yang bertindak sebagai senior adviser untuk perusahaan rintisan ini mengatakan, tarif yang dibebankan kepada pemberi kerja tidak sebanding dengan penghematan yang bisa diraih dengan menyederhanakan proses awal perekrutan karyawan. Begitu pula dengan waktu yang bisa dipersingkat karena perusahaan tinggal mendapatkan kandidat yang sesuai dengan spesifikasi, tinggal ditindaklanjuti dengan wawancara kerja.
Hingga layanan tersebut diluncurkan Rabu lalu, sudah ada setidaknya 1.000 perusahaan yang menitipkan lowongan mereka di layanan tersebut. Opsi untuk menghadirkan layanan premium kepada pencari kerja masih terbuka meski masih jauh di masa mendatang. Harry menyebut beberapa peluang seperti wawancara kerja menggunakan panggilan video sebagai salah satunya.
”Saat ini kami lebih berfokus untuk membangun basis pengguna,” ucapnya.
Perekrut
James Umpleby adalah orang di balik layanan YesJob. Berawal dari pekerjaannya di sebuah perusahaan headhunter atau perekrut yang butuh disederhanakan dengan solusi yang dia tawarkan. Perusahaan membutuhkan karyawan dengan keahlian tertentu dan proses perekrutan bisa menghabiskan biaya dan waktu.
Solusi yang dihadirkan tidak berhenti pada memasang informasi lowongan kerja, tetapi juga mendorong pencari kerja untuk lebih aktif memburu lamaran. Penggunaan aplikasi sebagai wahana mendorong layanan itu bisa diakses seketika dari gawai.
”YesJob memulai kiprah di Indonesia dan kami punya rencana untuk mengembangkan ke kawasan Asia Tenggara dalam waktu 1-2 tahun,” kata Umpleby.
Menjodohkan antara pemberi dan pencari kerja bisa dilakukan dengan algoritma yang dinamai Digital Recruitment Disruptive Technology atau DRIve. Rama Notowidigdo, Senior Technology Advisor untuk YesJob, menjelaskan, algoritma ini berusaha mereplikasi cara bekerja para perekrut dalam memenuhi kebutuhan perusahaan dan menyusur calon yang potensial.
Algoritma ini masih terus berkembang dengan data yang terus bertambah. Meski belum sampai pada fase pembelajaran mesin (machine learning), lanjut Rama, proses pencocokan antara pemberi dan pencari kerja seharusnya cukup meyakinkan hasilnya untuk dipakai hari ini.
Dan, fenomena pengguna yang mendramatisasi CV agar terlihat memukau merupakan isu yang juga akan terlihat di layanan seperti ini. Menurut Rama, mereka akan terus mengembangkan mekanisme untuk mencegahnya seperti penyempurnaan algoritma dan ulasan dari pemberi kerja.
Sama seperti memudahkan seseorang untuk mencari jodoh, mencari pekerjaan pun seharusnya bisa dibuat lebih ringkas dan cepat.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.